27.8 C
Medan
Friday, May 24, 2024

Cegah Stunting dengan Perbaikan Pola Makan, Pola Asuh dan Sanitasi

ISU stunting yang hangat diperbicangkan untuk menuntaskan masalah kesehatan anak, dimulai dari seribu Hari Pertama Kehidupan (HPK) sampai usia 59 bulan. Stunting ini bukan hanya masalah gizi, tetapi juga soal pola asuh, pola makan dan sanitasi.

Dosen Institut Kesehatan Helvetia Bd Riska Maulidanita SST MKM bergerak memberikan penyuluhan terutama bagi Wanita Usia Subur (WUS) yang akan mempersiapkan kehamilan, ibu hamil dan ibu yang memiliki balita di Kelurahan Padangmerbau, Kecamatan Padanghilir, Kota Tebingtinggi, Senin (4/12).

Kegiatan ini didasarkan pada mata kuliah kesehatan ibu dan anak serta gizi dalam kesehatan reproduksi yang mengaitkan bahwa anak dengan gizi kurang, gizi buruk dan stunting yang sangat berisiko memiliki keterlambatan tumbuh kembang dan keterlambatan menerima informasi yang diberikan.

Hal ini bisa dicegah dengan pemberian gizi yang baik pada saat kehamilan, pemberian ASI eksklusif hingga enam bulan dan pemberian MP-ASI dengan tekstur makanan sesuai dengan usia. Pola makan dan pola asuh sangat diharapkan bagi ibu yang siap berdasarkan usia dan ekonomi sehingga pemenuhan gizi pre dan post hamil tercukupi dengan baik.

Makanan yang dikonsumsi juga tidak harus mahal yang terpenting memiliki kandungan gizi yang cukup. Bagi anak balita yang tinggi dan berat badannya tidak normal maka dianjurkan untuk mengonsumsi minimal sebutir telur/hari seperti yang disampaikan dr Hasto Wardoyo SpOG selaku kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat sekaligus ketua percepatan penurunan stunting di Indonesia.

Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, Sumut berhasil menurunkan angka prevalensi 4,7 persen yakni dari 25,8 persen (2021) menjadi 21,1 persen (2022). ”Sedangkan di Kota Tebingtinggi, terjadi kenaikan 2,3 persen. Prevalensi stunting dari 17,3 persen (2021) menjadi 19,60 persen (2022),” kata Bd Riska Maulidanita SST MKM.

Pj Wali Kota Tebingtinggi Drs Syarmadani MSi pada pertemuan rembuk stunting Juni 2023 menyampaikan bahwa peningkatan prevalensi stunting kemungkinan karena indeks kemiskinan bertambah sehingga tingkat kesehatan menurun.

Untuk itu perlu kerja sama multi-sektor secara pentahelix sesuai Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.

Bd Riska Maulidanita SST MKM menyebutkan bahwa program pemerintah seperti ‘bapak asuh anak stunting’ juga sudah dijalankan di Tebingtinggi. Bantuan yang diberikan diharapkan dapat membantu penurunan prevalensi stunting demi mewujudkan generasi emas 2045.

Pembinaan dan edukasi, lanjut Bd Riska Maulidanita SST MKM, untuk memenuhi kebutuhan protein hewani sebagai langkah meminimalisir potensi stunting pada anak dengan memantau tumbuh kembang anak ke Posyandu. ”Kegiatan sanitasi total berbasis masyarakat merupakan pendekatan dan mengedepankan perubahan prilaku masyarakat dengan bersih sehingga mencegah bersentuhan langsung dengan bahan-bahan yang kotor,” ujarnya. (dmp)

ISU stunting yang hangat diperbicangkan untuk menuntaskan masalah kesehatan anak, dimulai dari seribu Hari Pertama Kehidupan (HPK) sampai usia 59 bulan. Stunting ini bukan hanya masalah gizi, tetapi juga soal pola asuh, pola makan dan sanitasi.

Dosen Institut Kesehatan Helvetia Bd Riska Maulidanita SST MKM bergerak memberikan penyuluhan terutama bagi Wanita Usia Subur (WUS) yang akan mempersiapkan kehamilan, ibu hamil dan ibu yang memiliki balita di Kelurahan Padangmerbau, Kecamatan Padanghilir, Kota Tebingtinggi, Senin (4/12).

Kegiatan ini didasarkan pada mata kuliah kesehatan ibu dan anak serta gizi dalam kesehatan reproduksi yang mengaitkan bahwa anak dengan gizi kurang, gizi buruk dan stunting yang sangat berisiko memiliki keterlambatan tumbuh kembang dan keterlambatan menerima informasi yang diberikan.

Hal ini bisa dicegah dengan pemberian gizi yang baik pada saat kehamilan, pemberian ASI eksklusif hingga enam bulan dan pemberian MP-ASI dengan tekstur makanan sesuai dengan usia. Pola makan dan pola asuh sangat diharapkan bagi ibu yang siap berdasarkan usia dan ekonomi sehingga pemenuhan gizi pre dan post hamil tercukupi dengan baik.

Makanan yang dikonsumsi juga tidak harus mahal yang terpenting memiliki kandungan gizi yang cukup. Bagi anak balita yang tinggi dan berat badannya tidak normal maka dianjurkan untuk mengonsumsi minimal sebutir telur/hari seperti yang disampaikan dr Hasto Wardoyo SpOG selaku kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat sekaligus ketua percepatan penurunan stunting di Indonesia.

Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, Sumut berhasil menurunkan angka prevalensi 4,7 persen yakni dari 25,8 persen (2021) menjadi 21,1 persen (2022). ”Sedangkan di Kota Tebingtinggi, terjadi kenaikan 2,3 persen. Prevalensi stunting dari 17,3 persen (2021) menjadi 19,60 persen (2022),” kata Bd Riska Maulidanita SST MKM.

Pj Wali Kota Tebingtinggi Drs Syarmadani MSi pada pertemuan rembuk stunting Juni 2023 menyampaikan bahwa peningkatan prevalensi stunting kemungkinan karena indeks kemiskinan bertambah sehingga tingkat kesehatan menurun.

Untuk itu perlu kerja sama multi-sektor secara pentahelix sesuai Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.

Bd Riska Maulidanita SST MKM menyebutkan bahwa program pemerintah seperti ‘bapak asuh anak stunting’ juga sudah dijalankan di Tebingtinggi. Bantuan yang diberikan diharapkan dapat membantu penurunan prevalensi stunting demi mewujudkan generasi emas 2045.

Pembinaan dan edukasi, lanjut Bd Riska Maulidanita SST MKM, untuk memenuhi kebutuhan protein hewani sebagai langkah meminimalisir potensi stunting pada anak dengan memantau tumbuh kembang anak ke Posyandu. ”Kegiatan sanitasi total berbasis masyarakat merupakan pendekatan dan mengedepankan perubahan prilaku masyarakat dengan bersih sehingga mencegah bersentuhan langsung dengan bahan-bahan yang kotor,” ujarnya. (dmp)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/