“Informasi ini sangat penting bagi kami, dan karena baru kali ini kami dengar ini tentu nantinya kami akan panggil instansi terkait Pemko Medan menjelaskannya,” ujar dia.
Menurut Salman, seandainya rusunawa tersebut dikelola dalam bentuk profit, sah-sah saja dilakukan. Tapi anehnya kata dia sampai kini PD Pembangunan justru belum pernah memberi profit bagi pendapatan asli daerah (PAD) Kota Medan, terlebih dari sektor tersebut.
“Jadi sifatnya masih sosial dan dalam rangka memberi tempat tinggal bagi warga yang belum punya rumah, serta warga yang ber-KTP Medan,” katanya.
Namun sambung politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, jika peruntukkan Rusunawa Kayuputih boleh diberikan kepada warga di luar Medan, berarti sifatnya sudah profit. Apalagi diketahui penghuninya banyak orang yang bekerja di Medan tetapi berasal dari luar Kota Medan. “Sementara sewanya sangat murah. Artinya APBD Kota Medan tidak dinikmati warga Medan. Tentunya kita perlu meminta klarifikasi dinas terkait, seperti Dinas Perkim-PR selaku pihak yang membangun dan PD Pembangunan selaku instansi yang berwenang mengurusi hal ini,” pungkasnya.
Diberitakan, Rusunawa Kayuputih telah dipenuhi penghuni dari luar kota Medan alias perantau. Anehnya, peruntukan rumah sederhana untuk keluarga prasejahtera itu dihuni oleh warga yang memiliki kehidupan mapan. Sehingga, kapasitas 400 kamar yang disediakan sudah menyalahi peruntuhan.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, Rabu (4/7), menyebutkan, sejak berdirinya rusunawa yang dikelola Dinas Perumahan dan Pemukiman, para penghuni yang menetap umumnya berasal dari luar kota yang bekerja di beberapa pabrik di Kawasan Industri Medan (KIM).
Seorang wanita mengaku, dirinya sudah berumah tangga telah menetap lebih dari 7 tahun. Mereka terpaksa menetap di rusunawa karena murah dan jangkauan untuk mencari nafkah tidak jauh.
“Saya ini dari Sidimpuan, suami saya kerja di KIM, kami tinggal di sini nyewanya Rp250 ribu per bulan. Karena murah makanya kami tinggal di sini,” kata wanita berusia 36 tahun itu. (prn/azw)