32 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Pemko-DPRD Jangan Gagal Paham

FILE/SUMUT POS
BALAIKOTA: Suasana Balai Kota Medan di Jalan Kapten Maulana Lubis.

MEDAN, SUMUTPOS.CO -DPRD Kota Medan diminta lebih jeli dalam melihat pembentukan peraturan daerah tentang corporate social responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), yang diusulkan Pemerintah Kota Medan.

Pasalnya, implementasi payung hukum ini dinilai tidak boleh membebani APBD Kota Medan. “Kalau sampai perda CSR ini diterapkan dengan membebani APBD, itu sama artinya Pemko dan DPRD telah blunder. Sebab CSR ini berasal dari tanggung jawab sosial perusahaan terhadap lingkungan sekitarnya,” ujar Pengamat Pemerintahan asal Universitas Sumatera Utara Agus Suriadi kepada Sumut Pos, Jumat (13/1), menyikapi soal pembentukkan ranperda tersebut.

Agus menjelaskan, jangan sampai DPRD gagal paham terhadap payung hukum CSR ini. Ada hal yang perlu dicermati seksama soal pengusulan Ranperda tersebut. “Ini (perda) sebenarnya peluang bagi Pemko untuk menjalin kerjasama dengan perusahaan. Namun apakah dana tersebut bisa jadi potensi pendapatan asli daerah (PAD), atau cuma untuk mengikat program CSR dunia usaha terhadap Pemko? Ini yang jadi pertanyaan kita,”  papar Agus.

Agus mengakui, banyak daerah sudah mengimplementasikan perda CSR ini. Salah satu tujuannya untuk mewujudkan pemerintahan yang baik. Yakni, terjalin kerja sama antara pemerintah, dunia usaha dan masyarakat. Akan tetapi, lanjut Agus, ketika APBD juga dibebankan terhadap program kemitraan yang akan dibangun, mengindikasikan bahwa Pemko Medan tidak kreatif dalam hal ini.

“Pada dasarnya CSR harus dapat membantu program kegiatan pemerintah daerah. Tujuannya bisa mempertemukan program dari perusahaan A umpamanya, lantas  dikoneksikan dengan program ataupun kegiatan Pemko Medan. Jadi apa gunanya CSR kalau tetap membebani APBD Pemko? Inikan aneh walaupun hanya sedikit APBD terpakai,” ujar akademisi Fisip USU tersebut.

Bagi dunia usaha, lanjut Agus, program CSR yang mereka buat apabaila bisa dikoneksikan dengan pemda setempat, sangat positif sebagai bentuk promosi dari perusahan bersangkutan. “Regulasi mengenai pemakaian dana CSR ini sebetulnya sudah ada (UU Nomor 40 tentang penanaman modal. Masak DPRD tidak pernah membaca aturan tersebut. Di mana guna mewujudkan pemerintahan yang baik, masyarakat dan dunia usaha bisa bekerja sama dengan diatur dalam sebuah ikatan. Hal ini tentu akan memperkuat posisi pemda,” katanya.

Sekda Kota Medan Syaiful Bahri mengatakan, tidak ada persoalan bila kemitraan CSR dengan perusahaan memakai sedikit dari APBD Kota Medan.”Pemerintah bertugas mengatur dan memikirkan kesejahteraan masyarakatnya. Tetapi kalau ada keinginan perusahaan terhadap sebuah program, itu juga boleh dibantu oleh pemerintah. Masak untuk kepentingan umum tidak boleh memakai APBD. Kan itu uang rakyat juga,” katanya.

Ia mencontohkan seperti halnya pembangunan sarana pendidikan/sekolah, apabila ada program Pemko yang bisa dikoneksikan dengan perusahaan tertentu, maka kemitraan tersebut bisa dijalin.”Inilah yang perlu diatur makanya diperlukan perda CSR. Misalkan perusahaan bisa bantu 10 unit kendaraan, lalu karena kebutuhannya 15 unit, sisanya Pemko yang bantu. Kan tidak masalah kalau seperti itu,” ujarnya.

Menurut dia, CSR ini selain tanggung jawab sosial, juga keuntungan dari perusahaan yang disisihkan untuk beri kontribusi dilingkungan sekitarnya. “Jadi kita cuma minta sedikit CSR perusahaan untuk masyarakat Kota Medan. Yang tidak boleh itu adalah, jika bantuan CSR itu dimakan oleh Pemko Medan. Aturannya disampaikan 5, tetapi 3 masuk kantong. Begitulah kira-kira yang saya maksud, karena tujuan adanya pemerintah supaya bisa mengatur segala sesuatunya demi kesejahteraan rakyatnya. Dan yang jelas segala bantuan bisa dipertanggungjawabkan,” papar Syaiful. (prn/ila)

 

FILE/SUMUT POS
BALAIKOTA: Suasana Balai Kota Medan di Jalan Kapten Maulana Lubis.

MEDAN, SUMUTPOS.CO -DPRD Kota Medan diminta lebih jeli dalam melihat pembentukan peraturan daerah tentang corporate social responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), yang diusulkan Pemerintah Kota Medan.

Pasalnya, implementasi payung hukum ini dinilai tidak boleh membebani APBD Kota Medan. “Kalau sampai perda CSR ini diterapkan dengan membebani APBD, itu sama artinya Pemko dan DPRD telah blunder. Sebab CSR ini berasal dari tanggung jawab sosial perusahaan terhadap lingkungan sekitarnya,” ujar Pengamat Pemerintahan asal Universitas Sumatera Utara Agus Suriadi kepada Sumut Pos, Jumat (13/1), menyikapi soal pembentukkan ranperda tersebut.

Agus menjelaskan, jangan sampai DPRD gagal paham terhadap payung hukum CSR ini. Ada hal yang perlu dicermati seksama soal pengusulan Ranperda tersebut. “Ini (perda) sebenarnya peluang bagi Pemko untuk menjalin kerjasama dengan perusahaan. Namun apakah dana tersebut bisa jadi potensi pendapatan asli daerah (PAD), atau cuma untuk mengikat program CSR dunia usaha terhadap Pemko? Ini yang jadi pertanyaan kita,”  papar Agus.

Agus mengakui, banyak daerah sudah mengimplementasikan perda CSR ini. Salah satu tujuannya untuk mewujudkan pemerintahan yang baik. Yakni, terjalin kerja sama antara pemerintah, dunia usaha dan masyarakat. Akan tetapi, lanjut Agus, ketika APBD juga dibebankan terhadap program kemitraan yang akan dibangun, mengindikasikan bahwa Pemko Medan tidak kreatif dalam hal ini.

“Pada dasarnya CSR harus dapat membantu program kegiatan pemerintah daerah. Tujuannya bisa mempertemukan program dari perusahaan A umpamanya, lantas  dikoneksikan dengan program ataupun kegiatan Pemko Medan. Jadi apa gunanya CSR kalau tetap membebani APBD Pemko? Inikan aneh walaupun hanya sedikit APBD terpakai,” ujar akademisi Fisip USU tersebut.

Bagi dunia usaha, lanjut Agus, program CSR yang mereka buat apabaila bisa dikoneksikan dengan pemda setempat, sangat positif sebagai bentuk promosi dari perusahan bersangkutan. “Regulasi mengenai pemakaian dana CSR ini sebetulnya sudah ada (UU Nomor 40 tentang penanaman modal. Masak DPRD tidak pernah membaca aturan tersebut. Di mana guna mewujudkan pemerintahan yang baik, masyarakat dan dunia usaha bisa bekerja sama dengan diatur dalam sebuah ikatan. Hal ini tentu akan memperkuat posisi pemda,” katanya.

Sekda Kota Medan Syaiful Bahri mengatakan, tidak ada persoalan bila kemitraan CSR dengan perusahaan memakai sedikit dari APBD Kota Medan.”Pemerintah bertugas mengatur dan memikirkan kesejahteraan masyarakatnya. Tetapi kalau ada keinginan perusahaan terhadap sebuah program, itu juga boleh dibantu oleh pemerintah. Masak untuk kepentingan umum tidak boleh memakai APBD. Kan itu uang rakyat juga,” katanya.

Ia mencontohkan seperti halnya pembangunan sarana pendidikan/sekolah, apabila ada program Pemko yang bisa dikoneksikan dengan perusahaan tertentu, maka kemitraan tersebut bisa dijalin.”Inilah yang perlu diatur makanya diperlukan perda CSR. Misalkan perusahaan bisa bantu 10 unit kendaraan, lalu karena kebutuhannya 15 unit, sisanya Pemko yang bantu. Kan tidak masalah kalau seperti itu,” ujarnya.

Menurut dia, CSR ini selain tanggung jawab sosial, juga keuntungan dari perusahaan yang disisihkan untuk beri kontribusi dilingkungan sekitarnya. “Jadi kita cuma minta sedikit CSR perusahaan untuk masyarakat Kota Medan. Yang tidak boleh itu adalah, jika bantuan CSR itu dimakan oleh Pemko Medan. Aturannya disampaikan 5, tetapi 3 masuk kantong. Begitulah kira-kira yang saya maksud, karena tujuan adanya pemerintah supaya bisa mengatur segala sesuatunya demi kesejahteraan rakyatnya. Dan yang jelas segala bantuan bisa dipertanggungjawabkan,” papar Syaiful. (prn/ila)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/