Batik Medan di Pameran dan Pasar UMKM
Sumatera Utara dengan heterogenitas di dalamnya menyimpan potensi yang cukup besar. Baik dari sisi kuliner juga kebudayaan yang dapat dimanfaatkan sebagai souvenir
INDRA JULI, MEDAN
Seperti yang dilakukan Anjar Suharman (29). Untuk meramaikan pameran dan pasar UMKM Provinsi Sumatera Utara 2011 yang digelar di Tapian Daya Pekan Raya Sumatera Utara (PRSU) Jalan Gatot Subroto Medan, 5-11 Juli. Berbagai corak ornamen kebudayaan dari seluruh etnis yang ada diangkat dan dipadukan pada berbagai wadah. Seperti kaos, kemeja, kain, mug, dan tas.
Menempati stan pertama di sisi kiri, tampak Anjar didampingi Nurmayanti tengah menyelesaikan pembatikan pada wadah kaos berwarna hitam. Beberapa karya yang sudah selesai dipajang di dinding stan. Dengan corak dan motif yang berbeda satu dengan lainnya. Apa itu pada kaos, kemeja, kain sarung, bahkan pada mug.
“Kita memang menggunakan system limited edition. Jadi tidak ada satu motif pun yang sama dengan demikian untuk memberikan rasa bangga bagi penggunanya. Karena hanya dia yang memiliki motif seperti itu,” buka Anjar.
Adapun corak yang dipasang juga unik. Di satu sisi terlihat seperti motif Melayu meskipun terkadang lebih menonjolkan corak kebudayaan Batak. Tak jarang pula berbagai motif tadi dirangkai menjadi satu kesatuan yang menarik untuk dimiliki. Memberikan kekhasan tersendiri mengenai asal karya tersebut yaitu Sumatera Utara khususnya Kota Medan. Layaknya Dagadu dari Yogyakarta, Jarik dari Jakarta, maupun Joger dari Bali.
Tidak seperti motif batik pada umumnya, Anjar justru menggunakan motif titik untuk membentuk pola yang sudah dibuat. Begitu pula dengan peralatan yang digunakan masih sangat sederhana. Untuk usaha yang baru dirilis awal Juni lalu ini Anjar hanya menggunakan suntik yang dicabut jarumnya. Ujung alat yang membang sudah bulat pun membentuk motif yang bulat pada wadah yang digunakan.
Untuk memudahkan pembuatan motif, pria berkulit hitam manis ini terlebih dahulu membentuk pola dengan karton tipis. Suntik yang sudah diisi tinta dengan warna yang diinginkan pun mengikuti pola tadi dengan jarak yang rapat. Seolah menjadi satu kesatuan di antara titik yang ada. Untuk pola lainnya, Anjar pun menggunakan warna yang berbeda sehingga tercipta satu paduan warna yang menarik.
Meskipun dengan alat yang sederhana, pria kelahiran Tulung Agung 19 April 1982 ini memastikan motif buatannya tidak mudah luntur. Pasalnya dirinya menggunakan cat luber yang dikhususkan untuk kain dan sepatu. Begitu juga dengan bahan kaos yang langsung didatangkan dari Pulau Jawa. Dirinya memberi garansi selama dua bulan untuk perbaikan motif bila terjadi kerusakan.
Namun dengan perawatan yang benar, batik Medan karya Anjar ini dapat bertahan dalam waktu lebih lama.
“Batik tidak harus gunakan tinta khusus. Justru hal itu membuat batik menjadi kurang menarik. Saya pikir corak dan ornamen dari masing-masing etnis di Sumatera Utara ini cukup menarik. Yang penting dalam perawatan. Setiap menyetrika akan lebih awet bila corak dilapis,” bebernya.
Tidak hanya dibaju, Anjar pun dapat membatik wadah lainnya seperti aksesoris ruangan, mug, sepatu juga helm. Begitu juga untuk bekas spanduk dimanfaatkan untuk membuat tas yang ditambah dengan batik. Tak heran karyanya itu mendapat apresiasi yang cukup besar. Sejak dibuka, Anjar sudah mencatat seribu lebih pesanan.
Begitu juga saat peluncuran ide di seputaran Marelan awal Juni lalu. Anjar pun mematok harga yang bervariasi mulai dari Rp80 ribu sampai Rp150 ribu untuk kaos. Dirinya juga dapat memenuhi pesanan dari masyarakat. Untuk menjaga pelanggan, setiap motif yang ada pun diperbaharui.
Keterlibatan Anjar dalam berkesenian khususnya seni rupa sudah dimulai di usia 13 tahun. Dimulai membuat topeng dari tanah liat kemudian merambah streofon, hingga dekorasi pra-wedding. Berbagai penghargaan pun pernah diraih seperti pada even tahunan yang digelar Jawa Pos yang paling berkesan baginya. Pada 2004, dengan musik tradisional Anjar sudah menginjakkan kaki di empat negara yaitu Jepang, Singapura, Australia, dan India. (*)