25.6 C
Medan
Sunday, May 19, 2024

Tak Kapok, Meski Pernah Diserang Warga

Luka bakar di bagian tangan yang ia alami itu terjadi pada 2006. Saat itu dia berupaya memadamkan api yang berasal dari gedung M City di Jalan Gatot Subroto simpang Jalan Adam Malik Medan. Kala itu, kobaran api di lokasi hiburan malam luar biasa, sehingga sulit dipadamkan.

“Saat itu saya mengalami sendiri bagaimana rasanya api membakar kulit saya. Peristiwa itu begitu membekas diingatan saya sampai sekarang. Bahkan kalau saya tidak salah puluhan orang meninggal di tempat itu, ” ucap dia.

Selanjutnya pengalaman paling dahsyat dan seru yang dialami Siswiadi juga terjadi pada November 2008. Ketika itu terjadi kebakaran hebat di kawasan Mangkubumi. Kendati terlihat antusias dengan kedatangan dan kinerja petugas damkar namun tidak disambut baik masyarakat. Akibat pemadaman apinya memakan waktu lama membuat warga panik dan akhirnya menyerang petugas.

“Warga saat itu berusaha mengejar saya yang lagi padamkan api. Tidak hanya saya begitu juga kawan-kawan lainnya mengalami penyerangan dari warga. Sebagian teman ada yang mengalami luka bakar. Melihat warga makin beringas, kawan-kawan memilih lari dari lokasi kebakaran.Tapi saya berusaha bertahan dan malah lari mendekat ke arah sumber kobaran api. Saya juga gak tahu kenapa harus lari ke arah itu. Padahal sangat berbahaya dan bisa membuat saya terbakar,” katanya.

Saat itu ia hanya berdoa dan berharap yang terbaik dari Yang Maha Kuasa. Padahal warga melempari dirinya dengan krat minuman botol dan barang-barang keras lainnya, serta berupaya mengeroyoknya.

“Syukurnya saya tidak apa-apa dan selamat. Padahal uda dekat kali antara badan dengan api. Itu lantaran tidak bisa tercover lagi, masyarakat panik meski sebelumnya antusias dengan kehadiran kami. Mereka ingin kami cepat memadamkan api yang membakar rumah dan barang-barang mereka, akhirnya penyerangan reda setelah memaksa kami bekerja dan selama sehari baru bisa memadamkan api di sana,” katanya.

Selain ada kepuasan sendiri usai membantu masyarakat yang tertimpa bencana, pria kulit sawo matang ini juga mengaku bangga dengan pekerjaannya.

Apalagi pada momen-momen hari besar, setiap petugas yang terkena jadwal piket kerap mendapat honor tambahan. “Senangnya itu ketika ada terima pendapatan tambahan di luar gaji. Ya seperti standby saat malam pergantian tahun,” pungkasnya. (*/azw)

 

 

Luka bakar di bagian tangan yang ia alami itu terjadi pada 2006. Saat itu dia berupaya memadamkan api yang berasal dari gedung M City di Jalan Gatot Subroto simpang Jalan Adam Malik Medan. Kala itu, kobaran api di lokasi hiburan malam luar biasa, sehingga sulit dipadamkan.

“Saat itu saya mengalami sendiri bagaimana rasanya api membakar kulit saya. Peristiwa itu begitu membekas diingatan saya sampai sekarang. Bahkan kalau saya tidak salah puluhan orang meninggal di tempat itu, ” ucap dia.

Selanjutnya pengalaman paling dahsyat dan seru yang dialami Siswiadi juga terjadi pada November 2008. Ketika itu terjadi kebakaran hebat di kawasan Mangkubumi. Kendati terlihat antusias dengan kedatangan dan kinerja petugas damkar namun tidak disambut baik masyarakat. Akibat pemadaman apinya memakan waktu lama membuat warga panik dan akhirnya menyerang petugas.

“Warga saat itu berusaha mengejar saya yang lagi padamkan api. Tidak hanya saya begitu juga kawan-kawan lainnya mengalami penyerangan dari warga. Sebagian teman ada yang mengalami luka bakar. Melihat warga makin beringas, kawan-kawan memilih lari dari lokasi kebakaran.Tapi saya berusaha bertahan dan malah lari mendekat ke arah sumber kobaran api. Saya juga gak tahu kenapa harus lari ke arah itu. Padahal sangat berbahaya dan bisa membuat saya terbakar,” katanya.

Saat itu ia hanya berdoa dan berharap yang terbaik dari Yang Maha Kuasa. Padahal warga melempari dirinya dengan krat minuman botol dan barang-barang keras lainnya, serta berupaya mengeroyoknya.

“Syukurnya saya tidak apa-apa dan selamat. Padahal uda dekat kali antara badan dengan api. Itu lantaran tidak bisa tercover lagi, masyarakat panik meski sebelumnya antusias dengan kehadiran kami. Mereka ingin kami cepat memadamkan api yang membakar rumah dan barang-barang mereka, akhirnya penyerangan reda setelah memaksa kami bekerja dan selama sehari baru bisa memadamkan api di sana,” katanya.

Selain ada kepuasan sendiri usai membantu masyarakat yang tertimpa bencana, pria kulit sawo matang ini juga mengaku bangga dengan pekerjaannya.

Apalagi pada momen-momen hari besar, setiap petugas yang terkena jadwal piket kerap mendapat honor tambahan. “Senangnya itu ketika ada terima pendapatan tambahan di luar gaji. Ya seperti standby saat malam pergantian tahun,” pungkasnya. (*/azw)

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/