25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

2.000-an Siswa Anut Agama Leluhur

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
PARMALIM_Sejumlah umat Parmalim seusai melaksanakan ibadah Marari di Bale Parsantian, Jalan Air Bersih Ujung Medan, Senin (9/4). Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa negara harus menjamin setiap penghayat kepercayaan dapat mengisi kolom agama dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK), untuk mewujudkan tertib administrasi kependudukan.

Guru Khusus

Perubahan kolom agama yang mengakomodir kelompok penganut kepercayaan, disambut positif sejumlah kalangan di Sumut, seperti Ombudsman dan DPRD Medan. Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut Abyadi Siregar mengatakan, perubahan kolom tersebut harus dilakukan karena sudah keputusan Mahkamah Konstitusional (MK). Pun demikian, tidak berhenti sampai di situ tetapi bagaimana keseluruhannya.

“Saya kira bagus memang dan itu merupakan bagian dari hak asasi. Akan tetapi, perlu dipikirkan rentetan ke depan. Misalnya, bagaimana dengan sektor pendidikan penganut kepercayaan itu sendiri,” ungkapnya saat dihubungi Sumut Pos, Senin (9/4).

Menurut Abyadi, pendidikan anak-anak penganut kepercayaan di sekolah, perlu dipikirkan. Misalnya, selama ini mereka dalam belajar agama, masuk dalam pelajaran agama Kristen atau Islam. Padahal, kepercayaan yang mereka anut bukan itu. “Ke depan tidak boleh lagi seperti itu. Harus ada guru yang khusus mengajarkan kepercayaan yang mereka anut. Oleh sebab itu, ini harus menjadi fokus pemerintahan dan perlu membahasnya lebih lanjut supaya terakomodir,” sebutnya.

Tak hanya itu, ketika penganut kepercayaan akan menikah, nantinya bagaimana. “Kementerian Agama harus menyusun langkah-langkahnya seperti apa dan bagaimana. Dengan kata lain, harus segera dibenahi,” ujarnya.

Ia menyebutkan, kemungkinan nantinya pada kolom agama dibuat garis miring kepercayaan (agama/kepercayaan). Jadi, bukan kolom agama yang diganti atau dihapus.

Hal berbeda disampaikan anggota DPRD Medan, H Jumadi. Ia mengaku tak setuju dengan adanya perubahan kolom agama pada KTP elektronik. Akan tetapi, lanjutnya, lantaran sudah menjadi keputusan MK maka sudah tentu harus dilaksanakan. “Sebenarnya sih tidak setuju, tapi apa boleh buat kalau sudah dikabulkan MK. Ya terserahlah kalau memang dibolehkan,” ujarnya.

Berkaitan dengan perubahan itu, menurutnya perlu payung hukum. “Kalau mereka menikah dan punya anak nanti, bagaimana? Tentu perlu pengakuan juga, dan ini merupakan rentetan kaitan ke depan yang harus dipikirkan,” kata Jumadi.

Anggota Komisi E DPRD Sumut, Juliski Simorangkir, menyebutkan penganut aliran kepercayaan di dapilnya masih dapat ditemui dan jumlahnya tidak sedikit. Parmalim misalnya, masih eksis di beberapa tempat, mulai dari ritual hingga tempat ibadah. “Mereka masih eksis. Itu hak mereka dan kita tidak bisa paksakan untuk memilih agama yang diakui,” katanya.

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
PARMALIM_Sejumlah umat Parmalim seusai melaksanakan ibadah Marari di Bale Parsantian, Jalan Air Bersih Ujung Medan, Senin (9/4). Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa negara harus menjamin setiap penghayat kepercayaan dapat mengisi kolom agama dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK), untuk mewujudkan tertib administrasi kependudukan.

Guru Khusus

Perubahan kolom agama yang mengakomodir kelompok penganut kepercayaan, disambut positif sejumlah kalangan di Sumut, seperti Ombudsman dan DPRD Medan. Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut Abyadi Siregar mengatakan, perubahan kolom tersebut harus dilakukan karena sudah keputusan Mahkamah Konstitusional (MK). Pun demikian, tidak berhenti sampai di situ tetapi bagaimana keseluruhannya.

“Saya kira bagus memang dan itu merupakan bagian dari hak asasi. Akan tetapi, perlu dipikirkan rentetan ke depan. Misalnya, bagaimana dengan sektor pendidikan penganut kepercayaan itu sendiri,” ungkapnya saat dihubungi Sumut Pos, Senin (9/4).

Menurut Abyadi, pendidikan anak-anak penganut kepercayaan di sekolah, perlu dipikirkan. Misalnya, selama ini mereka dalam belajar agama, masuk dalam pelajaran agama Kristen atau Islam. Padahal, kepercayaan yang mereka anut bukan itu. “Ke depan tidak boleh lagi seperti itu. Harus ada guru yang khusus mengajarkan kepercayaan yang mereka anut. Oleh sebab itu, ini harus menjadi fokus pemerintahan dan perlu membahasnya lebih lanjut supaya terakomodir,” sebutnya.

Tak hanya itu, ketika penganut kepercayaan akan menikah, nantinya bagaimana. “Kementerian Agama harus menyusun langkah-langkahnya seperti apa dan bagaimana. Dengan kata lain, harus segera dibenahi,” ujarnya.

Ia menyebutkan, kemungkinan nantinya pada kolom agama dibuat garis miring kepercayaan (agama/kepercayaan). Jadi, bukan kolom agama yang diganti atau dihapus.

Hal berbeda disampaikan anggota DPRD Medan, H Jumadi. Ia mengaku tak setuju dengan adanya perubahan kolom agama pada KTP elektronik. Akan tetapi, lanjutnya, lantaran sudah menjadi keputusan MK maka sudah tentu harus dilaksanakan. “Sebenarnya sih tidak setuju, tapi apa boleh buat kalau sudah dikabulkan MK. Ya terserahlah kalau memang dibolehkan,” ujarnya.

Berkaitan dengan perubahan itu, menurutnya perlu payung hukum. “Kalau mereka menikah dan punya anak nanti, bagaimana? Tentu perlu pengakuan juga, dan ini merupakan rentetan kaitan ke depan yang harus dipikirkan,” kata Jumadi.

Anggota Komisi E DPRD Sumut, Juliski Simorangkir, menyebutkan penganut aliran kepercayaan di dapilnya masih dapat ditemui dan jumlahnya tidak sedikit. Parmalim misalnya, masih eksis di beberapa tempat, mulai dari ritual hingga tempat ibadah. “Mereka masih eksis. Itu hak mereka dan kita tidak bisa paksakan untuk memilih agama yang diakui,” katanya.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/