25 C
Medan
Tuesday, June 18, 2024

Kisruh KPUM Kian Memanas Pengurus Saling Tuding

Para anggota Koperasi Pengangkutan Umum Medan (KPUM) kembali mempertanyakan keuangan yang dikelola manajemen koperasi tersebut. Kali ini, mereka menduga adanya permainan dalam hal pendapatan dari jasa pengurusan STNK dan jasa pengurusan spekasi pada tahun 2012.

“Kami juga heran mengapa dalam laporan keuangan pada Rapat Anggota Tahunan (RAT) 2012 lalu, tidak disebutkan berapa dana yang diperoleh dari pengurusan STNK dan Spekasi. Kemana semua uang tersebut,” ujar seorang anggota KPUM berinisial HS kepada Sumut Pos, Selasa (7/5).

Disebutkan, berdasarkan buku RAT tahun 2012 lalu, KPUM ada mengurus perpanjangan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) sebanyak 2.328 unit. Dalam pengurusan setiap unit kendaraan, dikenakan jasa pengurusan sebesar Rp 40.000. Artinya, dari jasa pengurusan perpanjangan STNK tersebut, KPUM memperoleh pemasukkan sebesar Rp 93.120.000.

Begitu juga dengan pengurusan speksi di Terminal Amplas dan Terminal Pinang Baris, ada sebanyak 3.817 unit kendaraan yang diurus petugas KPUM. Setiap pengurusan spekasi 6 bulan sekali tersebut, KPUM menerima jasa Rp 12.000 per unit. Artinya, KPUM juga memperoleh pendapatan sekitar Rp 45.040.000.

“Tapi dalam RAT kemarin, tidak disebutkan berapa besar uang yang diperoleh dari pengurusan STNK dan Speksi tersebut. Padahal, pada RAT tahun 2011 lalu, dengan jelas disebutkan berapa pemasukkan yang diperoleh dari kedua jasa itu. Kenapa tahun ini tidak ada?” tendasnya.

Anggota KPUM lainnya bernama H Silitonga juga mempertanyakan status 301 Buku Pemilik Kendaraan Bermorot (BPKB) yang hilang dari kantor Unit Simpan Pinjam KPUM di Pinang Baris. Hingga kini, mereka belum diberikan BPKB asli meski angsuran mobil tersebut telah lunas. “Kalau tidak juga diberikan, kami akan mengembalikan mobil ini kepada KPUM dan meminta uang pembayaran kami kembali,” tegasnya.

Dalam kesempatan ini, Silitonga sebagai pemilik mobil KPUM trayek 31 memohon kepada Kapolresta Medan untuk segera mengusut tuntas kasus kehilangan 301 BPKB tersebut. Dengan ketiadaan BPKB itu, mobil mereka dikatakan tidak akan laku bila dijual. “Polisi jangan hanya diam, harus segera usut tuntas kehilangan BPKB itu,” pintanya.

Anggota KPUM lainnya bermarga Purba justru mempertanyakan keberadaan Forum Peduli KPUM. Sebagai lembaga ekonomi, KPUM tidak selayaknya memiliki organisasi sayap. “Pak Ketua I sudah mengatakan pada RAT di Pardede Hall lalu bahwa KPUM ini merupakan lembaga ekonomi, tapi mengapa juga masih ada Forum Peduli KPUM, itu kan sama saja dengan organisasi sayap,” tegasnya.

Ditegaskan, anggota KPUM sekarang tidak mau dibodoh-bodohi lagi, seperti selama ini. Anggota KPUM dikatakan sudah mengerti dengan organisasi, meskipun sedikit. “Berdasarkan yang kami ketahui, dalam pengangkatan anggota yang sudah diberhentikan harus melalui Rapat Anggota. Tapi, pada RAT kemarin ada anggota yang sudah dipecat langsung duduk di mimbar, meski belum disahkan anggota. Organisasi macam apa ini,” sebutnya.

AD/RT KUPM Bertentangan Dengan UU

Selain itu, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga KPUM ternyata bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 tentang perkoperasian. Keran itu, Dins Koperasi Kota Medan mendesak agar pengurus KPUM segera merevisi AD/RT mereka.

“Ya, AD/RT KPUM itu bertentangan dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang perkoperasian. Karena itu, AD/RT tersebut harus direvisi. Kalau tidak, maka AD/RT tersebut tidak bisa diberlakukan,” ujar Kepala Dinas Koperasi Kota Medan, Tunggar Harahap kepada Sumut Pos.
Tunggar menyebutkan bahwa pihaknya sudah pernah meminta kepada pengurus KPUM untuk segera merevisi AD/RT tersebut. Namun, hingga kini belum juga dilakukan. “Dalam merevisi AD/RT tersebut, memang tidak bisa cepat. Tapi, kalau tidak direvisi, maka AD/RT itu tidak bisa diberlakukan. Kalau AD/RT tidak ada, koperasi itu tidak sah,” pungkasnya.

Sementara itu, pihak polisi sektor Sunggal belum dapat mengungkap kasus pencurian berangkas berisi 301 Buku Pemilik Kenderaan Bermotor (BPKB). Sementara pelapor dari kejadian itu, mengaku menemukan banyak kejanggalan atas pengusutan kasus yang dilaporkannya pada Kamis (21/2) lalu itu. Pasalnya, pelapor mengaku aneh dengan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) yang sudah diterimanya.

“SP2HP yang dikeluarkan tanggal 20 Maret, saya terima tanggal 23 April dan untuk SP2HP kedua tertanggal 22 April, saya terima pada tanggal 26 April. Selain itu, saya juga aneh dengan nomor SP2HP itu kok bisa sama yaitu bernomor 177 dan hanya bulannya saja berbeda. Oleh karena itu lah, saya curiga kalau kasus ini tidak ditangani dengan serius,” ungkap Kartini Siringoringo saat ditemui Sumut Pos, Selasa (7/5) siang.

Selain itu, Kartini juga mengaku kalau kejanggalan atas kasus yang dilaporkannya itu, sudah ditemuinya sejak awal kejadian.  Kartini mengaku kalau polisi hanya datang ke kantor mereka di Jalan Swadaya Kelurahan Lalang Kecamatan Sunggal untuk mempertanyakan barang-barang yang hilang. Namun, polisi tidak melakukan oleh tempat kejadian perkara (TKP) seperti pemeriksaan sidik jari dan mengamankan barang bukti.

“Jangankan mengambil sampel sidik jari, ada ceceran darah di depan pintu masuk kantor yang saya sampaikan pada polisi saja, mereka mengabaikannya. Bahkan, pemeriksaan terhadap saksi-saksi menurut saya sengaja diperlambat. Setelah saya diperiksa saat membuat laporan itu, saya tidak pernah lagi diperiksa,” tambah ibu satu anak itu.

Saat kejadian, Kartini menyebut ada sebuah sepeda motor jenis matic yang ditinggal di dalam kantor. Selain itu, dalam ruangan tempat penyimpanan brangkas itu, juga ada brangkas berisikan uang bernilai puluhan juta rupiah. Begitu juga dengan sejumlah barang berharga berupa 1 unit komputer dan sejumlah barang lainnya. Namun, yang membuat Kartini tidak habis pikir, hanya berangkas berisi 301 BPKB itu saja yang hilang.
“Pintu kantor itu dikunci dengan 2 gembok dan kedua gembok itu hilang. Hanya sedikit saja bagian pintu yang rusak. Bagian dalam kantor juga tidak berantakan sehingga menimbulkan kesan kalau brangkas itu sudah menjadi target. Kalau kecurigaan orang dalam, sebelumnya saya tidak terpikir itu,” lanjut wanita berusia 48 tahun itu.

Saat disinggung kecurigaannya kalau kasus itu melibatkan orang dalam, Kartini mengaku tidak ada memiliki kecurigaan itu. Namun, Kartini mengaku sempat didatangi oleh Ketua I KPUM, Jabmar Siburian yang sejak menjabat sebagai Ketua, tidak pernah mendatangi kantor Pinang Baris. Begitu juga dengan pasca kejadian, Kartini mengaku kalau dirinya mendatangi Jabmar Siburian untuk memberikan surat atas laporannya ke Polsek Sunggal.
Sementara itu, Kapolsek Sunggal Kompol Martin Luther Dachi yang dikonfirmasi mengaku, pihaknya masih menyelidiki kasus itu.

Pengurus Mulai Saling Tuding

Sementara itu, persoalan lainnya yang terjadi di tubuh Koperasi Pengangkutan Umum Medan (KPUM) semakin pelik. Kini, pengurus KPUM mulai saling tuding atas kebobrokan manajemen yang sudah berlangsung bertahun-tahun.

Kali ini, ‘serangan balik’ dilakukan Ketua Forum Peduli KPUM Herbert Lumbantobing dan Sekretarisnya Hendrik Simatupang.  Menurut mereka, segala tudingan kepada pengurus  seluruhnya merupakan fitnah yang keji dan pemutarbalikan fakta.

“Bukan saja pengurus yang terganggu, para pemilik angkot, mandor KPUM dan sopir pun merasa tersinggung karena oknum anggota KPUM bernama Martua Ambarita, terkesan telah berbuat sesuka hatinya saja seolah-olah ia yang punya KPUM ini,” ujar Herbert Lumbantobing kepada wartawan di Sekretariat FP KPUM ini di Jalan Bahagia By Pass, Selasa (7/5).

Misalnya saja, kata Herbert, soal LSM KIPAS (Komisi Investigasi Penyelamat Aset KPUM) yang dituding Ambarita tak jelas keberadaannya, pernyataan Ambarita itu sudah mencoreng mukanya sendiri. Sebab, KIPAS sendiri diketuai Martua Ambarita. Bahkan, lanjutnya, sejumlah informasi yang mereka dapat dari anggota KIPAS, didirikanya lembaga yang dulunya bertujuan mulia untuk menyelamatkan aset koperasi, belakangan oknum ketuanya sendiri yang disinyalir menjadikan KIPAS sebagai ajang ‘mengumpulkan’ kekayaan.”Saya dengar sendiri dari beberapa mantan anggota KIPAS, untuk uang tutup mulut saja, pengurus KPUM terdahulu diperas oknum pengurus KIPAS itu. Besarnya tidak disebutkan, namun kedengarannya mencapai Rp10 juta,” terangnya.

Kemudian, kata Herbert, pengurus yang sekarang tugasnya bukan mempertanggungjawabkan kesalahan pengurus terdahulu. Sebab, mana mungkin kesalahan masa lalu dilimpahkan kepada pengurus yang ada kini. “Bukannya mau menyalahkan kepengurusan yang lama, tapi setidak-tidaknya, Ambarita harus menyadari bahwa kesalahan para pengurus yang sudah meninggal dunia secara hirarki tidak mungkin harus dipertanggung jawabkan pengurus baru,” tegas Herbert.

Mengenai persoalan kelebihan uang simpanan anggota, lanjutnya, Herbert meminta agar Ambarita jangan seperti ‘musang berbulu ayam’. “Saudara Ambarita sebenarnya tahu aturan main di koperasi, tentunya sesuai AD/ART, dan kemana pula pos-pos uang simpanan anggota koperasi. Jadi, jangan pura-pura tidak tahu, kemudian melimpahkan persoalan itu seolah-olah menjadi beban pengurus. Semua kan ada aturan mainnya, mana bisa asal-asal ambil uang anggota,” ujar Herbert.

Sedangkan soal diangkatnya Rayana Simanjuntak  menjadi Ketua II KPUM, sudah kehendak pimpinan saat itu dan tidak melanggar aturan organisasi. “KalaupunMartua Ambarita belum mendapat kesempatan ikut jadi pengurus, mestinya bersabar dan tidak banyak mengumbar fitnah di mass media. Tahun 2014 ini kan masih ada peluang, kalau mau main silahkan saja, semua anggota memiliki hak yang sama  sesuai ketentuan AD/ ART KPUM,” tegasnya.

Berita sebelumnya,  Mandor Terminal Amplas KPUM Trayek 64, Martua Ambarita mengatakan, keboborokan KPUM cukup banyak. Salah satunya adalah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/RT). Dia juga mengatakan bahwa pengangkatan Rayana Boru Simanjuntak menjadi Ketua II KPUM pada 23 Oktober 2012 lalu tidaklah sah, karena bukan melalui RAT. Sesuai dengan Pasal 5 ayat 6 AD/RT KPUM disebutkan bahwa seorang anggota yang dipecat atau diberhentikan pengurus dapat kembali dipertimbangkan untuk menjadi anggota dalam RAT berikutnya.

M Ambarita menuding  pengurus KPUM membodoh-bodohi anggota soal pembayaran perumahan di dua komplek perumahan di Marelan dan Deli Tua. Meski anggota sudah membayar uang angsuran setiap bulan, tapi dalam laporan keuangan, utang yang timbul akibat pembangunan perumahan tersebut tetap tidak berkurang. “Kalau kami sudah membayar angsuran, seharusnya utang atas perumahan itu menjadi berkurang. Tapi, kondisinya berbeda, utang ke bank atas perumahan tidak pernah berkurang, tetap sama seperti harga awal. Jadi, angsuran kami kemana?” kata M Ambarita. (mag-7/mag-10/azw)

Para anggota Koperasi Pengangkutan Umum Medan (KPUM) kembali mempertanyakan keuangan yang dikelola manajemen koperasi tersebut. Kali ini, mereka menduga adanya permainan dalam hal pendapatan dari jasa pengurusan STNK dan jasa pengurusan spekasi pada tahun 2012.

“Kami juga heran mengapa dalam laporan keuangan pada Rapat Anggota Tahunan (RAT) 2012 lalu, tidak disebutkan berapa dana yang diperoleh dari pengurusan STNK dan Spekasi. Kemana semua uang tersebut,” ujar seorang anggota KPUM berinisial HS kepada Sumut Pos, Selasa (7/5).

Disebutkan, berdasarkan buku RAT tahun 2012 lalu, KPUM ada mengurus perpanjangan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) sebanyak 2.328 unit. Dalam pengurusan setiap unit kendaraan, dikenakan jasa pengurusan sebesar Rp 40.000. Artinya, dari jasa pengurusan perpanjangan STNK tersebut, KPUM memperoleh pemasukkan sebesar Rp 93.120.000.

Begitu juga dengan pengurusan speksi di Terminal Amplas dan Terminal Pinang Baris, ada sebanyak 3.817 unit kendaraan yang diurus petugas KPUM. Setiap pengurusan spekasi 6 bulan sekali tersebut, KPUM menerima jasa Rp 12.000 per unit. Artinya, KPUM juga memperoleh pendapatan sekitar Rp 45.040.000.

“Tapi dalam RAT kemarin, tidak disebutkan berapa besar uang yang diperoleh dari pengurusan STNK dan Speksi tersebut. Padahal, pada RAT tahun 2011 lalu, dengan jelas disebutkan berapa pemasukkan yang diperoleh dari kedua jasa itu. Kenapa tahun ini tidak ada?” tendasnya.

Anggota KPUM lainnya bernama H Silitonga juga mempertanyakan status 301 Buku Pemilik Kendaraan Bermorot (BPKB) yang hilang dari kantor Unit Simpan Pinjam KPUM di Pinang Baris. Hingga kini, mereka belum diberikan BPKB asli meski angsuran mobil tersebut telah lunas. “Kalau tidak juga diberikan, kami akan mengembalikan mobil ini kepada KPUM dan meminta uang pembayaran kami kembali,” tegasnya.

Dalam kesempatan ini, Silitonga sebagai pemilik mobil KPUM trayek 31 memohon kepada Kapolresta Medan untuk segera mengusut tuntas kasus kehilangan 301 BPKB tersebut. Dengan ketiadaan BPKB itu, mobil mereka dikatakan tidak akan laku bila dijual. “Polisi jangan hanya diam, harus segera usut tuntas kehilangan BPKB itu,” pintanya.

Anggota KPUM lainnya bermarga Purba justru mempertanyakan keberadaan Forum Peduli KPUM. Sebagai lembaga ekonomi, KPUM tidak selayaknya memiliki organisasi sayap. “Pak Ketua I sudah mengatakan pada RAT di Pardede Hall lalu bahwa KPUM ini merupakan lembaga ekonomi, tapi mengapa juga masih ada Forum Peduli KPUM, itu kan sama saja dengan organisasi sayap,” tegasnya.

Ditegaskan, anggota KPUM sekarang tidak mau dibodoh-bodohi lagi, seperti selama ini. Anggota KPUM dikatakan sudah mengerti dengan organisasi, meskipun sedikit. “Berdasarkan yang kami ketahui, dalam pengangkatan anggota yang sudah diberhentikan harus melalui Rapat Anggota. Tapi, pada RAT kemarin ada anggota yang sudah dipecat langsung duduk di mimbar, meski belum disahkan anggota. Organisasi macam apa ini,” sebutnya.

AD/RT KUPM Bertentangan Dengan UU

Selain itu, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga KPUM ternyata bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 tentang perkoperasian. Keran itu, Dins Koperasi Kota Medan mendesak agar pengurus KPUM segera merevisi AD/RT mereka.

“Ya, AD/RT KPUM itu bertentangan dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang perkoperasian. Karena itu, AD/RT tersebut harus direvisi. Kalau tidak, maka AD/RT tersebut tidak bisa diberlakukan,” ujar Kepala Dinas Koperasi Kota Medan, Tunggar Harahap kepada Sumut Pos.
Tunggar menyebutkan bahwa pihaknya sudah pernah meminta kepada pengurus KPUM untuk segera merevisi AD/RT tersebut. Namun, hingga kini belum juga dilakukan. “Dalam merevisi AD/RT tersebut, memang tidak bisa cepat. Tapi, kalau tidak direvisi, maka AD/RT itu tidak bisa diberlakukan. Kalau AD/RT tidak ada, koperasi itu tidak sah,” pungkasnya.

Sementara itu, pihak polisi sektor Sunggal belum dapat mengungkap kasus pencurian berangkas berisi 301 Buku Pemilik Kenderaan Bermotor (BPKB). Sementara pelapor dari kejadian itu, mengaku menemukan banyak kejanggalan atas pengusutan kasus yang dilaporkannya pada Kamis (21/2) lalu itu. Pasalnya, pelapor mengaku aneh dengan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) yang sudah diterimanya.

“SP2HP yang dikeluarkan tanggal 20 Maret, saya terima tanggal 23 April dan untuk SP2HP kedua tertanggal 22 April, saya terima pada tanggal 26 April. Selain itu, saya juga aneh dengan nomor SP2HP itu kok bisa sama yaitu bernomor 177 dan hanya bulannya saja berbeda. Oleh karena itu lah, saya curiga kalau kasus ini tidak ditangani dengan serius,” ungkap Kartini Siringoringo saat ditemui Sumut Pos, Selasa (7/5) siang.

Selain itu, Kartini juga mengaku kalau kejanggalan atas kasus yang dilaporkannya itu, sudah ditemuinya sejak awal kejadian.  Kartini mengaku kalau polisi hanya datang ke kantor mereka di Jalan Swadaya Kelurahan Lalang Kecamatan Sunggal untuk mempertanyakan barang-barang yang hilang. Namun, polisi tidak melakukan oleh tempat kejadian perkara (TKP) seperti pemeriksaan sidik jari dan mengamankan barang bukti.

“Jangankan mengambil sampel sidik jari, ada ceceran darah di depan pintu masuk kantor yang saya sampaikan pada polisi saja, mereka mengabaikannya. Bahkan, pemeriksaan terhadap saksi-saksi menurut saya sengaja diperlambat. Setelah saya diperiksa saat membuat laporan itu, saya tidak pernah lagi diperiksa,” tambah ibu satu anak itu.

Saat kejadian, Kartini menyebut ada sebuah sepeda motor jenis matic yang ditinggal di dalam kantor. Selain itu, dalam ruangan tempat penyimpanan brangkas itu, juga ada brangkas berisikan uang bernilai puluhan juta rupiah. Begitu juga dengan sejumlah barang berharga berupa 1 unit komputer dan sejumlah barang lainnya. Namun, yang membuat Kartini tidak habis pikir, hanya berangkas berisi 301 BPKB itu saja yang hilang.
“Pintu kantor itu dikunci dengan 2 gembok dan kedua gembok itu hilang. Hanya sedikit saja bagian pintu yang rusak. Bagian dalam kantor juga tidak berantakan sehingga menimbulkan kesan kalau brangkas itu sudah menjadi target. Kalau kecurigaan orang dalam, sebelumnya saya tidak terpikir itu,” lanjut wanita berusia 48 tahun itu.

Saat disinggung kecurigaannya kalau kasus itu melibatkan orang dalam, Kartini mengaku tidak ada memiliki kecurigaan itu. Namun, Kartini mengaku sempat didatangi oleh Ketua I KPUM, Jabmar Siburian yang sejak menjabat sebagai Ketua, tidak pernah mendatangi kantor Pinang Baris. Begitu juga dengan pasca kejadian, Kartini mengaku kalau dirinya mendatangi Jabmar Siburian untuk memberikan surat atas laporannya ke Polsek Sunggal.
Sementara itu, Kapolsek Sunggal Kompol Martin Luther Dachi yang dikonfirmasi mengaku, pihaknya masih menyelidiki kasus itu.

Pengurus Mulai Saling Tuding

Sementara itu, persoalan lainnya yang terjadi di tubuh Koperasi Pengangkutan Umum Medan (KPUM) semakin pelik. Kini, pengurus KPUM mulai saling tuding atas kebobrokan manajemen yang sudah berlangsung bertahun-tahun.

Kali ini, ‘serangan balik’ dilakukan Ketua Forum Peduli KPUM Herbert Lumbantobing dan Sekretarisnya Hendrik Simatupang.  Menurut mereka, segala tudingan kepada pengurus  seluruhnya merupakan fitnah yang keji dan pemutarbalikan fakta.

“Bukan saja pengurus yang terganggu, para pemilik angkot, mandor KPUM dan sopir pun merasa tersinggung karena oknum anggota KPUM bernama Martua Ambarita, terkesan telah berbuat sesuka hatinya saja seolah-olah ia yang punya KPUM ini,” ujar Herbert Lumbantobing kepada wartawan di Sekretariat FP KPUM ini di Jalan Bahagia By Pass, Selasa (7/5).

Misalnya saja, kata Herbert, soal LSM KIPAS (Komisi Investigasi Penyelamat Aset KPUM) yang dituding Ambarita tak jelas keberadaannya, pernyataan Ambarita itu sudah mencoreng mukanya sendiri. Sebab, KIPAS sendiri diketuai Martua Ambarita. Bahkan, lanjutnya, sejumlah informasi yang mereka dapat dari anggota KIPAS, didirikanya lembaga yang dulunya bertujuan mulia untuk menyelamatkan aset koperasi, belakangan oknum ketuanya sendiri yang disinyalir menjadikan KIPAS sebagai ajang ‘mengumpulkan’ kekayaan.”Saya dengar sendiri dari beberapa mantan anggota KIPAS, untuk uang tutup mulut saja, pengurus KPUM terdahulu diperas oknum pengurus KIPAS itu. Besarnya tidak disebutkan, namun kedengarannya mencapai Rp10 juta,” terangnya.

Kemudian, kata Herbert, pengurus yang sekarang tugasnya bukan mempertanggungjawabkan kesalahan pengurus terdahulu. Sebab, mana mungkin kesalahan masa lalu dilimpahkan kepada pengurus yang ada kini. “Bukannya mau menyalahkan kepengurusan yang lama, tapi setidak-tidaknya, Ambarita harus menyadari bahwa kesalahan para pengurus yang sudah meninggal dunia secara hirarki tidak mungkin harus dipertanggung jawabkan pengurus baru,” tegas Herbert.

Mengenai persoalan kelebihan uang simpanan anggota, lanjutnya, Herbert meminta agar Ambarita jangan seperti ‘musang berbulu ayam’. “Saudara Ambarita sebenarnya tahu aturan main di koperasi, tentunya sesuai AD/ART, dan kemana pula pos-pos uang simpanan anggota koperasi. Jadi, jangan pura-pura tidak tahu, kemudian melimpahkan persoalan itu seolah-olah menjadi beban pengurus. Semua kan ada aturan mainnya, mana bisa asal-asal ambil uang anggota,” ujar Herbert.

Sedangkan soal diangkatnya Rayana Simanjuntak  menjadi Ketua II KPUM, sudah kehendak pimpinan saat itu dan tidak melanggar aturan organisasi. “KalaupunMartua Ambarita belum mendapat kesempatan ikut jadi pengurus, mestinya bersabar dan tidak banyak mengumbar fitnah di mass media. Tahun 2014 ini kan masih ada peluang, kalau mau main silahkan saja, semua anggota memiliki hak yang sama  sesuai ketentuan AD/ ART KPUM,” tegasnya.

Berita sebelumnya,  Mandor Terminal Amplas KPUM Trayek 64, Martua Ambarita mengatakan, keboborokan KPUM cukup banyak. Salah satunya adalah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/RT). Dia juga mengatakan bahwa pengangkatan Rayana Boru Simanjuntak menjadi Ketua II KPUM pada 23 Oktober 2012 lalu tidaklah sah, karena bukan melalui RAT. Sesuai dengan Pasal 5 ayat 6 AD/RT KPUM disebutkan bahwa seorang anggota yang dipecat atau diberhentikan pengurus dapat kembali dipertimbangkan untuk menjadi anggota dalam RAT berikutnya.

M Ambarita menuding  pengurus KPUM membodoh-bodohi anggota soal pembayaran perumahan di dua komplek perumahan di Marelan dan Deli Tua. Meski anggota sudah membayar uang angsuran setiap bulan, tapi dalam laporan keuangan, utang yang timbul akibat pembangunan perumahan tersebut tetap tidak berkurang. “Kalau kami sudah membayar angsuran, seharusnya utang atas perumahan itu menjadi berkurang. Tapi, kondisinya berbeda, utang ke bank atas perumahan tidak pernah berkurang, tetap sama seperti harga awal. Jadi, angsuran kami kemana?” kata M Ambarita. (mag-7/mag-10/azw)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/