MEDAN, SUMUTPOS.CO- Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Kota Medan, Burhanuddin Sitepu meminta pihak rumah sakit untuk mengedepankan rasa kemanusiaan daripada materi, dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Jangan sampai, ada pasien yang membutuhkan perawatan intensif terabaikan gara-gara persoalan administratif.
Hal ini disampaikan Burhanuddin Sitepu menyikapi keluhan warga ketika melaksanakan Sosialisasi Peraturan Daerah (Sosperda) X Tahun 2024, Perda Nomor 04 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Kota Medan yang dilaksanakan bersama DPRD dan Pemerintah Daerah, di Jalan Bunga Mawar, Kelurahan PB Selayang II, Medan Selayang, Minggu (8/9/2024).
Saat itu, Fitri seorang relawan di bidang kesehatan, mengaku sedang membantu perawatan pasien gagal ginjal di salah satu rumah sakit di Medan. Jadi, pasien tersebut harus rutin melakukan cuci darah. “Selama ini, pasien tersebut cuci darah menggunakan layanan BPJS Kesehatan Mandiri kelas 3,” kata Fitri.
Namun pada Selasa (3/9) lalu, ketika ingin cuci darah lagi, pihak rumah sakit menolak karena pasien tersebut menunggak iuran BPJS kesehatan selama 2 bulan. “Saat dicek BPJS-nya, ternyata sudah menunggak dua bulan berjalan, yakni Agustus dan September,” jelas warga Kelurahan Gedung Johor ini.
Lantas, Fitri pun menemui petugas BPJS yang ada di rumah sakit tersebut. Oleh petugas BPJS itu, Fitri diminta untuk melunasi tunggakan iuran selama dua bulan. Namun, Fitri sempat juga meminta agar si pasien bisa dialihkan ke program UHC yang menjadi program kesehatan unggulan Pemko Medan itu, tapi pihak rumah sakit tetap menolak.
“Jadi kami disuruh melunasi iuran BPJS yang menunggak itu. Karena si pasien butuh cuci darah, akhirnya saya lah yang menanggulangi tunggakan iuran itu. Padahal, saya hanya relawan yang tidak mendapatkan gaji,” ungkapnya.
Untuk itu ke depannya, sebut Fitri, dia berharap agar pasien itu bisa dimasukkan dalam program UHC atau penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan. Pasalnya, pasien tersebut sudah tidak mampu lagi membayar iuran BPJS. “Ibu itu butuh cuci darah rutin seumur hidupnya. Mana mungkin saya terus yang menanggulangi iuran BPJS-nya. Sementara saya juga punya tanggungan keluarga juga,” ujarnya lirih.
Menyikapi keluhan ini, dr Rasta Tarigan mewakili Dinas Kesehatan Kota Medan mengatakan, ini memang menjadi dilema di masyarakat. Kepala UPT Puskesmas PB Selayang II ini menyarankan agar Fitri ke Puskesmas Padangbulan untuk menanyakan, apakah bisa si pasien menggunakan UHC. “Harusnya ini bisa,” tegas dr Rasta Tarigan.
Namun, sebutnya, harus dipahami juga bahwa tunggakan iuran BPJS kesehatan itu tidak serta merta diputihkan dengan adanya program UHC. “Itu tetap menjadi utang kita, dan harus dibayar,” tegasnya lagi.
Terkait pengalihan dari peserta mandiri ke peserta PBI, Rasta menyarankan agar mengurusnya ke Dinas Sosial Kota Medan. “Jadi ini bukan ranah Puskesmas atau Dinkes lagi, ini sudah ranahnya dinas sosial,” ujarnya sembari menyarankan agar segera mengurusnya ke dinas sosial.
Senada, Burhanuddin Sitepu juga menegaskan, tidak ada alasan rumah sakit untuk menolak pasien, apalagi pasien yang membutuhkan pelayanan intensif. “Kita minta kepada pihak rumah sakit dan dinas kesehatan untuk menyahuti keluhan ibu ini. Jangan sampai pasien yang butuh cuci darah secara rutin terkesan dipersulit,” tegasnya.
Apalagi, sebut Burhanuddin, dengan program UHC yang diluncurkan Wali Kota Medan, semua masyarakat Kota Medan sudah ditanggung pelayanan kesehatannya. “Kami di DPRD Medan sudah mengalokasikan anggaran untuk pelayanan kesehatan sebesar Rp1,2 triliun. Hari Selasa (10/9) nanti akan kami sahkan dalam sidang paripurna DPRD Medan. Ini bukan anggaran yang kecil,” ujarnya.
Dia berharap, dengan alokasi anggaran yang begitu besar, program UHC dapat lebih ditingkatkan sehingga tidak ada lagi masyarakat Kota Medan yang kesulitan untuk berobat ketika sakit. “Kesehatan ini adalah hak dasar masyarakat, sehingga jangan sampai hak-hak masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang prima terabaikan,” tandasnya. (adz)