28 C
Medan
Sunday, November 24, 2024
spot_img

Dewan Wajib Kembalikan Mobnas dan Uang Rumah

“Artinya, besaran itu tidak boleh melebihi dari yang ditetapkan Pemprov. Jika ternyata kita punya lebih tinggi, maka ada dibuat pernyataan bahwa mereka siap mengembalikan,” katanya.

Dibebernya, tarik menarik soal besaran tunjangan perumahan antara pemprov dan DPRD Sumut dikarenakan anggota dewan minta penetapan harga sewa rumah didekat rumah dinas Gubsu. Sementara Gubsu menyarankan penetapan harganya di daerah Taman Setia Budi (Tasbi), dekat rumah dinas Wagubsu. Khusus DPRD Medan sendiri, lanjut Akhyar, besarannya dipetakan sesuai harga rumah di sekitar Jalan Sudirman, atau dekat rumah dinas wali kota.

“Ini yang belum jumpa (antara Gubsu dan legislatif). Kalau kita sudah tetapkan namun jika ternyata lebih tinggi, harus bersedia mengembalikan. Jadi wajar daerah lain sudah membuat perwal atas PP 18 ini, sebab besaran harga sewa rumah di Gunungsitoli atau Asahan tidak mungkin lebih tinggi dari Medan. Kota Medan kan barometer Sumut,” sebutnya.

Peningkatan kesejahteraan kalangan legislatif ini, diharapkan berjalan lurus dengan kinerja para wakil rakyat. Terlebih menurut pengamat anggaran Elfenda Ananda, jangan sampai APBD daerah terbebani karenanya.

“Sebenarnya ini cukup memberatkan daerah. Khusus daerah-daerah yang memiliki keuangan terbatas, akan mempersulit daerah itu berinovasi menyusun rencana belanja dan kepentingan masyarakat,” katanya.

Apalagi ia menyebut kenaikan ini cukup signifikan. Sebab seperti diketahui, kata dia bagaimana kualitas dan kemampuan anggota dewan saat ini.

“Apakah ini sudah dipertimbangkan sebelumnya atau tidak, ini yang perlu diketahui publik. Karena selama ini kegiatan mereka (dewan) banyak bersifat seremonial,” kata mantan Sekretaris FITRA Sumut itu.

Dicontohkannya, kualitas kinerja dewan bisa diukur pada hasil produk legislasi. Dimana lebih banyak untuk kebutuhan masyarakat luas dibanding kelompok.

Kemudian, komitmen memperjuangkan kepentingan rakyat yang tertindas, dibanding sekadar melakukan pencitraan semata.

“Harus kita akui, rapor anggota dewan kita hari ini sangat buruk. Susah ditemukan yang vokal memperjuangkan hak dan kepentingan rakyat. Produk hukum yang disahkan juga hanya sekadar kuantitas bukan kualitas. Belum lagi lemahnya mereka mengawal dan mengawasi kinerja aparatur pemerintah,” katanya.

Diketahui, pada 30 Mei 2017, Presiden Joko Widodo telah menandatangani PP No 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD. Dari PP ini diatur kesejahteraan ketua DPRD maupun anggota dewan dengan berbagai tunjungan kesejahteraan.(prn/ala)

“Artinya, besaran itu tidak boleh melebihi dari yang ditetapkan Pemprov. Jika ternyata kita punya lebih tinggi, maka ada dibuat pernyataan bahwa mereka siap mengembalikan,” katanya.

Dibebernya, tarik menarik soal besaran tunjangan perumahan antara pemprov dan DPRD Sumut dikarenakan anggota dewan minta penetapan harga sewa rumah didekat rumah dinas Gubsu. Sementara Gubsu menyarankan penetapan harganya di daerah Taman Setia Budi (Tasbi), dekat rumah dinas Wagubsu. Khusus DPRD Medan sendiri, lanjut Akhyar, besarannya dipetakan sesuai harga rumah di sekitar Jalan Sudirman, atau dekat rumah dinas wali kota.

“Ini yang belum jumpa (antara Gubsu dan legislatif). Kalau kita sudah tetapkan namun jika ternyata lebih tinggi, harus bersedia mengembalikan. Jadi wajar daerah lain sudah membuat perwal atas PP 18 ini, sebab besaran harga sewa rumah di Gunungsitoli atau Asahan tidak mungkin lebih tinggi dari Medan. Kota Medan kan barometer Sumut,” sebutnya.

Peningkatan kesejahteraan kalangan legislatif ini, diharapkan berjalan lurus dengan kinerja para wakil rakyat. Terlebih menurut pengamat anggaran Elfenda Ananda, jangan sampai APBD daerah terbebani karenanya.

“Sebenarnya ini cukup memberatkan daerah. Khusus daerah-daerah yang memiliki keuangan terbatas, akan mempersulit daerah itu berinovasi menyusun rencana belanja dan kepentingan masyarakat,” katanya.

Apalagi ia menyebut kenaikan ini cukup signifikan. Sebab seperti diketahui, kata dia bagaimana kualitas dan kemampuan anggota dewan saat ini.

“Apakah ini sudah dipertimbangkan sebelumnya atau tidak, ini yang perlu diketahui publik. Karena selama ini kegiatan mereka (dewan) banyak bersifat seremonial,” kata mantan Sekretaris FITRA Sumut itu.

Dicontohkannya, kualitas kinerja dewan bisa diukur pada hasil produk legislasi. Dimana lebih banyak untuk kebutuhan masyarakat luas dibanding kelompok.

Kemudian, komitmen memperjuangkan kepentingan rakyat yang tertindas, dibanding sekadar melakukan pencitraan semata.

“Harus kita akui, rapor anggota dewan kita hari ini sangat buruk. Susah ditemukan yang vokal memperjuangkan hak dan kepentingan rakyat. Produk hukum yang disahkan juga hanya sekadar kuantitas bukan kualitas. Belum lagi lemahnya mereka mengawal dan mengawasi kinerja aparatur pemerintah,” katanya.

Diketahui, pada 30 Mei 2017, Presiden Joko Widodo telah menandatangani PP No 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD. Dari PP ini diatur kesejahteraan ketua DPRD maupun anggota dewan dengan berbagai tunjungan kesejahteraan.(prn/ala)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/