28.9 C
Medan
Tuesday, May 7, 2024

Astaga… Ada Kebun Sawit di Air Terjun 2 Warna

Foto: Sabam/PM Korban tewas banjir bandang air terjun Dua Warna, Sibolangit, Deliserdang, Minggu (15/5/2016), ditemukan tertimpa batu besar.
Foto: Sabam/PM
Korban tewas banjir bandang air terjun Dua Warna, Sibolangit, Deliserdang, Minggu (15/5/2016), ditemukan tertimpa batu besar.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Wacana pembentukan panitia khusus (Pansus) kerusakan hutan oleh Komisi B DPRD Sumut makin kuat dengan penemuan perkebunan kelapa sawit di hutan lindung Sibolangit. Kawasan hutan yang menjadi akses menuju air terjun Dua Warna itupun sepertinya sudah lama rusak. Terbukti, pepohonan kelapa sawit sudah cukup besar.

Komisi B DPRD Sumut meninjau lokasi itu, setelah adanya laporan dari kumpulan mahasiswa pecinta alam (Mapala) se Sumut atas kerusakan hutan, sampai pada akhirnya terjadi banjir bandang dan menewaskan sejumlah orang yang mengunjungi lokasi. Sekretaris Komisi B DPRD Sumut, Aripay Tambunan mengaku terkejut melihat fakta di lapangan, apalagi hutan lindung sudah berubah fungsi menjadi lahan perkebunan sawit.

“Sepertinya hutan lindungnya sudah habis akibat praktik ilegal loging. Kenapa bisa tumbuh subur pepohonan sawit di hutan lindung? Punya siapa sebenarnya ini,“ katanya.

Aripay menyebut hasil temuan Komisi B ini akan ditindaklanjuti dengan memanggil instansi terkait. “Sebenarnya apa yang sudah terjadi di hutan lindung Sibolangit, sepertinya sudah ada pembiaran,“ tegasnya.

Bukan hanya di Sibolangit, hasil investigasi di Kabupaten Langkat, Deli Serdang, Labura, Simalungun, Madina dan lainnya, eksisting luas lahan hutan di lapangan sudah kritis.

“Berdasarkan SK 579 Menhut, lahan hutan yang ada di Sumut berjumlah 3 juta hektar lebih, namun kenyataan tinggal sepertiga luasnya,” ucap Aripay.

Anggota Komisi B, Ikrimah Hamidy mendesak agar segera dibentuk Pansus Kerusakan Hutan.“Biar kita tahu, berapa sesungguhnya luas hutan di Sumut serta mempercepat tata batas,” cetusnya. Apabila tidak disikapi, Politisi PKS itu khawatir akan banyak bencana alam atas kelalaian pendahulunya yang tidak serius melindungi ekosistem. (dik/smg/deo)

Foto: Sabam/PM Korban tewas banjir bandang air terjun Dua Warna, Sibolangit, Deliserdang, Minggu (15/5/2016), ditemukan tertimpa batu besar.
Foto: Sabam/PM
Korban tewas banjir bandang air terjun Dua Warna, Sibolangit, Deliserdang, Minggu (15/5/2016), ditemukan tertimpa batu besar.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Wacana pembentukan panitia khusus (Pansus) kerusakan hutan oleh Komisi B DPRD Sumut makin kuat dengan penemuan perkebunan kelapa sawit di hutan lindung Sibolangit. Kawasan hutan yang menjadi akses menuju air terjun Dua Warna itupun sepertinya sudah lama rusak. Terbukti, pepohonan kelapa sawit sudah cukup besar.

Komisi B DPRD Sumut meninjau lokasi itu, setelah adanya laporan dari kumpulan mahasiswa pecinta alam (Mapala) se Sumut atas kerusakan hutan, sampai pada akhirnya terjadi banjir bandang dan menewaskan sejumlah orang yang mengunjungi lokasi. Sekretaris Komisi B DPRD Sumut, Aripay Tambunan mengaku terkejut melihat fakta di lapangan, apalagi hutan lindung sudah berubah fungsi menjadi lahan perkebunan sawit.

“Sepertinya hutan lindungnya sudah habis akibat praktik ilegal loging. Kenapa bisa tumbuh subur pepohonan sawit di hutan lindung? Punya siapa sebenarnya ini,“ katanya.

Aripay menyebut hasil temuan Komisi B ini akan ditindaklanjuti dengan memanggil instansi terkait. “Sebenarnya apa yang sudah terjadi di hutan lindung Sibolangit, sepertinya sudah ada pembiaran,“ tegasnya.

Bukan hanya di Sibolangit, hasil investigasi di Kabupaten Langkat, Deli Serdang, Labura, Simalungun, Madina dan lainnya, eksisting luas lahan hutan di lapangan sudah kritis.

“Berdasarkan SK 579 Menhut, lahan hutan yang ada di Sumut berjumlah 3 juta hektar lebih, namun kenyataan tinggal sepertiga luasnya,” ucap Aripay.

Anggota Komisi B, Ikrimah Hamidy mendesak agar segera dibentuk Pansus Kerusakan Hutan.“Biar kita tahu, berapa sesungguhnya luas hutan di Sumut serta mempercepat tata batas,” cetusnya. Apabila tidak disikapi, Politisi PKS itu khawatir akan banyak bencana alam atas kelalaian pendahulunya yang tidak serius melindungi ekosistem. (dik/smg/deo)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/