25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Nelayan Sumut Kecam Menteri Susi

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
DEMO_Ratusan nelayan yang tergabung dalam Aliansi Nelayan Sumatera Utara berunjuk rasa di depan gedung DPRD Sumut, di Medan, Kamis (8/2). Mereka menolak keberadaan pukat harimau karena dapat mengurangi hasil tangkapan nelayan tradisional.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Protes terhadap sikap inkonsisten pmerintah dalam pelaksanaan Permen KP 71/2016 terus berlanjut. Jika sebelumnya seribuan nelayan tradisional berunjuk rasa ke DPRD Sumut menuntut penegakan aturan larangan alat tangkap ikan yang dinilai merusak, Kamis (8/2) kemarin, giliran kelompok nelayan lainnya dengan jumlah hampir sama, juga menuntut keadilan.

Dalam unjukrasa yang digelar di depan Kantor Gubernur dan Kantor DPRD Sumut itu, massa nelayan yang berasa dari Belawan, Pagurawan, Batubara, Tanjung Balai dan Sibolga meminta pemerintah memberikan jaminan kepada mereka agar bisa tetap melaut, sebab mata pencaharian andalan rakyat pesisir pantai itu kini tidak berjalan akibat adanya larangan penggunaan alat tangkap pukat tarik atau cantrang oleh pemerintah pusat.

“Kenapa di Jawa, cantrang itu diperbolehkan tetapi di Sumut tidak? Kami nelayan kecil, sementara negara inginkan ada industrialisasi hasil laut. Jalannya ya harus menggunakan alat canggih,” ujar Koordinator Aksi Aliansi Nelayan Sumut, Bambang Novianto dalam orasinya.

Bambang mengklaim, pihaknya sebagian nelayan kecil, hanya menangkap ikan dengan kapasitas 5 GT ke bawah. Sehingga menurutnya tidak adil jika dikatakan mereka menghabiskan ikan atau merusak biota laut. Namun akibat aturan tersebut, mereka sudah sebulan lebih tidak melaut hingga kemarin. Begitu juga dengan pekerjaan lain yang tidak memungkinkan dirinya dan rekan lainnya beralih profesi.

Saya disinggung soal pergantian alat tangkap ikan yang ramah lingkungan dan tidak merusak laut, Bambang menyebutkan bahwa mereka mencari ikan di jalur atau zona yang jauh dari pulau/dermaga. Hanya saja, mereka tidak ingin terjadi konflik berkepanjangan dengan nelayan tradisional yang juga merupakan saudara ‘seprofesi’, bahkan satu wilayah.

“Kita minta kepastian zona kalau memang tidak boleh mengambil ikan di lokasi tertentu. Karena kita contohkan seperti ciri khas ikan teri Medan, kalau menggunakan jaring kasar, mana mungkin dapat ikan teri,” katanya lagi.

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
DEMO_Ratusan nelayan yang tergabung dalam Aliansi Nelayan Sumatera Utara berunjuk rasa di depan gedung DPRD Sumut, di Medan, Kamis (8/2). Mereka menolak keberadaan pukat harimau karena dapat mengurangi hasil tangkapan nelayan tradisional.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Protes terhadap sikap inkonsisten pmerintah dalam pelaksanaan Permen KP 71/2016 terus berlanjut. Jika sebelumnya seribuan nelayan tradisional berunjuk rasa ke DPRD Sumut menuntut penegakan aturan larangan alat tangkap ikan yang dinilai merusak, Kamis (8/2) kemarin, giliran kelompok nelayan lainnya dengan jumlah hampir sama, juga menuntut keadilan.

Dalam unjukrasa yang digelar di depan Kantor Gubernur dan Kantor DPRD Sumut itu, massa nelayan yang berasa dari Belawan, Pagurawan, Batubara, Tanjung Balai dan Sibolga meminta pemerintah memberikan jaminan kepada mereka agar bisa tetap melaut, sebab mata pencaharian andalan rakyat pesisir pantai itu kini tidak berjalan akibat adanya larangan penggunaan alat tangkap pukat tarik atau cantrang oleh pemerintah pusat.

“Kenapa di Jawa, cantrang itu diperbolehkan tetapi di Sumut tidak? Kami nelayan kecil, sementara negara inginkan ada industrialisasi hasil laut. Jalannya ya harus menggunakan alat canggih,” ujar Koordinator Aksi Aliansi Nelayan Sumut, Bambang Novianto dalam orasinya.

Bambang mengklaim, pihaknya sebagian nelayan kecil, hanya menangkap ikan dengan kapasitas 5 GT ke bawah. Sehingga menurutnya tidak adil jika dikatakan mereka menghabiskan ikan atau merusak biota laut. Namun akibat aturan tersebut, mereka sudah sebulan lebih tidak melaut hingga kemarin. Begitu juga dengan pekerjaan lain yang tidak memungkinkan dirinya dan rekan lainnya beralih profesi.

Saya disinggung soal pergantian alat tangkap ikan yang ramah lingkungan dan tidak merusak laut, Bambang menyebutkan bahwa mereka mencari ikan di jalur atau zona yang jauh dari pulau/dermaga. Hanya saja, mereka tidak ingin terjadi konflik berkepanjangan dengan nelayan tradisional yang juga merupakan saudara ‘seprofesi’, bahkan satu wilayah.

“Kita minta kepastian zona kalau memang tidak boleh mengambil ikan di lokasi tertentu. Karena kita contohkan seperti ciri khas ikan teri Medan, kalau menggunakan jaring kasar, mana mungkin dapat ikan teri,” katanya lagi.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/