26.7 C
Medan
Sunday, May 19, 2024

Raja Anita tak Lari ke Luar Negeri

Selama DPO Berada di Medan

MEDAN-Raja Anita, tersangka kasus dugaan korupsi dana Bantuan Sosial (Bansos) di Sekda Pemprovsu ternyata tak pernah lari ke luar negeri. Selama menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO) dia hanya berada di Medan, tidak seperti informasi yang selama ini didapat.

Kepastian ini diungkapkan kuasa hukum staf Biro Keuangan Sekda Pemprovsu itu, SM Hasugian. “Dia di Medan dan di rumahnya. Tidak ada lari ke mana-mana. Dia tidak hadir (pemeriksaan) karena takut ditahan dan dibentak-bentak saat diperiksa,” jelas Hasugian di Kejatisu, Jumat (5/10).

Bahkan, selama dua bulan menghilang hingga ditetapkan sebagai DPO, Hasugian berkali-kali bertemu kliennya itu dikediamannya di Jalan Menteng Raya Medan Denai. Begitu juga rumah besar yang ditempati mereka saat ini merupakan warisan peninggalan suami Raja Anita yang pertama. Beberapa waktu kemudian, Raja Anita menikah dengan Ghozali yang saat ini menjabat Wakil Ketua KADIN Labuhanbatu Utara. “Rumah itu bukan hasil dana Bansos, tapi peninggalan suami pertamanya. Rumah itu sudah ada sejak 1995 lalu,” tegasnya.

Selain itu, Hasugian mengatakan Raja Anita tidak pernah menerima uang sebesar Rp255 juta sebagaimana yang disebutkan jumlah kerugian negara dari hasil pemotongan yang dilakukan kliennya dari 17 yayasan. Dana bansos itu ditransfer melalui ke rekening penerima bansos. Kliennya sendiri tidak memproses pencairan dana. “Itu tidak ada. Klien saya tidak tahu masalah pencairan. Ada memang transfer uang sebesar Rp40 juta dilakukan Gunawan ke rekening pribadi Raja Anita. Selain itu tidak ada,” jelasnya.

“Gunawan itu sendiri tidak jelas. Klien saya tidak kenal dengan Gunawan. Apakah sudah diperiksa atau belum, juga tidak tahu. Kami curiga ke sana. Saya juga heran kenapa tidak kenal kirim uang ke rekening Anita,” tambahnya.

Hasugian juga menjelaskan, terkait 17 proposal tersebut, Anita hanya membagikan syarat-syarat yang harus dipenuhi pemohon untuk mendapatkan dana bansos. Selebihnya tidak ada, apakah itu menggiring, memasukan proposal dan membantu mempercepat proses.

“Klien kami hanya staf. Tidak menentukan bisa atau tidaknya dicairkan bansos itu. Kenapa yang lain dan menentukan tidak dijadikan tersangka dan ditahan. Kalau proposal itu fiktif atau yayasan tidak jelas, kenapa dicairkan. Ini diproses dan prosesnya panjang. Seharusnya yang menentukan dijadikan tersangka,” tambahnya.

Bahkan, Hasugian kecewa dengan sikap penyidik Kejatisu yang melakukan penahanan tanpa sepengetahuannya. Saat dibawa ke Lapas Wanita Tanjunggusta, dirinya sedang mengajukan permohonan tahanan kota. Alasan pengajuan tahanan kota antara lain, punya anak yang duduk bangku SMP butuh perhatian, bekerja di kantor yang jelas yakni, sebagai staf Pempropsu. “Saya yang bawa kemari. Saat dibawa ke lapas, saya tidak tahu. Inikan sama dengan perampasan,” tegasnya.

Raja Anita tak Terdaftar di RSU Ibnu Sabil

Terkait dengan itu, Kasi Penkum Kejatisu Marcos Simaremare mengatakan, penyidik punya alasan kuat menjadikan seorang tersangka. Sebab, itu menyangkut status seseorang. Selain itu, ada bukti-bukti yang menguatkan keterlibatannya dalam perkara ini. “Itu pendapat dia. Sah-sah saja. Penyidik punya bukti kuat menjadikan seorang tersangka. Tidak mungkin menetapkan begitu saja,” kata Marcos.

Marcos menambahkan, saat ini Raja Anita masih ditahan di Lapas Wanita Klas IA Tanjunggusta Medan. Masalah permohonan, sah-sah saja. Apakah diterima atau tidak tergantung penyidik. Karena penyidik yang lebih tahu. “Dia tidak kooperatif, tidak sakit. Makanya ditahan. Penyidik punya alasan kuat melakukan penahanan,” tegasnya.

Sementara itu, dari keterangan Marcos Simaremara sebelumnya yang menyatakan kalau Raja Anita mengalami sakit berdasarkan surat sakit  dari RS Ibnu Saleh di Jalan HM Joni no 63-64 Medan,  ternyata tidak terbukti. Wartawan koran ini yang coba mengkonfirmasi kepada salah satu petugas IGD di RS, berinisial nama DE, mengungkapkan, kalau pasien yang bernama Raja Anita tidak ada melakukan check kesehatan.

Bahkan, untuk membuktikan ucapannya, DM yang juga dibantu oleh karyawan lainya memperlihatkan jurnal nama-nama pasien tersebut kepada wartawan koran ini. “Dari tanggal 20 November sampai 5 Oktober ini tidak ada pasien bernamanya Raja Anita,. Biasanya, semua pasien, baik pasien opname atau sekadar check kesehatan, tetap melalui IGD dan IGD kita 24 jam,”jelasnya.

Keterkaitan Raja Anita dalam kasus ini menggadaikan statusnya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dengan kata lain, statusnya itu bisa dicopot. Dengan catatan, bila nantinya Raja Anita dipastikan terlibat dan divonis bersalah dengan masa hukuman di atas lima tahun.

“Kita masih menunggu surat pemberitahuan dari Kejatisu. Dan itu belum ada diterima oleh Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Sumatera Utara (Provsu). Jika nantinya, jadi tersangka dan ditahan, diberlakukan pemberhentian sementara. Kalau vonisnya di bawah lima tahun, setelah bebas statusnya kembali jadi PNS. Kalau di atas lima tahun, bisa dilakukan pemberhentian,” tegas Kepala Bidang (Kabid) Pengadaan dan Pembinaan BKD Provsu, Kaiman Turnip, kemarin.

Turnip mengakui, jika Raja Anita sudah sekira satu bulan ini tidak terlihat aktif masuk kerja alias mangkir. “Ya sekitar sebulanlah. Kalau sanksi administratif dari absensinya, itu kepala SKPD dimana yang bersangkutan bertugas,” akunya.(far/mag-12/ari)

Lebih lanjut, dijelaskannya, bila nantinya surat penahanan dari Kejatisu sudah diterima BKD Provsu, yang menyatakan Raja Anita terlibat dan menjadi tersangka, kemudian secara otomatis tidak bisa bekerja, maka sanksi yang sudah dipastikan akan diberikan adalah pemotongan gaji sebesar 25 persen dari gaji yang biasa diterima Raja Anita.
“Kalau nanti ada surat penahanan dari kejatisu, gaji Raja Anita tetap diberikan namun hanya 75 persen,” katanya. (far/mag-12/ari)

Selama DPO Berada di Medan

MEDAN-Raja Anita, tersangka kasus dugaan korupsi dana Bantuan Sosial (Bansos) di Sekda Pemprovsu ternyata tak pernah lari ke luar negeri. Selama menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO) dia hanya berada di Medan, tidak seperti informasi yang selama ini didapat.

Kepastian ini diungkapkan kuasa hukum staf Biro Keuangan Sekda Pemprovsu itu, SM Hasugian. “Dia di Medan dan di rumahnya. Tidak ada lari ke mana-mana. Dia tidak hadir (pemeriksaan) karena takut ditahan dan dibentak-bentak saat diperiksa,” jelas Hasugian di Kejatisu, Jumat (5/10).

Bahkan, selama dua bulan menghilang hingga ditetapkan sebagai DPO, Hasugian berkali-kali bertemu kliennya itu dikediamannya di Jalan Menteng Raya Medan Denai. Begitu juga rumah besar yang ditempati mereka saat ini merupakan warisan peninggalan suami Raja Anita yang pertama. Beberapa waktu kemudian, Raja Anita menikah dengan Ghozali yang saat ini menjabat Wakil Ketua KADIN Labuhanbatu Utara. “Rumah itu bukan hasil dana Bansos, tapi peninggalan suami pertamanya. Rumah itu sudah ada sejak 1995 lalu,” tegasnya.

Selain itu, Hasugian mengatakan Raja Anita tidak pernah menerima uang sebesar Rp255 juta sebagaimana yang disebutkan jumlah kerugian negara dari hasil pemotongan yang dilakukan kliennya dari 17 yayasan. Dana bansos itu ditransfer melalui ke rekening penerima bansos. Kliennya sendiri tidak memproses pencairan dana. “Itu tidak ada. Klien saya tidak tahu masalah pencairan. Ada memang transfer uang sebesar Rp40 juta dilakukan Gunawan ke rekening pribadi Raja Anita. Selain itu tidak ada,” jelasnya.

“Gunawan itu sendiri tidak jelas. Klien saya tidak kenal dengan Gunawan. Apakah sudah diperiksa atau belum, juga tidak tahu. Kami curiga ke sana. Saya juga heran kenapa tidak kenal kirim uang ke rekening Anita,” tambahnya.

Hasugian juga menjelaskan, terkait 17 proposal tersebut, Anita hanya membagikan syarat-syarat yang harus dipenuhi pemohon untuk mendapatkan dana bansos. Selebihnya tidak ada, apakah itu menggiring, memasukan proposal dan membantu mempercepat proses.

“Klien kami hanya staf. Tidak menentukan bisa atau tidaknya dicairkan bansos itu. Kenapa yang lain dan menentukan tidak dijadikan tersangka dan ditahan. Kalau proposal itu fiktif atau yayasan tidak jelas, kenapa dicairkan. Ini diproses dan prosesnya panjang. Seharusnya yang menentukan dijadikan tersangka,” tambahnya.

Bahkan, Hasugian kecewa dengan sikap penyidik Kejatisu yang melakukan penahanan tanpa sepengetahuannya. Saat dibawa ke Lapas Wanita Tanjunggusta, dirinya sedang mengajukan permohonan tahanan kota. Alasan pengajuan tahanan kota antara lain, punya anak yang duduk bangku SMP butuh perhatian, bekerja di kantor yang jelas yakni, sebagai staf Pempropsu. “Saya yang bawa kemari. Saat dibawa ke lapas, saya tidak tahu. Inikan sama dengan perampasan,” tegasnya.

Raja Anita tak Terdaftar di RSU Ibnu Sabil

Terkait dengan itu, Kasi Penkum Kejatisu Marcos Simaremare mengatakan, penyidik punya alasan kuat menjadikan seorang tersangka. Sebab, itu menyangkut status seseorang. Selain itu, ada bukti-bukti yang menguatkan keterlibatannya dalam perkara ini. “Itu pendapat dia. Sah-sah saja. Penyidik punya bukti kuat menjadikan seorang tersangka. Tidak mungkin menetapkan begitu saja,” kata Marcos.

Marcos menambahkan, saat ini Raja Anita masih ditahan di Lapas Wanita Klas IA Tanjunggusta Medan. Masalah permohonan, sah-sah saja. Apakah diterima atau tidak tergantung penyidik. Karena penyidik yang lebih tahu. “Dia tidak kooperatif, tidak sakit. Makanya ditahan. Penyidik punya alasan kuat melakukan penahanan,” tegasnya.

Sementara itu, dari keterangan Marcos Simaremara sebelumnya yang menyatakan kalau Raja Anita mengalami sakit berdasarkan surat sakit  dari RS Ibnu Saleh di Jalan HM Joni no 63-64 Medan,  ternyata tidak terbukti. Wartawan koran ini yang coba mengkonfirmasi kepada salah satu petugas IGD di RS, berinisial nama DE, mengungkapkan, kalau pasien yang bernama Raja Anita tidak ada melakukan check kesehatan.

Bahkan, untuk membuktikan ucapannya, DM yang juga dibantu oleh karyawan lainya memperlihatkan jurnal nama-nama pasien tersebut kepada wartawan koran ini. “Dari tanggal 20 November sampai 5 Oktober ini tidak ada pasien bernamanya Raja Anita,. Biasanya, semua pasien, baik pasien opname atau sekadar check kesehatan, tetap melalui IGD dan IGD kita 24 jam,”jelasnya.

Keterkaitan Raja Anita dalam kasus ini menggadaikan statusnya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dengan kata lain, statusnya itu bisa dicopot. Dengan catatan, bila nantinya Raja Anita dipastikan terlibat dan divonis bersalah dengan masa hukuman di atas lima tahun.

“Kita masih menunggu surat pemberitahuan dari Kejatisu. Dan itu belum ada diterima oleh Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Sumatera Utara (Provsu). Jika nantinya, jadi tersangka dan ditahan, diberlakukan pemberhentian sementara. Kalau vonisnya di bawah lima tahun, setelah bebas statusnya kembali jadi PNS. Kalau di atas lima tahun, bisa dilakukan pemberhentian,” tegas Kepala Bidang (Kabid) Pengadaan dan Pembinaan BKD Provsu, Kaiman Turnip, kemarin.

Turnip mengakui, jika Raja Anita sudah sekira satu bulan ini tidak terlihat aktif masuk kerja alias mangkir. “Ya sekitar sebulanlah. Kalau sanksi administratif dari absensinya, itu kepala SKPD dimana yang bersangkutan bertugas,” akunya.(far/mag-12/ari)

Lebih lanjut, dijelaskannya, bila nantinya surat penahanan dari Kejatisu sudah diterima BKD Provsu, yang menyatakan Raja Anita terlibat dan menjadi tersangka, kemudian secara otomatis tidak bisa bekerja, maka sanksi yang sudah dipastikan akan diberikan adalah pemotongan gaji sebesar 25 persen dari gaji yang biasa diterima Raja Anita.
“Kalau nanti ada surat penahanan dari kejatisu, gaji Raja Anita tetap diberikan namun hanya 75 persen,” katanya. (far/mag-12/ari)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/