27.8 C
Medan
Monday, May 20, 2024

Pertamina Tak Sosialisasi, Ombudsman Soroti Pembatasan BBM Premium

Pertamina

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ombudsman RI Perwakilan Sumut menyoroti pembatasan penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan jenis Premium. Hal ini dinilai memberikan dampak kepada masyarakat sendiri.

Untuk itu, PT Pertamina (Persero) selaku operator penyalur BBM diminta melakukan sosialisasi atas pembatasan tersebut Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar mengatakan, ia merasakan langsung dampak dari pembatasan penggunaan Premium membuat antrean panjang hingga ke badan jalan. Bahkan, membuat kemacetan.

“Waktu itu saya melintas di sebuah SPBU di Jalan Gatot Suboroto Medan. Macet pada ngatre untuk dapatkan Premium. Menurut saya, akibat kekurangan sosialisasi dilakukan oleh Pertamina kepada masyarakat,” tutur Abyadi.

Harusnya, setiap kebijakan itu, apa lagi menyangkut dengan publik luas, Pertamina harus ada sosialisasi kepada masyarakat agar masyarakat tidak terkejut.

Dengan pemberitahuan itu, menurut Abyadi, masyarakat akan menyesuaikan dengan kebijakan baru. Hal inilah yang belum dilakukan Pertamina. Meski setiap kebijakan akan memberikan dampak positif dan negatif. Namun, Perusahaan plat merah itu, harus menghindari dengan dampak negatifnya.

Sosialisasi, menurut Abyadi, bisa dilakukan dengan memberi tahu jam-jam setiap SPBU melayani pengisian BBM jenis Premium. Sehingga, pemberitahuan tersebut tidak membuat dampak kemacetan.

“Harus jelas informasinya, jangan sampai antrean panjang dengan kemacetan. Artinya, setidaknya kebijak-kebijakan baru ini, harus dilakukan sosialisasikan kepada publik, agar publik memahami dan publik menyesuaikan diri,” jelas Abyadi.

Terpisah, Unit Manager Communication & CSR Pertamina MOR I, Rudi Ariffianto saat dikonfirmasi Sumut Pos terkait pembatasan penggunaan Premium melalui telpon selularnya, enggan mengangkat telponnya. Begitu juga, dikonfirmasi via Whatapp juga tidak membalas pesan singkat tersebut.

Sebelumnya, Anggota DPRD Sumut Dapil Sumut I Yulizar Parlagutan Lubis menilai, apa yang disampaikan pihak Pertamina soal stok dengan kondisi di lapangan, sangat berbanding terbalik. Sebab, stok BBM Premium sampai 1,2 Kl per hari, namun di hampir semua SPBU ditempel pengumuman ‘Premium habis.

Karena itu, dirinya menuding perusahaan plat merah itu berbohong untuk menyembunyikan persoalan. Apalagi dengan kondisi ini, masyarakat terpaksa membeli BBM jenis Pertalite yang selisih harganya cukup tinggi. Khususnya, bagi kendaraan angkutan umum maupun becak bermotor.

Dikatakan Yulizar, dari beberapa SPBU, diketahuinya ramai antrean kendaraan umum seperti taksi dan angkot saat waktu tertentu seperti malam dan pagi hari. Keramaian itu, katanya, karena saat itu tersedia BBM Premium yang harganya Rp6.450, berbeda dengan Pertalite yang kini sudah mencapai Rp7.800 per liter.

Senada disampaikan Anggota DPRD Sumut dapil Sumut 9, Juliski Simorangkir. kondisi perekonomian yang sulit saat ini menurutnya akan semakin membebani masyarakat dengan kelangkaan Premium di lapangan. Apalagi di banyak SPBU, barang subsidi itu sudah tidak ditemui lagi di papan nama mesin pompa minyak. Saat ini, penyediaan bahan bakar lebih didominasi Pertalite, Pertamax dan Pertamax Turbo, termasuk jenis Solar yakni Dexlit dan Pertamina Dex.

“Jadi Pertamina harus jujur soal stok Premium ini. Kalau memang ada pasokan, maka jangan ditutup-tutupi. Jangan sampai membuat masyarakat gerah. Pertamina jangan berbohong,” tegasnya.

Pengamat Ekonomi, Gunawan Benjamin menilai, harusnya Pertamina memberikan penjelasan dengan melakukan sosialisasi terhadap pembatasan tersebut. Karena, sebagai masyarakat masih membutuhkan Premium sebagai BBM kendaraan bermotor. (gus/ila)

Pertamina

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ombudsman RI Perwakilan Sumut menyoroti pembatasan penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan jenis Premium. Hal ini dinilai memberikan dampak kepada masyarakat sendiri.

Untuk itu, PT Pertamina (Persero) selaku operator penyalur BBM diminta melakukan sosialisasi atas pembatasan tersebut Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar mengatakan, ia merasakan langsung dampak dari pembatasan penggunaan Premium membuat antrean panjang hingga ke badan jalan. Bahkan, membuat kemacetan.

“Waktu itu saya melintas di sebuah SPBU di Jalan Gatot Suboroto Medan. Macet pada ngatre untuk dapatkan Premium. Menurut saya, akibat kekurangan sosialisasi dilakukan oleh Pertamina kepada masyarakat,” tutur Abyadi.

Harusnya, setiap kebijakan itu, apa lagi menyangkut dengan publik luas, Pertamina harus ada sosialisasi kepada masyarakat agar masyarakat tidak terkejut.

Dengan pemberitahuan itu, menurut Abyadi, masyarakat akan menyesuaikan dengan kebijakan baru. Hal inilah yang belum dilakukan Pertamina. Meski setiap kebijakan akan memberikan dampak positif dan negatif. Namun, Perusahaan plat merah itu, harus menghindari dengan dampak negatifnya.

Sosialisasi, menurut Abyadi, bisa dilakukan dengan memberi tahu jam-jam setiap SPBU melayani pengisian BBM jenis Premium. Sehingga, pemberitahuan tersebut tidak membuat dampak kemacetan.

“Harus jelas informasinya, jangan sampai antrean panjang dengan kemacetan. Artinya, setidaknya kebijak-kebijakan baru ini, harus dilakukan sosialisasikan kepada publik, agar publik memahami dan publik menyesuaikan diri,” jelas Abyadi.

Terpisah, Unit Manager Communication & CSR Pertamina MOR I, Rudi Ariffianto saat dikonfirmasi Sumut Pos terkait pembatasan penggunaan Premium melalui telpon selularnya, enggan mengangkat telponnya. Begitu juga, dikonfirmasi via Whatapp juga tidak membalas pesan singkat tersebut.

Sebelumnya, Anggota DPRD Sumut Dapil Sumut I Yulizar Parlagutan Lubis menilai, apa yang disampaikan pihak Pertamina soal stok dengan kondisi di lapangan, sangat berbanding terbalik. Sebab, stok BBM Premium sampai 1,2 Kl per hari, namun di hampir semua SPBU ditempel pengumuman ‘Premium habis.

Karena itu, dirinya menuding perusahaan plat merah itu berbohong untuk menyembunyikan persoalan. Apalagi dengan kondisi ini, masyarakat terpaksa membeli BBM jenis Pertalite yang selisih harganya cukup tinggi. Khususnya, bagi kendaraan angkutan umum maupun becak bermotor.

Dikatakan Yulizar, dari beberapa SPBU, diketahuinya ramai antrean kendaraan umum seperti taksi dan angkot saat waktu tertentu seperti malam dan pagi hari. Keramaian itu, katanya, karena saat itu tersedia BBM Premium yang harganya Rp6.450, berbeda dengan Pertalite yang kini sudah mencapai Rp7.800 per liter.

Senada disampaikan Anggota DPRD Sumut dapil Sumut 9, Juliski Simorangkir. kondisi perekonomian yang sulit saat ini menurutnya akan semakin membebani masyarakat dengan kelangkaan Premium di lapangan. Apalagi di banyak SPBU, barang subsidi itu sudah tidak ditemui lagi di papan nama mesin pompa minyak. Saat ini, penyediaan bahan bakar lebih didominasi Pertalite, Pertamax dan Pertamax Turbo, termasuk jenis Solar yakni Dexlit dan Pertamina Dex.

“Jadi Pertamina harus jujur soal stok Premium ini. Kalau memang ada pasokan, maka jangan ditutup-tutupi. Jangan sampai membuat masyarakat gerah. Pertamina jangan berbohong,” tegasnya.

Pengamat Ekonomi, Gunawan Benjamin menilai, harusnya Pertamina memberikan penjelasan dengan melakukan sosialisasi terhadap pembatasan tersebut. Karena, sebagai masyarakat masih membutuhkan Premium sebagai BBM kendaraan bermotor. (gus/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/