27 C
Medan
Saturday, December 21, 2024
spot_img

Tito Sudah Siapkan Pengganti

Risiko atau konsekuensi beban kerja yang berat, menurut Daeng, itu hal yang biasa dan harus diterima seorang pejabat publik. Apalagi, Tito mengatakan mampu dan siap menjadi kapolri saat ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo. “Sebetulnya manusiawi saja. Sebagai seorang manusia dia menyatakan capek, stres itu biasa. Tapi sebagai seorang kapolri, itu risiko jabatan,” tegas dia.

Untuk itu, Daeng berpendapat seharusnya Tito tidak menyatakan hal seperti itu di publik. “Kurang baik jika diumbar ke publik,” imbuhnya.

Sementara soal rencana pensiun dini tersebut diduga karena banyaknya tekanan dari pihak istana, Daeng mengaku dirinya enggan berspekulasi. Begitu pun anggapan pernyataan Tito tersebut lantaran adanya isu reshuffle kabinet kerja.

“Saya tidak mau berasumsi. Risiko jabatan tekanan biasa. Apakah dia mau lanjut sebagai kapolri atau mengajukan pensiun dini, itu hak Tito secara personal,” pungkas Daeng.

Sebelumnya diketahui, Tito menyatakan rencana dirinya yang ingin mengakhiri masa jabatannya sebelum 2022. Kata dia, organisasi Polri, butuh penyegaran. Artinya, perlu calon pemimpin baru. Amanah sebagai Kapolri, lanjutnya, memberikan tekanan yang berat.

“Saya sampaikan. Kalau saya boleh pilih, saya tidak ingin selesai sampai tahun 2022. Kenapa? Terlalu lama, tidak baik bagi organisasi, tidak baik bagi saya sendiri. Bayangin, saya jadi Kapolri 6 tahun, anggota organisasi bosen,” ungkap Tito usai upacara HUT Bhayangkara di Monas, Jakarta Pusat, Senin (10/7).

Organisasi Polri, kata Tito, butuh penyegaran. Artinya, perlu calon pemimpin baru. Amanah sebagai Kapolri, lanjutnya, memberikan tekanan yang berat. Sehingga memicu tingkat stres yang tinggi (stressfull). “Saya katakan, jadi Kapolri itu penuh dengan kehidupan stressfull. Banyak persoalan-persoalan. Nah, saya juga punya hak menikmati hidup bersama keluarga dalam kehidupan less stress full,” ungkap peraih Adhi Makayasa lulusan Akpol 1987 itu.

Pensiun dini, kata Tito, masih awam bagi masyarakat Indonesia. Bahkan, jadi bahan tertawaan. Mengingat, banyak pihak yang justru ingin memperpanjang masa pensiun. Namun, lanjut jenderal asal Palembang itu, di luar negeri merupakan hal yang diinginkan banyak orang.

“Di luar negeri justu kalau dia sudah kerja keras, dia pengen menikmati sisa hidupnya. Banyak yang pensiun dini dan itu tidak masalah. Bagi saya yang pernah sekolah di luar negeri, melihat kultur pensiun dini itu biasa,” papar mantan Kepala BNPT itu.(jpg/adz)

Risiko atau konsekuensi beban kerja yang berat, menurut Daeng, itu hal yang biasa dan harus diterima seorang pejabat publik. Apalagi, Tito mengatakan mampu dan siap menjadi kapolri saat ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo. “Sebetulnya manusiawi saja. Sebagai seorang manusia dia menyatakan capek, stres itu biasa. Tapi sebagai seorang kapolri, itu risiko jabatan,” tegas dia.

Untuk itu, Daeng berpendapat seharusnya Tito tidak menyatakan hal seperti itu di publik. “Kurang baik jika diumbar ke publik,” imbuhnya.

Sementara soal rencana pensiun dini tersebut diduga karena banyaknya tekanan dari pihak istana, Daeng mengaku dirinya enggan berspekulasi. Begitu pun anggapan pernyataan Tito tersebut lantaran adanya isu reshuffle kabinet kerja.

“Saya tidak mau berasumsi. Risiko jabatan tekanan biasa. Apakah dia mau lanjut sebagai kapolri atau mengajukan pensiun dini, itu hak Tito secara personal,” pungkas Daeng.

Sebelumnya diketahui, Tito menyatakan rencana dirinya yang ingin mengakhiri masa jabatannya sebelum 2022. Kata dia, organisasi Polri, butuh penyegaran. Artinya, perlu calon pemimpin baru. Amanah sebagai Kapolri, lanjutnya, memberikan tekanan yang berat.

“Saya sampaikan. Kalau saya boleh pilih, saya tidak ingin selesai sampai tahun 2022. Kenapa? Terlalu lama, tidak baik bagi organisasi, tidak baik bagi saya sendiri. Bayangin, saya jadi Kapolri 6 tahun, anggota organisasi bosen,” ungkap Tito usai upacara HUT Bhayangkara di Monas, Jakarta Pusat, Senin (10/7).

Organisasi Polri, kata Tito, butuh penyegaran. Artinya, perlu calon pemimpin baru. Amanah sebagai Kapolri, lanjutnya, memberikan tekanan yang berat. Sehingga memicu tingkat stres yang tinggi (stressfull). “Saya katakan, jadi Kapolri itu penuh dengan kehidupan stressfull. Banyak persoalan-persoalan. Nah, saya juga punya hak menikmati hidup bersama keluarga dalam kehidupan less stress full,” ungkap peraih Adhi Makayasa lulusan Akpol 1987 itu.

Pensiun dini, kata Tito, masih awam bagi masyarakat Indonesia. Bahkan, jadi bahan tertawaan. Mengingat, banyak pihak yang justru ingin memperpanjang masa pensiun. Namun, lanjut jenderal asal Palembang itu, di luar negeri merupakan hal yang diinginkan banyak orang.

“Di luar negeri justu kalau dia sudah kerja keras, dia pengen menikmati sisa hidupnya. Banyak yang pensiun dini dan itu tidak masalah. Bagi saya yang pernah sekolah di luar negeri, melihat kultur pensiun dini itu biasa,” papar mantan Kepala BNPT itu.(jpg/adz)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru