27.8 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Diduga Ada Pelanggaran Etik, DPRD Sumut Bakal Panggil Ketua KI Sumut

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ketua DPRD Sumut Baskami Ginting, menyikapi dengan cepat pengaduan tekait adanya dugaan pelanggaran etik 2 komisioner KI Sumut, SS dan CAN. Hal ini disampaikan Baskami usai bertemu Tim Advokasi Dugaan Pelanggaran Etik KI Sumut, Jumat (5/5).

“Kami sudah menerima pengaduan ini secara langsgung, jadi kami segera panggil KI Sumut, untuk mendapatkan penjelasan tentang laporan ini,” ungkap Baskami.

Ketua Tim Advokasi Pelanggaran Etik KI Sumut, Lely Zailani mengaku, sangat berterima kasih kepada Ketua DPRD Sumut, karena merespons cepat laporan ini, dan menunggu proses selanjutnya. Pihaknya sudah melaporkan hal ini ke beberapa instansi terkait, termasuk KI Pusat, Gubernur Sumut, dan Komnas Perempuan.

DPRD Sumut sebagai lembaga yang turut menentukan terpilih atau tidaknya seorang Komisioner KI Sumut, sepatutnya, pihaknya mengadukan hal ini kepada dewan.

“Pelanggaran etik ini cukup serius, karena terkait perilaku dan nama baik lembaga pemerintah dan pemerintah daerah. Jadi memang sepatutnya diselesaikan sesuai peraturan dan prosedur, dengan keseriusan dan kecermatan, sehingga tidak menimbulkan polemik baru yang merugikan,” tutur Lely.

Pelapor, lanjut Lely, saat ini mengalami kekerasan berbasis gender berlapis. Yakni pengkhianatan suaminya, kriminalisasi sebab dilaporkan suaminya ke polisi karena melaporkan dugaan pelanggara etik di KI Sumut, dan juga digugat cerai. Tim Advokasi, pun menuntut dibentuknya Majelis Etik oleh KI Sumut, untuk menentukan ada tidaknya dugaan pelanggaran etik.

Seperti diberitakan sebelumnya, LA melaporkan 2 Komisioner KI Sumut, SS dan CAN, atas dugaan pelanggaran kode etik kepada Ketua KI Sumut, pada 17 Maret 2023. Namun laporan itu baru ditanggapi KI Sumut dengan pemanggilan untuk menjelaskan laporan tersebut pada 6 April 2023. LA pun menyerahkan bukti-bukti dan saksi adanya pelanggaran etik kepada Abdul Haris Nasution, Ketua KI Sumut, secara langsung di kantornya, usai memberikan penjelasan.

Rapat pleno KI Sumut pada 11 April 2023, memutuskan, tidak ada pelanggaran kode etik oleh kedua Komisioner KI Sumut seperti yang dilaporkan LA. Dan menilai kasus itu hanya masalah internal rumah tangga. KI Sumut juga menggelar konferensi pers pada 13 April 2023, untuk menyampaikan hasil keputusan mereka, dan di hari yang sama, SS melaporkan LA, istrinya, ke Polrestabes Medan atas dugaan pencemaran nama baik dengan UU ITE.

Lebih lanjut Lely menilai, putusan KI Sumut sangat prematur dan memihak. Dia mempertanyakan bagaimana KI Sumut memutus ada atau tidaknya pelanggaran etik jika Majelis Etiknya tidak dibentuk? Sesuai PerKI No 3 Tahun 2016, harusnya laporan LA diputuskan oleh Majelis Etik yang terdiri dari akademisi, praktisi, dan tokoh masyarakat.

“Ini kan namanya jeruk makan jeruk. Selain itu, KI Sumut menunjukkan ketidakprofesionalan, ketidakcermatan, dan ketidakpahaman dalam menangani pengaduan laporan dugaan pelanggaran Kode Etik, sebagaimana diatur dalam Peraturan Komisi Informasi No 3 Tahun 2016, dengan penyikapan laporan melebihi batas waktu dan menggelar konferensi pers tentang putusan rapat pleno, sebelum menyerahkannya kepada pelapor. Karena integritas KI Sumut sudah kami anggap cacat, kami laporkan kasus ini ke KI Pusat,” pungkas Lely. (ila/saz)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ketua DPRD Sumut Baskami Ginting, menyikapi dengan cepat pengaduan tekait adanya dugaan pelanggaran etik 2 komisioner KI Sumut, SS dan CAN. Hal ini disampaikan Baskami usai bertemu Tim Advokasi Dugaan Pelanggaran Etik KI Sumut, Jumat (5/5).

“Kami sudah menerima pengaduan ini secara langsgung, jadi kami segera panggil KI Sumut, untuk mendapatkan penjelasan tentang laporan ini,” ungkap Baskami.

Ketua Tim Advokasi Pelanggaran Etik KI Sumut, Lely Zailani mengaku, sangat berterima kasih kepada Ketua DPRD Sumut, karena merespons cepat laporan ini, dan menunggu proses selanjutnya. Pihaknya sudah melaporkan hal ini ke beberapa instansi terkait, termasuk KI Pusat, Gubernur Sumut, dan Komnas Perempuan.

DPRD Sumut sebagai lembaga yang turut menentukan terpilih atau tidaknya seorang Komisioner KI Sumut, sepatutnya, pihaknya mengadukan hal ini kepada dewan.

“Pelanggaran etik ini cukup serius, karena terkait perilaku dan nama baik lembaga pemerintah dan pemerintah daerah. Jadi memang sepatutnya diselesaikan sesuai peraturan dan prosedur, dengan keseriusan dan kecermatan, sehingga tidak menimbulkan polemik baru yang merugikan,” tutur Lely.

Pelapor, lanjut Lely, saat ini mengalami kekerasan berbasis gender berlapis. Yakni pengkhianatan suaminya, kriminalisasi sebab dilaporkan suaminya ke polisi karena melaporkan dugaan pelanggara etik di KI Sumut, dan juga digugat cerai. Tim Advokasi, pun menuntut dibentuknya Majelis Etik oleh KI Sumut, untuk menentukan ada tidaknya dugaan pelanggaran etik.

Seperti diberitakan sebelumnya, LA melaporkan 2 Komisioner KI Sumut, SS dan CAN, atas dugaan pelanggaran kode etik kepada Ketua KI Sumut, pada 17 Maret 2023. Namun laporan itu baru ditanggapi KI Sumut dengan pemanggilan untuk menjelaskan laporan tersebut pada 6 April 2023. LA pun menyerahkan bukti-bukti dan saksi adanya pelanggaran etik kepada Abdul Haris Nasution, Ketua KI Sumut, secara langsung di kantornya, usai memberikan penjelasan.

Rapat pleno KI Sumut pada 11 April 2023, memutuskan, tidak ada pelanggaran kode etik oleh kedua Komisioner KI Sumut seperti yang dilaporkan LA. Dan menilai kasus itu hanya masalah internal rumah tangga. KI Sumut juga menggelar konferensi pers pada 13 April 2023, untuk menyampaikan hasil keputusan mereka, dan di hari yang sama, SS melaporkan LA, istrinya, ke Polrestabes Medan atas dugaan pencemaran nama baik dengan UU ITE.

Lebih lanjut Lely menilai, putusan KI Sumut sangat prematur dan memihak. Dia mempertanyakan bagaimana KI Sumut memutus ada atau tidaknya pelanggaran etik jika Majelis Etiknya tidak dibentuk? Sesuai PerKI No 3 Tahun 2016, harusnya laporan LA diputuskan oleh Majelis Etik yang terdiri dari akademisi, praktisi, dan tokoh masyarakat.

“Ini kan namanya jeruk makan jeruk. Selain itu, KI Sumut menunjukkan ketidakprofesionalan, ketidakcermatan, dan ketidakpahaman dalam menangani pengaduan laporan dugaan pelanggaran Kode Etik, sebagaimana diatur dalam Peraturan Komisi Informasi No 3 Tahun 2016, dengan penyikapan laporan melebihi batas waktu dan menggelar konferensi pers tentang putusan rapat pleno, sebelum menyerahkannya kepada pelapor. Karena integritas KI Sumut sudah kami anggap cacat, kami laporkan kasus ini ke KI Pusat,” pungkas Lely. (ila/saz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/