23.1 C
Medan
Monday, January 20, 2025

Polisi Ultimatum, Napiter Pecah Dua

Salah satu napi saat di amankan.

Petugas di Bagian Pemberkasan

Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengungkap kelemahan di rutan di Mako Brimob Depok yang menyebabkan 5 orang polisi gugur. Tito mengatakan, 5 personil kepolisian yang gugur adalah polisi yang bertugas di bagian pemberkasan.

“Jadi anggota kita yang gugur yang 5 orang ini yang kita semua berduka, anggota ini sebetulnya bukan anggota tim penindak, pemukul, mereka adalah tim pemberkasan,” kata Tito dalam dalam jumpa pers di Mako Brimob, Depok, Jawa Barat, Kamis (10/5/2018) malam.

Dijelaskan Tito kelima polisi yang gugur sehari-hari bertugas melakukan pemberkasan terhadap napi yang dipersiapkan untuk menjalani persidangan. Meski demikian mereka juga memegang senjata api.

Para korban yang gugur ini bekerja di ruang pemeriksaan. Ruangan ini adalah tempat mereka mewawancarai napi dalam rangka pemberkasan. Di ruang ini juga ada sejumlah senjata yang merupakan barang bukti yang biasa ditunjukkan ke napi saat pemberkasan.

Menurut Tito saat para napi teroris melakukan kerusuhan, mereka langsung menyerang para polisi yang bertugas melakukan pemberkasan ini. Selain merampas senjata para sandera, mereka juga mengambil senjata dari ruang pemeriksaan tersebut yang merupakan barang bukti.

“Ada beberapa barang bukti senjata yang ditaruh di situ untuk ditunjukkan kepada para tersangka. Itu juga yang dirampas. Selama ini mungkin karena dianggap nggak ada masalah, hingga dilaksanakan, ya sebetulnya itu ada kelemahan di situ. Itu lah yang dirampas,” ujar Tito.

Menurut Jenderal Tito, rutan di area Mako Brimob, Depok, tidak layak dijadikan rutan untuk tahanan/napi terorisme.

“Yang menjadi bagian evaluasi dari kita, memang rutan Brimob ini sebetulnya tidak layak menjadi rutan teroris karena ini bukan maximum security,” kataya.

Rutan di area Mako Brimob menurut Tito dulunya difungsikan sebagai rutan bagi anggota Polri yang  terlibat pidana. Namun rutan ini difungsikan untuk menampung napi/tahanan terorisme.

“Saat itu pertimbangannya rutan ini berada di dalam lingkungan markas, jadi memang nggak bisa ke mana-mana. Tapi di dalam memang tidak layak bukan didesain untuk maximum security yang layaknya untuk teroris,” sambung Tito.

Yang kedua persoalan jumlah napi/tahanan yang melebihi kapasitas daya tampung rutan. Idealnywa Rutan menampung 64-90 orang. “Saya juga baru tahu sampai 155 orang di dalam itu, jadi sangat sumpek sekali,” sebut Tito.

Salah satu napi saat di amankan.

Petugas di Bagian Pemberkasan

Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengungkap kelemahan di rutan di Mako Brimob Depok yang menyebabkan 5 orang polisi gugur. Tito mengatakan, 5 personil kepolisian yang gugur adalah polisi yang bertugas di bagian pemberkasan.

“Jadi anggota kita yang gugur yang 5 orang ini yang kita semua berduka, anggota ini sebetulnya bukan anggota tim penindak, pemukul, mereka adalah tim pemberkasan,” kata Tito dalam dalam jumpa pers di Mako Brimob, Depok, Jawa Barat, Kamis (10/5/2018) malam.

Dijelaskan Tito kelima polisi yang gugur sehari-hari bertugas melakukan pemberkasan terhadap napi yang dipersiapkan untuk menjalani persidangan. Meski demikian mereka juga memegang senjata api.

Para korban yang gugur ini bekerja di ruang pemeriksaan. Ruangan ini adalah tempat mereka mewawancarai napi dalam rangka pemberkasan. Di ruang ini juga ada sejumlah senjata yang merupakan barang bukti yang biasa ditunjukkan ke napi saat pemberkasan.

Menurut Tito saat para napi teroris melakukan kerusuhan, mereka langsung menyerang para polisi yang bertugas melakukan pemberkasan ini. Selain merampas senjata para sandera, mereka juga mengambil senjata dari ruang pemeriksaan tersebut yang merupakan barang bukti.

“Ada beberapa barang bukti senjata yang ditaruh di situ untuk ditunjukkan kepada para tersangka. Itu juga yang dirampas. Selama ini mungkin karena dianggap nggak ada masalah, hingga dilaksanakan, ya sebetulnya itu ada kelemahan di situ. Itu lah yang dirampas,” ujar Tito.

Menurut Jenderal Tito, rutan di area Mako Brimob, Depok, tidak layak dijadikan rutan untuk tahanan/napi terorisme.

“Yang menjadi bagian evaluasi dari kita, memang rutan Brimob ini sebetulnya tidak layak menjadi rutan teroris karena ini bukan maximum security,” kataya.

Rutan di area Mako Brimob menurut Tito dulunya difungsikan sebagai rutan bagi anggota Polri yang  terlibat pidana. Namun rutan ini difungsikan untuk menampung napi/tahanan terorisme.

“Saat itu pertimbangannya rutan ini berada di dalam lingkungan markas, jadi memang nggak bisa ke mana-mana. Tapi di dalam memang tidak layak bukan didesain untuk maximum security yang layaknya untuk teroris,” sambung Tito.

Yang kedua persoalan jumlah napi/tahanan yang melebihi kapasitas daya tampung rutan. Idealnywa Rutan menampung 64-90 orang. “Saya juga baru tahu sampai 155 orang di dalam itu, jadi sangat sumpek sekali,” sebut Tito.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/