25 C
Medan
Tuesday, May 21, 2024

Turun ke Jalan, Sadar Banyak Tunggakan Kasus

Foto: Rasyif/Sumut Pos pejabat dan staf di Kejati Sumut turun ke jalan membagi-bagikan baju kaos bertuliskan anti korupsi serta stiker-stiker bertuliskan penolakan terhadap korupsi, di bundaran air mancur di Jalan Gatot Subroto, Medan, Selasa (9/12/2014).
Foto: Rasyif/Sumut Pos
pejabat dan staf di Kejati Sumut turun ke jalan membagi-bagikan baju kaos bertuliskan anti korupsi serta stiker-stiker bertuliskan penolakan terhadap korupsi, di bundaran air mancur di Jalan Gatot Subroto, Medan, Selasa (9/12/2014).

Laporan: Bagus & Tamba

PARA pejabat dan staf di Kejati Sumut langsung turun ke jalan dengan membagi-bagikan baju kaos bertuliskan anti korupsi serta stiker-stiker bertuliskan penolakan terhadap korupsi.

Aksi bagi baju kaos dan stiker itu berkonsentrasi di bundaran air mancur di Jalan Gatot Subroto, Medan. Aksi ini tak main-main, Kepala Kejati Sumut Muhammad Yusni juga ikut turun ke jalan. Yusni ditemani wakilnya, para asisten, serta staf lainnya.

“Turun langsung ke jalan ini bagian dari tuga skami mengedukasi masyarakat agar menjauhi perilaku korupsi. Meskipun yang ditemui bukan dari kalangan pemerintahan, tapi beragam kalangan tak boleh buta pemahamannya tentang tindak pidana korupsi,” kata jaksa bintang dua ini di sela-sela aksi, Selasa (9/12/2014).

Selain menyebarkan kaos dan stiker, para jaksa ini juga membentangkan spanduk besar yang bertemakan bahaya korupsi dan akibatnya kepada rakyat. Dalam spanduk tersebut, Yusni terlihat mengimbau lapisan masyarakat agar sadar dan mengatakan ‘Tidak pada Korupsi’.

“Dalam pemberantasan korupsi, programnya bukan semata ditujukan kepada penegak hukum. Masyarakat luas harus melek juga. Dengan aksi ini saya ingatkan jangan ada pihak-pihak tertentu yang mencoba mempengaruhi jaksa dalam penuntasan kasus-kasus korupsi di Sumut. Praktik yang sering terjadi kan sebaliknya,” tegasnya.

Mengutip data selama 2014, Yusni mengungkapkan, Kejati Sumut sedang menyidiki 22 perkara korupsi, sedangkan 13 kasus lagi sudah dalam tahap penuntutan di tingkat peradilan. Ada peningkatan dibanding tahun sebelumnya yang hingga Desember 2013 hanya menangani 15 kasus ke tahap penyidikan.

“Kemarin (Senin, 8/12) kami sudah menahan tiga tersangka kasus korupsi pengadaan alat-alat kesehatan (alkes) . Berkasnya ini segera dikirimkan ke pengadilan. Dalam kasus Alkes di beberapa daerah di Sumut ada 12 orang tersangka. Ada yang belum ditahan karena menunggu hasil pemeriksaan,” paparnya.

Terkait pengembalian uang negara. Hingga awal Desember 2014, Kejatisu sudah menghimpun Rp9 miliar dari 21 kasus untuk selanjutnya dikembalikan ke kas negara. Selain dari perkara korupsi, Kejatisu juga menyelamatkan Rp23 miliar uang negara dari perkara perdata dan tata usaha.

Lantas kenapa turun ke jalan? Apakah ini bagian dari pencitraan? Sebagian jaksa yang dimintai pendapatnya yakin program pencegahan tindak pidana korupsi tidak hanya sebatas tindakan refresif, tapi juga preventif dan edukatif. Aspek preventif melekat pada bidang intelijen yang berkorelasi dengan penyuluhan hukum, sedangkan edukatif melibatkan aksi-aksi. ”Salah satunya ya seperti ini,” timpal seorang jaksa.

Tak sekadar turun ke jalan, selama aksi berlangsung, para jaksa juga meminta komentar dari masyarakat soal korupsi di Sumut. Hendra (38), seorang pengendara, menyebutkan tak susah memberantas korupsi di Sumut jika ada niat serius dari penegak hukum, apakah itu polisi atau jaksa.

“Sekarang ada nggak niatnya? Jangan setengah-setengah. Kalau mau total, ya satu kasus itu dibongkar samapai akar-akarnya. Sekarang masyarakat saja sudah bosan melihat tingkah penegak hukum. Korupsi bukannya makin kurang kok malah makin menjadi-jadi. Begitupun saya apresiasi langkah Kejati Sumut turun ke jalan. Ini artinya sekarang mereka mau terbuka,” tandasnya.

Tak cuma masyarakat yang kebetulan lewat di depan aksi para jaksa, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan ikut mengapresiasi langkah Kejati Sumut. Kendati masih banyak kasus korupsi yang jalan ditempat.

“Belum sesuai harapan masyarakat. Banyak kasus korupsi mengendap. Jangan sampai aksi hari ini cuma mendapat pujian sesaat,” ucap Direktur LBH Medan, Surya Adinata.

Lebih jauh, Surya mengkritisi kinerja penegak hukum di Sumut yang tidajk sinkron satu sama lain dalam memproses kasus-kasus korupsi.

“Ini belum termasuk penyidikan yang lamban, serta vonis ringan yang dijatuhkan hakim di Pengadilan Tipikor Medan. Stigma negatif terhadap penegak hukum di Sumut sulit dihilangkan. Ini beban dan PR besar para jaksa dan hakim,” tukasnya.

Di Sidikalang, puluhan masyarakat yang menamakan dirinya dari Forum Masyarakat Dairi Peduli Penegakan Hukum (FMD-PPH) melakukan aksi damai Selasa (9/12) dengan berkeliling di kota Sidikalang. Mereka menyampaikan aspirasi berupa tuntutan kepada para penegak hukum di wilayah Dairi lewat poster dan spanduk.

Forum yang juga elemen gabungan pegiat anti-korupsi itu menyampaikan tuntutan kasus yang mengendap di Kejaksaan Negeri Sidikalang, meliputi kasus kapal pesiar 2009 Dinas Pariwisata dengan nilai Rp500 juta, proyek pembibitan Dinas Kehutanan Dairi tahun 2011, kasus pupuk bersubsidi tahun 2012, pelaksanaan PNPM Kecamatan Siempat Nempu Dairi tahun 2013, kasus korupsi DAK Pendidikan tahun 2011, serta pengerjaan reboisasi Dinas Kehutanan Dairi tahun 2011.

Sedangkan untuk Polres Dairi, forum menyampaikan adanya 14 jenis kasus yang harus dituntaskan. Ada dugaan mark up anggaran 15 kecamatan sebesar Rp64 miliar yang dikelola 15 camat diduga untuk kepentingan Pilkada 2013, dugaan korupsi dana Bantuan Operasi Sekolah sebesar Rp40 miliar oleh 35 kepala sekolah, pengadaan sumur bor oleh Dinas Kesehatan tahun 2012, serta pungli dalam pencairan beasiswa miskin.

Memang, kasus korupsi di Sumut menyebar hingga pelosok daerah. Tak kenal kota atau kabupaten. Tak kenal pula sumber anggarannya. Apa itu alokasi proyek fisik atau anggaran bantuan pendidikan si miskin. Kasusnya hampir merata.

Dalam berbagai catatan Sumut Pos, kondisi Sumut saat ini masuk kategori zona merah dalam tindak pidana korupsi. Maka, seperti diingatkan Surya, amat sulit para penegak hukum memperbaiki citranya jika tak bekerja sungguh-sungguh dan menjatuhkan hukuman berat bagi para koruptor yang terbukti bersalah di pengadilan.

Pasalnya, pemberantasan korupsi diibaratkan pintu masuk menyejahterakan masyarakat. Selama ini miliaran atau bahakan triliunan rupiah uang hasil pajak dan sumber daya alam dinikmati secara ilegal lewat praktik curang pengelolaan negara.

Semakin hari modus korupsi semakin canggih dan licin. Jika tak ada gebrakan dengan niat memberikan efek jera, maka pemberantasan korupsi sebatas fatamorgana. Jauh panggang dari api, jauh dari harapan masyarakat.

Kepercayaan publik bagi para penegak hukum yang sesungguhnya terletak pada prestasi dan keberanian mereka menjatuhkan hukuman yang berat bagi pelaku korupsi. Mau seribu kali juga turun ke jalan, citra Kejaksaan dan penegak hukum lain tak akan berubah di mata masyarakat. (val)

Foto: Rasyif/Sumut Pos pejabat dan staf di Kejati Sumut turun ke jalan membagi-bagikan baju kaos bertuliskan anti korupsi serta stiker-stiker bertuliskan penolakan terhadap korupsi, di bundaran air mancur di Jalan Gatot Subroto, Medan, Selasa (9/12/2014).
Foto: Rasyif/Sumut Pos
pejabat dan staf di Kejati Sumut turun ke jalan membagi-bagikan baju kaos bertuliskan anti korupsi serta stiker-stiker bertuliskan penolakan terhadap korupsi, di bundaran air mancur di Jalan Gatot Subroto, Medan, Selasa (9/12/2014).

Laporan: Bagus & Tamba

PARA pejabat dan staf di Kejati Sumut langsung turun ke jalan dengan membagi-bagikan baju kaos bertuliskan anti korupsi serta stiker-stiker bertuliskan penolakan terhadap korupsi.

Aksi bagi baju kaos dan stiker itu berkonsentrasi di bundaran air mancur di Jalan Gatot Subroto, Medan. Aksi ini tak main-main, Kepala Kejati Sumut Muhammad Yusni juga ikut turun ke jalan. Yusni ditemani wakilnya, para asisten, serta staf lainnya.

“Turun langsung ke jalan ini bagian dari tuga skami mengedukasi masyarakat agar menjauhi perilaku korupsi. Meskipun yang ditemui bukan dari kalangan pemerintahan, tapi beragam kalangan tak boleh buta pemahamannya tentang tindak pidana korupsi,” kata jaksa bintang dua ini di sela-sela aksi, Selasa (9/12/2014).

Selain menyebarkan kaos dan stiker, para jaksa ini juga membentangkan spanduk besar yang bertemakan bahaya korupsi dan akibatnya kepada rakyat. Dalam spanduk tersebut, Yusni terlihat mengimbau lapisan masyarakat agar sadar dan mengatakan ‘Tidak pada Korupsi’.

“Dalam pemberantasan korupsi, programnya bukan semata ditujukan kepada penegak hukum. Masyarakat luas harus melek juga. Dengan aksi ini saya ingatkan jangan ada pihak-pihak tertentu yang mencoba mempengaruhi jaksa dalam penuntasan kasus-kasus korupsi di Sumut. Praktik yang sering terjadi kan sebaliknya,” tegasnya.

Mengutip data selama 2014, Yusni mengungkapkan, Kejati Sumut sedang menyidiki 22 perkara korupsi, sedangkan 13 kasus lagi sudah dalam tahap penuntutan di tingkat peradilan. Ada peningkatan dibanding tahun sebelumnya yang hingga Desember 2013 hanya menangani 15 kasus ke tahap penyidikan.

“Kemarin (Senin, 8/12) kami sudah menahan tiga tersangka kasus korupsi pengadaan alat-alat kesehatan (alkes) . Berkasnya ini segera dikirimkan ke pengadilan. Dalam kasus Alkes di beberapa daerah di Sumut ada 12 orang tersangka. Ada yang belum ditahan karena menunggu hasil pemeriksaan,” paparnya.

Terkait pengembalian uang negara. Hingga awal Desember 2014, Kejatisu sudah menghimpun Rp9 miliar dari 21 kasus untuk selanjutnya dikembalikan ke kas negara. Selain dari perkara korupsi, Kejatisu juga menyelamatkan Rp23 miliar uang negara dari perkara perdata dan tata usaha.

Lantas kenapa turun ke jalan? Apakah ini bagian dari pencitraan? Sebagian jaksa yang dimintai pendapatnya yakin program pencegahan tindak pidana korupsi tidak hanya sebatas tindakan refresif, tapi juga preventif dan edukatif. Aspek preventif melekat pada bidang intelijen yang berkorelasi dengan penyuluhan hukum, sedangkan edukatif melibatkan aksi-aksi. ”Salah satunya ya seperti ini,” timpal seorang jaksa.

Tak sekadar turun ke jalan, selama aksi berlangsung, para jaksa juga meminta komentar dari masyarakat soal korupsi di Sumut. Hendra (38), seorang pengendara, menyebutkan tak susah memberantas korupsi di Sumut jika ada niat serius dari penegak hukum, apakah itu polisi atau jaksa.

“Sekarang ada nggak niatnya? Jangan setengah-setengah. Kalau mau total, ya satu kasus itu dibongkar samapai akar-akarnya. Sekarang masyarakat saja sudah bosan melihat tingkah penegak hukum. Korupsi bukannya makin kurang kok malah makin menjadi-jadi. Begitupun saya apresiasi langkah Kejati Sumut turun ke jalan. Ini artinya sekarang mereka mau terbuka,” tandasnya.

Tak cuma masyarakat yang kebetulan lewat di depan aksi para jaksa, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan ikut mengapresiasi langkah Kejati Sumut. Kendati masih banyak kasus korupsi yang jalan ditempat.

“Belum sesuai harapan masyarakat. Banyak kasus korupsi mengendap. Jangan sampai aksi hari ini cuma mendapat pujian sesaat,” ucap Direktur LBH Medan, Surya Adinata.

Lebih jauh, Surya mengkritisi kinerja penegak hukum di Sumut yang tidajk sinkron satu sama lain dalam memproses kasus-kasus korupsi.

“Ini belum termasuk penyidikan yang lamban, serta vonis ringan yang dijatuhkan hakim di Pengadilan Tipikor Medan. Stigma negatif terhadap penegak hukum di Sumut sulit dihilangkan. Ini beban dan PR besar para jaksa dan hakim,” tukasnya.

Di Sidikalang, puluhan masyarakat yang menamakan dirinya dari Forum Masyarakat Dairi Peduli Penegakan Hukum (FMD-PPH) melakukan aksi damai Selasa (9/12) dengan berkeliling di kota Sidikalang. Mereka menyampaikan aspirasi berupa tuntutan kepada para penegak hukum di wilayah Dairi lewat poster dan spanduk.

Forum yang juga elemen gabungan pegiat anti-korupsi itu menyampaikan tuntutan kasus yang mengendap di Kejaksaan Negeri Sidikalang, meliputi kasus kapal pesiar 2009 Dinas Pariwisata dengan nilai Rp500 juta, proyek pembibitan Dinas Kehutanan Dairi tahun 2011, kasus pupuk bersubsidi tahun 2012, pelaksanaan PNPM Kecamatan Siempat Nempu Dairi tahun 2013, kasus korupsi DAK Pendidikan tahun 2011, serta pengerjaan reboisasi Dinas Kehutanan Dairi tahun 2011.

Sedangkan untuk Polres Dairi, forum menyampaikan adanya 14 jenis kasus yang harus dituntaskan. Ada dugaan mark up anggaran 15 kecamatan sebesar Rp64 miliar yang dikelola 15 camat diduga untuk kepentingan Pilkada 2013, dugaan korupsi dana Bantuan Operasi Sekolah sebesar Rp40 miliar oleh 35 kepala sekolah, pengadaan sumur bor oleh Dinas Kesehatan tahun 2012, serta pungli dalam pencairan beasiswa miskin.

Memang, kasus korupsi di Sumut menyebar hingga pelosok daerah. Tak kenal kota atau kabupaten. Tak kenal pula sumber anggarannya. Apa itu alokasi proyek fisik atau anggaran bantuan pendidikan si miskin. Kasusnya hampir merata.

Dalam berbagai catatan Sumut Pos, kondisi Sumut saat ini masuk kategori zona merah dalam tindak pidana korupsi. Maka, seperti diingatkan Surya, amat sulit para penegak hukum memperbaiki citranya jika tak bekerja sungguh-sungguh dan menjatuhkan hukuman berat bagi para koruptor yang terbukti bersalah di pengadilan.

Pasalnya, pemberantasan korupsi diibaratkan pintu masuk menyejahterakan masyarakat. Selama ini miliaran atau bahakan triliunan rupiah uang hasil pajak dan sumber daya alam dinikmati secara ilegal lewat praktik curang pengelolaan negara.

Semakin hari modus korupsi semakin canggih dan licin. Jika tak ada gebrakan dengan niat memberikan efek jera, maka pemberantasan korupsi sebatas fatamorgana. Jauh panggang dari api, jauh dari harapan masyarakat.

Kepercayaan publik bagi para penegak hukum yang sesungguhnya terletak pada prestasi dan keberanian mereka menjatuhkan hukuman yang berat bagi pelaku korupsi. Mau seribu kali juga turun ke jalan, citra Kejaksaan dan penegak hukum lain tak akan berubah di mata masyarakat. (val)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/