28.9 C
Medan
Wednesday, May 8, 2024

Kapolri Tak Menahan Ahok Karena Ahli dan Penyidik…

Foto: MHD AKHWAN/RIAUPOS Kapolri Jendral Polisi Titio Karnavian (tengah) didampingi Kepala Divisi Propam Mabes Polri Irjend Pol M Iriawan (kiri) dan Kapolda Riau Brigjend Pol Supriyanto menjawab pertanyaan wartawan usai menggelar pertemuan dengan seluruh jajaran Polda Riau di Mako Brimobda. Pekanbaru. Riau. Selasa (30/8/2016) Kapolri Riau lakukan kunjungan kerja ke Riau.
Foto: MHD AKHWAN/RIAUPOS
Kapolri Jendral Polisi Titio Karnavian (tengah) didampingi Kepala Divisi Propam Mabes Polri Irjend Pol M Iriawan (kiri) dan Kapolda Riau Brigjend Pol Supriyanto menjawab pertanyaan wartawan usai menggelar pertemuan dengan seluruh jajaran Polda Riau di Mako Brimobda. Pekanbaru. Riau. Selasa (30/8/2016) Kapolri Riau lakukan kunjungan kerja ke Riau.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kapolri Jenderal Tito Karnavian buka-bukaan soal alasan mengapa Basuki T Purnama tidak ditahan sebagai tersangka kasus dugaan penodaan agama Islam, saat dipanggil Komisi III DPR, Senin (5/12).

Dia menjelaskan bahwa sejak awal gelar perkara kasus pria yang terkenal dengan panggilan Ahok tersebut, terjadi perbedaan pendapat di kalangan ahli, penyelidik maupun penyidik dalam menilai ada tidaknya unsur pidana.

Karena mayoritas memandang ada unsur pidana, maka pria yang disapa Ahok ini ditingkatkan statusnya menjadi tersangka dan dilakukan pemberkasan.

Nah, terkait penahanan, itu menurut Tito berkaitan dengan faktor objektif dan subjektif.

“Faktor objektif adalah ketika penyidik bulat, mutlak dan telak mereka menyatakan yakin. Sebaliknya kalau belum bulat maka kita tidak ingin mengambil resiko untuk melakukan penahanan. Jadi fakta hukum menjadi masalah, bukan tekanan publik,” kata Tito.

Mantan Kepala BNPT itu membandingkan kasus Ahok dengan pembunuhan aktivis HAM Munir. Meski kasus itu menonjol dengan ancaman hukuman 5 tahun, tersangkanya tidak ditahan.

“Policarpus tidak ditahan karena alat buktinya tidak telak dan mutlak. Sehingga diserahkan pada pengadilan yang memutuskan meskipun sebagai tersangka. Tapi tersangka kasus lain itu tidak ada yang bebas,” jelas Tito.

Pembanding lainnya adalah kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin dengan tersangka ketika itu Jessica Kumala Wongso, yang juga diwarnai perbedaan pendapat.

Tapi karena faktor subjektif, kekhawatiran melarikan diri maka dia ditahan.

Pada kasus yang Arswendo dan Lia Eden, lanjut Tito, keduanya langsung ditahan karena suara penyidik dalam melihat kasus itu bulat. Di samping pembuktiannya juga lebih mudah dibanding kasus Ahok.

“Kasus Arswendo, kasus Lia Eden, kami sampaikan dalam kasus itu penyidik melihat itu telak dan mutlak. Kebetulan saya masih letnan satu ikut di kasus itu.”
“Lia Eden pembuktiannya juga mudah karena yang bersangkutan menganggap titisan Nabi Muhammad SAW. Itu juga pembuktiannya sangat mudah karena bagi umat Islam Nabi Muhammad adalah satu,” jelasnya.(fat/jpnn)

Foto: MHD AKHWAN/RIAUPOS Kapolri Jendral Polisi Titio Karnavian (tengah) didampingi Kepala Divisi Propam Mabes Polri Irjend Pol M Iriawan (kiri) dan Kapolda Riau Brigjend Pol Supriyanto menjawab pertanyaan wartawan usai menggelar pertemuan dengan seluruh jajaran Polda Riau di Mako Brimobda. Pekanbaru. Riau. Selasa (30/8/2016) Kapolri Riau lakukan kunjungan kerja ke Riau.
Foto: MHD AKHWAN/RIAUPOS
Kapolri Jendral Polisi Titio Karnavian (tengah) didampingi Kepala Divisi Propam Mabes Polri Irjend Pol M Iriawan (kiri) dan Kapolda Riau Brigjend Pol Supriyanto menjawab pertanyaan wartawan usai menggelar pertemuan dengan seluruh jajaran Polda Riau di Mako Brimobda. Pekanbaru. Riau. Selasa (30/8/2016) Kapolri Riau lakukan kunjungan kerja ke Riau.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kapolri Jenderal Tito Karnavian buka-bukaan soal alasan mengapa Basuki T Purnama tidak ditahan sebagai tersangka kasus dugaan penodaan agama Islam, saat dipanggil Komisi III DPR, Senin (5/12).

Dia menjelaskan bahwa sejak awal gelar perkara kasus pria yang terkenal dengan panggilan Ahok tersebut, terjadi perbedaan pendapat di kalangan ahli, penyelidik maupun penyidik dalam menilai ada tidaknya unsur pidana.

Karena mayoritas memandang ada unsur pidana, maka pria yang disapa Ahok ini ditingkatkan statusnya menjadi tersangka dan dilakukan pemberkasan.

Nah, terkait penahanan, itu menurut Tito berkaitan dengan faktor objektif dan subjektif.

“Faktor objektif adalah ketika penyidik bulat, mutlak dan telak mereka menyatakan yakin. Sebaliknya kalau belum bulat maka kita tidak ingin mengambil resiko untuk melakukan penahanan. Jadi fakta hukum menjadi masalah, bukan tekanan publik,” kata Tito.

Mantan Kepala BNPT itu membandingkan kasus Ahok dengan pembunuhan aktivis HAM Munir. Meski kasus itu menonjol dengan ancaman hukuman 5 tahun, tersangkanya tidak ditahan.

“Policarpus tidak ditahan karena alat buktinya tidak telak dan mutlak. Sehingga diserahkan pada pengadilan yang memutuskan meskipun sebagai tersangka. Tapi tersangka kasus lain itu tidak ada yang bebas,” jelas Tito.

Pembanding lainnya adalah kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin dengan tersangka ketika itu Jessica Kumala Wongso, yang juga diwarnai perbedaan pendapat.

Tapi karena faktor subjektif, kekhawatiran melarikan diri maka dia ditahan.

Pada kasus yang Arswendo dan Lia Eden, lanjut Tito, keduanya langsung ditahan karena suara penyidik dalam melihat kasus itu bulat. Di samping pembuktiannya juga lebih mudah dibanding kasus Ahok.

“Kasus Arswendo, kasus Lia Eden, kami sampaikan dalam kasus itu penyidik melihat itu telak dan mutlak. Kebetulan saya masih letnan satu ikut di kasus itu.”
“Lia Eden pembuktiannya juga mudah karena yang bersangkutan menganggap titisan Nabi Muhammad SAW. Itu juga pembuktiannya sangat mudah karena bagi umat Islam Nabi Muhammad adalah satu,” jelasnya.(fat/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/