26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Gatot Tersenyum Dengar Uang Sirup

Yan Sahrin yang kala itu menjabat Ketua Fraksi Gerindra periode 2009-2014 juga mengaku ada menerima uang ketok sebanyak tiga. Namun ia mengaku lupa rinciannya. Namun yang pasti, uang yang diterimanya dari Ali Nafiah tersebut berkisar Rp300 juta.

“Ada menerima, Yang Mulia. Menerima pertama kali tahun 2012, saya kurang ingat berapa, tapi di BAP saya sudah dijelaskan. Saya tidak ada tanya uang ini untuk apa. Totalnya kalau nggak salah Rp300 juta lebih, Yang Mulia. Sebagian sudah saya kembalikan,” ungkapnya.

Hamamisul Bahsan dari Fraksi Hanura mengaku bertugas membagi uang ketok kepada beberapa anggota dewan sebesar Rp3,5 miliar. Sementara ia sendiri menerima Rp100 juta dan telah dikembalikan ke KPK.  Terakhir, Janter Sirait dari Fraksi Golkar mengaku menerima uang ketok sebesar Rp100 juta tahun 2014-2015.

Berbeda dengan Richard Edi Lingga anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dari Fraksi Golkar. Ia mengaku tidak menerima uang ketok dari Gatot. “Saya nggak niat. Bukan hanya saya, yang lain juga banyak yang menolak. Saya tidak pernah ada menerima uang ketok berapapun itu yang Mulia,” aku Richard.

Seperti diketahui, dalam kasus ini ada 8 item tujuan pemberian gratifikasi itu. Pertama, Gatot ingin pimpinan serta anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019 memberikan persetujuan terhadap Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan (LPJP) APBD Sumut Tahun Anggaran 2012. Kemudian, menyetujui Perubahan APBD Sumut 2013, Persetujuan terhadap APBD Sumut 2014, menyetujui Perubahan APBD Sumut 2014,  menyetujui APBD Sumut TA 2015, menyetujui LPJP APBD Sumut TA 2014, dan menyetujui Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) APBD Sumut 2014; serta Pembatalan Pengajuan Hak Interpelasi Anggota DPRD Sumut Tahun 2015.

Yan Sahrin yang kala itu menjabat Ketua Fraksi Gerindra periode 2009-2014 juga mengaku ada menerima uang ketok sebanyak tiga. Namun ia mengaku lupa rinciannya. Namun yang pasti, uang yang diterimanya dari Ali Nafiah tersebut berkisar Rp300 juta.

“Ada menerima, Yang Mulia. Menerima pertama kali tahun 2012, saya kurang ingat berapa, tapi di BAP saya sudah dijelaskan. Saya tidak ada tanya uang ini untuk apa. Totalnya kalau nggak salah Rp300 juta lebih, Yang Mulia. Sebagian sudah saya kembalikan,” ungkapnya.

Hamamisul Bahsan dari Fraksi Hanura mengaku bertugas membagi uang ketok kepada beberapa anggota dewan sebesar Rp3,5 miliar. Sementara ia sendiri menerima Rp100 juta dan telah dikembalikan ke KPK.  Terakhir, Janter Sirait dari Fraksi Golkar mengaku menerima uang ketok sebesar Rp100 juta tahun 2014-2015.

Berbeda dengan Richard Edi Lingga anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dari Fraksi Golkar. Ia mengaku tidak menerima uang ketok dari Gatot. “Saya nggak niat. Bukan hanya saya, yang lain juga banyak yang menolak. Saya tidak pernah ada menerima uang ketok berapapun itu yang Mulia,” aku Richard.

Seperti diketahui, dalam kasus ini ada 8 item tujuan pemberian gratifikasi itu. Pertama, Gatot ingin pimpinan serta anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019 memberikan persetujuan terhadap Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan (LPJP) APBD Sumut Tahun Anggaran 2012. Kemudian, menyetujui Perubahan APBD Sumut 2013, Persetujuan terhadap APBD Sumut 2014, menyetujui Perubahan APBD Sumut 2014,  menyetujui APBD Sumut TA 2015, menyetujui LPJP APBD Sumut TA 2014, dan menyetujui Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) APBD Sumut 2014; serta Pembatalan Pengajuan Hak Interpelasi Anggota DPRD Sumut Tahun 2015.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/