32 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Kasus Mobil Listrik Buat Inovasi Mati

TKT merupakan ukuran tingkat kesiapan teknologi yang diadopsi dari technology readiness levels (TRL) yang diterapkan NASA, lembaga penelitian luar angkasa Amerika Serikat.

”Pembuatan prototipe itu tidak bisa disamakan dengan pengadaan barang dan jasa biasa,” tegasnya. Dalam pengadaan barang dan jasa, tentu sudah ada barang versi komersialnya. Juga harus ada pemasoknya. ”Di Indonesia, kan belum ada produk komersial mobil listrik seperti yang dibuat Dasep. Alur berpikir seperti ini yang harus dipahami penegak hukum,” ujarnya.

Yazid melihat, yang dilakukan Dahlan sebenarnya sebuah terobosan yang luar biasa. Dalam hal mobil listrik, Dahlan memulai sesuatu yang belum dilakukan di dalam negeri. Apa yang dilakukan Dahlan itu kemudian direspons positif oleh para peneliti. ”Jadilah waktu itu sebuah gerakan. Kampus ramai-ramai membuat riset mobil listrik,” tutur dia.

Sementara itu, guru besar hukum dari Universitas Indonesia Prof Erman Rajagukguk menyatakan, yang terjadi dalam kasus mobil listrik disebabkan celah Undang-Undang Keuangan Negara. ”Undang-undang itu harus direvisi. Selama segala keuangan BUMN masih dianggap sebagai uang Negara, akan kacau,” katanya.

Celah itulah yang sering kali membuat direksi BUMN takut untuk mengambil kebijakan. Mereka takut disalahkan jika tindakan yang diambil menimbulkan kerugian. Sebab, penegak hukum sering menganggap segala kerugian BUMN yang berbentuk perseroan terbatas (PT) sebagai kerugian negara sehingga bisa menjadi pidana korupsi.

”Padahal, kerugian PT kan tidak bisa dihitung parsial. Perhitungannya dihitung selama setahun,” tegasnya. Kebanyakan kondisi seperti itu membuat BUMN sulit maju. Menurut Erman, di Amerika Serikat, Inggris, hingga Malaysia, keuangan BUMN sudah tidak lagi dianggap sebagai keuangan negara. (atm/c11/ang)

TKT merupakan ukuran tingkat kesiapan teknologi yang diadopsi dari technology readiness levels (TRL) yang diterapkan NASA, lembaga penelitian luar angkasa Amerika Serikat.

”Pembuatan prototipe itu tidak bisa disamakan dengan pengadaan barang dan jasa biasa,” tegasnya. Dalam pengadaan barang dan jasa, tentu sudah ada barang versi komersialnya. Juga harus ada pemasoknya. ”Di Indonesia, kan belum ada produk komersial mobil listrik seperti yang dibuat Dasep. Alur berpikir seperti ini yang harus dipahami penegak hukum,” ujarnya.

Yazid melihat, yang dilakukan Dahlan sebenarnya sebuah terobosan yang luar biasa. Dalam hal mobil listrik, Dahlan memulai sesuatu yang belum dilakukan di dalam negeri. Apa yang dilakukan Dahlan itu kemudian direspons positif oleh para peneliti. ”Jadilah waktu itu sebuah gerakan. Kampus ramai-ramai membuat riset mobil listrik,” tutur dia.

Sementara itu, guru besar hukum dari Universitas Indonesia Prof Erman Rajagukguk menyatakan, yang terjadi dalam kasus mobil listrik disebabkan celah Undang-Undang Keuangan Negara. ”Undang-undang itu harus direvisi. Selama segala keuangan BUMN masih dianggap sebagai uang Negara, akan kacau,” katanya.

Celah itulah yang sering kali membuat direksi BUMN takut untuk mengambil kebijakan. Mereka takut disalahkan jika tindakan yang diambil menimbulkan kerugian. Sebab, penegak hukum sering menganggap segala kerugian BUMN yang berbentuk perseroan terbatas (PT) sebagai kerugian negara sehingga bisa menjadi pidana korupsi.

”Padahal, kerugian PT kan tidak bisa dihitung parsial. Perhitungannya dihitung selama setahun,” tegasnya. Kebanyakan kondisi seperti itu membuat BUMN sulit maju. Menurut Erman, di Amerika Serikat, Inggris, hingga Malaysia, keuangan BUMN sudah tidak lagi dianggap sebagai keuangan negara. (atm/c11/ang)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/