25.6 C
Medan
Friday, May 10, 2024

Ombudsman Soroti Sarana dan Fasum di Medan Dinilai Kurang Bermanfaat, hingga Mubazir

Istimewa/sumut pos
PERTEMUAN: Pertemuan Berkala ‘Kedan Ombudsman RI’ Perwakilan Sumut di Hotel Lee Polonia Medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ombudsman Perwakilan Sumut menyoroti sarana dan fasilitas umum (fasum) di Kota Medan yang dinilai tidak bermanfaat bagi masyarakat. Hal itu bahkan membuat fasilitas tersebut menjadi mubazir.

APALAGI, pembangunan tersebut menggunakan uang rakyat tapi tidak bisa digunakan oleh rakyat. Hal tersebut terungkap dalam Pertemuan Berkala ‘Kedan Ombudsman RI’ Perwakilan Sumut, yang mengambil topik Identifikasi dan Efektivitas Layanan Fasilitas Publik di Kota Medan , di Hotel Lee Polonia Medan, kemarin.

Pertemuan ini diikuti 20 orang Kedan Ombudsman dari berbagai elemen masyarakat. Kedan Ombudsman adalah jejaring Ombudsman yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat.

“Keberadaan sarana dan fasilitas umum sejatinya bermanfaat bagi masyarakat di suatu kota/daerah. Namun tidak sedikit sarana dan fasilitas umum yang dibangun dengan uang negara, justru tidak ada gunanya bagi masyarakat sebagai warga kota. Bahkan, ada di antaranya malah menyusahkan masyarakat itu sendiri,” kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar.

Abyadi menjelaskan, kota terbesar nomor 3 di Indonesia ini dan berpenduduk sekitar 2,9 juta orang ini, sarana dan fasilitas umum belum dapat dinikmati dan dirasakan masyarakat sesuai dengan kebutuhan warganya sendiri di Kota ini.

“Terdapat sejumlah sarana dan fasilitas umum yang keberadaannya dinilai kurang bermanfaat bagi warganya. Bahkan, ada sarana dan fasilitas umum yang justru menyusahkan masyarakat,” jelas Abyadi.

Dalam pertemuan tersebut, mengidentifikasi sarana dan fasilitas-fasilitas publik di Kota Medan yang keberadaannya sebetulnya sangat penting dan bermanfaat bagi masyarakat. “Misalnya, keberadaan trotoar bagi pejalan kaki, jalan pemandu bagi tunanetra (guiding block), ruang terbuka hijau (RTH) atau taman kota, jembatan penyeberangan (sky croos) dan tempat parkir di instansi pemerintah. Dari segi fungsi, keberadaan sarana dan fasilitas-fasilitas publik ini sangat penting bagi masyarakat,” kata Abyadi.

Namun faktanya, keberadaan beberapa fasilitas-fasilitas publik tersebut justru tidak bermanfaat bagi masyarakat. Padahal, Pemko Medan sudah menghabiskan banyak uang untuk membangun sarana dan fasilitas-fasilitas publik tersebut.

Ia mengungkapkan keberadaan trotoar di Kota Medan justru banyak tidak bisa digunakan pejalan kaki dengan berbagai penyebab. Misalnya, sudah menjadi tempat pedagang menggelar dagangan, menjadi lokasi parkir dan sebagainya. Begitu juga jalan pemandu bagi tunanetra (guiding block) yang juga sudah ditutup dagangan para pedagang.

“Saya akui, ada beberapa titik trotoar dan pemandu jalan bagi tunanetra yang sudah bagus. Seperti di sepanjang Jalan Sudirman, Jalan Diponegoro dan Jalan Imam Bonjol. Trotoar di kawasan ini benar-benar bersih dan dapat maksimal digunakan masyarakat pejalan kaki,” papar Abyadi.

Tapi juga harus diakui, banyak trotoar dan pemandu jalan bagi tunanetra yang dibangun di Kota Medan justru tidak ada gunanya. Karena faktanya tidak bisa digunakan pejalan kaki dan kelompok disabilitas karena beberapa faktor. Umumnya disebabkan, trotoar sudah ditutup dagangan pedagang.

“Begitu juga RTH/taman kota, harus diapresiasi. Beberapa tahun belakangan Pemko Medan terus melakukan penataan taman-taman kota di Medan, sehingga memperindah wajah kota. Namun, pengelolaan taman kota justru sering tidak nyaman bagi masyarakat akibat beberapa hal. Misalnya karena para pedagang yang tidak tertata, kurangnya kebersihan taman, toilet dan parkir yang bayar, dan sebagainya,” urai Abyadi.

Abyadi juga sangat menyoroti proyek pembangunan sky croos menghubungkan Stasiun Kereta Api (KA) Medan dengan Lapangan Merdeka. Yang kini, hanya menjadi bangunan yang tidak ada fungsi dan dibiarkan rusak begitu saja.”Sayangnya, sudah beberapa tahun pengerjaannya, tapi pembangunan sky croos ini terbengkalai. Sehingga, fasilitas umum ini menjadi tak bermanfaat,” kata Abyadi.

Tidak hanya itu, ada juga sarana umum yang justru menyusahkan masyarakat akibat terjadi kesalahan pengelolaan. Misalnya, adanya sejumlah ruas jalan yang menjadi pusat perbelanjaan atau pasar. Selain itu, ada juga beberapa ruas jalan yang menjadi lokasi parkir. Kondisi kedua fasilitas umum ini menimbulkan kemacetan yang justru akhirnya meresahkan masyarakat sebagai warga kota.

“Beberapa fakta ini membuktikan bahwa terdapat sejumlah sarana dan fasilitas fasilitas publik di Medan, keberadaannya sesungguhnya sangat dibutuhkan oleh masyarakat sebagai warga kota. Tapi akibat salah kelola dan tidak sesuai fungsinya, sarana dan fasilitas publik itu justru tidak ada gunanya bagi masyarakat. Bahkan, ada yang justru menyusahkan masyarakat karena menimbulkan dampak kemacetan,” tutur Abyadi.

Setelah mengidentifikasi sejumlah sarana dan fasilitas layanan publik di Medan, para peserta Pertemuan Berkala Kedan Ombudsman itu, sepakat akan menindaklanjuti kegiatan tersebut dengan melakukan kunjungan langsung ke lapangan.

“Kunjungan tersebut dimaksudkan untuk mengetahui kondisi fasilitas publik itu yang sebenarnya,” pungkas Abyadi.(gus/ila)

Istimewa/sumut pos
PERTEMUAN: Pertemuan Berkala ‘Kedan Ombudsman RI’ Perwakilan Sumut di Hotel Lee Polonia Medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ombudsman Perwakilan Sumut menyoroti sarana dan fasilitas umum (fasum) di Kota Medan yang dinilai tidak bermanfaat bagi masyarakat. Hal itu bahkan membuat fasilitas tersebut menjadi mubazir.

APALAGI, pembangunan tersebut menggunakan uang rakyat tapi tidak bisa digunakan oleh rakyat. Hal tersebut terungkap dalam Pertemuan Berkala ‘Kedan Ombudsman RI’ Perwakilan Sumut, yang mengambil topik Identifikasi dan Efektivitas Layanan Fasilitas Publik di Kota Medan , di Hotel Lee Polonia Medan, kemarin.

Pertemuan ini diikuti 20 orang Kedan Ombudsman dari berbagai elemen masyarakat. Kedan Ombudsman adalah jejaring Ombudsman yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat.

“Keberadaan sarana dan fasilitas umum sejatinya bermanfaat bagi masyarakat di suatu kota/daerah. Namun tidak sedikit sarana dan fasilitas umum yang dibangun dengan uang negara, justru tidak ada gunanya bagi masyarakat sebagai warga kota. Bahkan, ada di antaranya malah menyusahkan masyarakat itu sendiri,” kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar.

Abyadi menjelaskan, kota terbesar nomor 3 di Indonesia ini dan berpenduduk sekitar 2,9 juta orang ini, sarana dan fasilitas umum belum dapat dinikmati dan dirasakan masyarakat sesuai dengan kebutuhan warganya sendiri di Kota ini.

“Terdapat sejumlah sarana dan fasilitas umum yang keberadaannya dinilai kurang bermanfaat bagi warganya. Bahkan, ada sarana dan fasilitas umum yang justru menyusahkan masyarakat,” jelas Abyadi.

Dalam pertemuan tersebut, mengidentifikasi sarana dan fasilitas-fasilitas publik di Kota Medan yang keberadaannya sebetulnya sangat penting dan bermanfaat bagi masyarakat. “Misalnya, keberadaan trotoar bagi pejalan kaki, jalan pemandu bagi tunanetra (guiding block), ruang terbuka hijau (RTH) atau taman kota, jembatan penyeberangan (sky croos) dan tempat parkir di instansi pemerintah. Dari segi fungsi, keberadaan sarana dan fasilitas-fasilitas publik ini sangat penting bagi masyarakat,” kata Abyadi.

Namun faktanya, keberadaan beberapa fasilitas-fasilitas publik tersebut justru tidak bermanfaat bagi masyarakat. Padahal, Pemko Medan sudah menghabiskan banyak uang untuk membangun sarana dan fasilitas-fasilitas publik tersebut.

Ia mengungkapkan keberadaan trotoar di Kota Medan justru banyak tidak bisa digunakan pejalan kaki dengan berbagai penyebab. Misalnya, sudah menjadi tempat pedagang menggelar dagangan, menjadi lokasi parkir dan sebagainya. Begitu juga jalan pemandu bagi tunanetra (guiding block) yang juga sudah ditutup dagangan para pedagang.

“Saya akui, ada beberapa titik trotoar dan pemandu jalan bagi tunanetra yang sudah bagus. Seperti di sepanjang Jalan Sudirman, Jalan Diponegoro dan Jalan Imam Bonjol. Trotoar di kawasan ini benar-benar bersih dan dapat maksimal digunakan masyarakat pejalan kaki,” papar Abyadi.

Tapi juga harus diakui, banyak trotoar dan pemandu jalan bagi tunanetra yang dibangun di Kota Medan justru tidak ada gunanya. Karena faktanya tidak bisa digunakan pejalan kaki dan kelompok disabilitas karena beberapa faktor. Umumnya disebabkan, trotoar sudah ditutup dagangan pedagang.

“Begitu juga RTH/taman kota, harus diapresiasi. Beberapa tahun belakangan Pemko Medan terus melakukan penataan taman-taman kota di Medan, sehingga memperindah wajah kota. Namun, pengelolaan taman kota justru sering tidak nyaman bagi masyarakat akibat beberapa hal. Misalnya karena para pedagang yang tidak tertata, kurangnya kebersihan taman, toilet dan parkir yang bayar, dan sebagainya,” urai Abyadi.

Abyadi juga sangat menyoroti proyek pembangunan sky croos menghubungkan Stasiun Kereta Api (KA) Medan dengan Lapangan Merdeka. Yang kini, hanya menjadi bangunan yang tidak ada fungsi dan dibiarkan rusak begitu saja.”Sayangnya, sudah beberapa tahun pengerjaannya, tapi pembangunan sky croos ini terbengkalai. Sehingga, fasilitas umum ini menjadi tak bermanfaat,” kata Abyadi.

Tidak hanya itu, ada juga sarana umum yang justru menyusahkan masyarakat akibat terjadi kesalahan pengelolaan. Misalnya, adanya sejumlah ruas jalan yang menjadi pusat perbelanjaan atau pasar. Selain itu, ada juga beberapa ruas jalan yang menjadi lokasi parkir. Kondisi kedua fasilitas umum ini menimbulkan kemacetan yang justru akhirnya meresahkan masyarakat sebagai warga kota.

“Beberapa fakta ini membuktikan bahwa terdapat sejumlah sarana dan fasilitas fasilitas publik di Medan, keberadaannya sesungguhnya sangat dibutuhkan oleh masyarakat sebagai warga kota. Tapi akibat salah kelola dan tidak sesuai fungsinya, sarana dan fasilitas publik itu justru tidak ada gunanya bagi masyarakat. Bahkan, ada yang justru menyusahkan masyarakat karena menimbulkan dampak kemacetan,” tutur Abyadi.

Setelah mengidentifikasi sejumlah sarana dan fasilitas layanan publik di Medan, para peserta Pertemuan Berkala Kedan Ombudsman itu, sepakat akan menindaklanjuti kegiatan tersebut dengan melakukan kunjungan langsung ke lapangan.

“Kunjungan tersebut dimaksudkan untuk mengetahui kondisi fasilitas publik itu yang sebenarnya,” pungkas Abyadi.(gus/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/