29 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Rencana Gubsu Pindahkan Merdeka Walk Ditolak, Gubsu: Masa Dia Nolak?

sutan siregar/sumut pos

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi mempertanyakan alasan Sekda Kota Medan, Wiriya Alrahman yang menolak usulan pemindahan pedagang kuliner Merdeka Walk, di seputaran Lapangan Merdeka Medann

“Kenapa dia (Sekda) bisa menolak? Apa alasannya? Ada-ada saja jawabannya,” kata Edy kepada Sumut Pos, usai Salat Zuhur di Masjid Agung Medan, Rabu (13/2).

Wiriya Alrahman sebelumnya menyatakan, Pemko Medan masih terikat kontrak dengan tenant-tenant Merdeka Walk makanya hingga kini usulan pemindahan pelaku usaha kuliner di sana tidak dapat dilakukan.

“Masa gara-gara itu (terikat perjanjian, Red), dia bilang menolak. Gak ada itu. Bilang sama dia, kalau menolak nanti saya yang tolak dia. Kamu (wartawan) harus dukung rencana saya. Bukan dilaga-laga aku sama Pemko ya. Kalian wartawan mau kan dukung saya?” ujar Gubsu berseloroh.

Keluarnya statemen Gubsu atas wacana ini, ternyata berkat dukungan Kelompok Masyarakat Sipil (KMS) Lapangan Merdeka Kota Medan. Menurut salah seorang partisipan yang mendukung gerakan KMS, Isnen Fitri, pihaknya beberapa waktu lalu sudah mengajukan surat audiensi ke Sekdaprovsu untuk menyampaikan ide dan gagasan tersebut. Oleh Gubsu lantas direspon positif, dan mengundang KMS untuk bertemu.

“Jadi memang antara kawan-kawan dan Gubsu satu persepsi tentang ini. Sebenarnya ini bermula dari sikap Pemko Medan yang bergeming terhadap gagasan kawan-kawan di KMS, yang sudah lama ingin audiensi tapi tak pernah diakomodir,” katanya.

Pihaknya juga sangat mendorong agar Gubsu bisa segera bertindak, mengingat Pemko sangat dingin menyikapi gagasan mereka. Pasalnya, selain sebagai ruang terbuka nonpenghijauan, Lapangan Merdeka termasuk dalam salah satu cagar budaya yang mesti dilindungi.

“Pastinya kami mendukung biar Gubsu yang bertindak kalau Pemko tak mau melakukannya. Kami berjuang sudah empat tahun untuk memerdekakan Lapangan Merdeka, yang kita ketahui keberadaannya sebagai salah satu cagar budaya di Kota Medan dan Sumut pada umumnya,” kata wanita yang juga Anggota Tim Ahli Cagar Budaya Kota Medan.

Ia menambahkan, sebenarnya banyak solusi terbaik guna mengakomodasi kepentingan bisnis yang berpusat di Lapangan Merdeka Medan, dimana tetap tidak mengesampingkan kelestarian satu kawasan cagar budaya.

“Jangan seperti solusi sekarang ini yang terkesan menghilangkan fungsi-fungsi yang sudah tertata dan sudah dituliskan pada peraturan yang ada. Medan menurut kami sudah kehilangan identitas dengan keberadaan tempat usaha di kawasan Lapangan Merdeka, dan inilah maksud kami yang ingin mengembalikan fungsinya,” katanya.

Pusat Bisnis Bisa Dibangun di Bawah Tanah

Ketua Komisi C DPRD Medan, Boydo HK Panjaitan mengatakan, penutupan Merdeka Walk yang saat ini menjadi pusat kuliner Kota Medan harus berdasarkan kebijakan Wali Kota Medan. Sebab, lahan itu merupakan otonomi daerah Kota Medan.

Lagi pula, MoU Pemko Medan bersama pihak swasta masih panjang. Namun jika mengembalikan fungsinya sebagai RTH, Boydo mendukung dan menyarankan agar ditata ulang dan harus mengutamakan penghijauan. “Kafe segala macam itu enggak masalah, itu menguntungkan kita tapi penataannya perlu,” katanya, kemarin (13/2).

Boydo mencontohkan, di Singapura RTH diatur dengan baik. Dari udara, taman akan terlihat hijau. Namun ternyata, di sekitarnya ada bangunan yang luar biasa dan bahkan ada mal.

“Nah, jadi kita juga harus berpikir untuk kota-kota metropolitan dan kota maju seperti Kota Medan, apalagi menambah PAD dan menambah perekonomian di kota itu sendiri. Merdeka Walk sangat baik untuk meningkatkan perekonomian seperti restoran, kuliner. Apa yang dilakuan di Merdeka Walk itu memang harus ditata supaya tidak mengesampingkan RTH,” ujarnya.

Ia menuturkan, Singapura saat ini ada sebagian bangunannya dibangun di bawah tanah demi mengedepankan RTH. Makanya, patut juga ditiru konsepnya, sehingga hal tersebut lebih membuat penataan Merdeka Walk lebih baik. “Jadi perlu memang penataan ulang terhadap desain Merdeka Walk itu, tapi tujuan untuk mendapatkan PAD dan sebagai pusat untuk wisata kuliner,” ucapnya.

Diutarakan Boydo, Merdeka Walk saat ini telah menjadi salah satu tujuan wisata lokal dan domestik. Diharapkan, wisatawan mancanegara juga demikian untuk menghabiskan uangnya, sehingga menjadi pemasukan bagi Kota Medan.

Lebih lanjut ia mengatakan, MoU yang dilakukan bersama pihak ketiga masih berjalan dan kalau tidak salah sampai 2031. Untuk itu, ia mengatakan, hanya kebijakan Wali Kota Medan yang bisa mengatur hal tersebut dan dibicarakan dengan pihak-pihak lain. Sebab jika kebijakan sepihak, Pemko Medan bisa dituntut pihak ketiga.

“Ini kan sebenarnya otonomi daerah ya. Kita ada kebijakan dari wali kota dan pemerintah kota yang mengatur terhadap itu. Kita kan ada juga MoU dengan pihak-pihak lain terkait Merdeka Walk. Kan tidak bisa sembarangan dan serta-merta. Ini kan bukan komando seperti di militer. Jadi enggak bisa secara perintah seperti itu. Kita punya Perda yang mengatur dan kita punya kebijakan wali kota yang bisa mengatur sesuatu apabila ketentuan ketentuan tidak dilanggar,” paparnya.

Pengamat lingkungan, Jaya Arjuna sependapat dengan Boydo. Menurut Jaya, memang perlu dibangun di bawah tanah untuk dijadikan pusat bisnis. Sedangkan lahan yang sekarang ditempati Merdeka Walk, dikembalikan fungsinya jadi RTH. “Saya setuju itu jadi RTH, karena Lapangan Merdeka memiliki nilai sejarah dan ada pohon-pohon besar yang terbatas ruang geraknya dengan keberadaan Merdeka Walk,” sebutnya.

Ia menyatakan, pengembalian fungsi RTH jangan sekedar wacana saja tapi segera direalisasikan. Sebab, khawatir pohon berukuran besar tumbang kembali dan menelan korban luka lantaran terbatas ruang geraknya.

Sementara, Kepala Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah Kota Medan, Suherman mengaku, jika Merdeka Walk ditutup tentu akan mempengaruhi PAD. Sebab, selama ini pajak restoran menjadi pemasukan yang cukup besar terhadap PAD.”Kalau seandainya ditutup, tentu mempengaruhi PAD Kota Medan, karena selama ini menjadi salah satu sumber pendapatan yang cukup besar,” katanya.

Suherman juga mengaku, sampai saat ini pihak ketiga yang mengelola Merdeka Walk rutin bayar pajak. Namun sayangnya, dia belum tahu jumlah pasti pemasukan yang dihasilkan dari Merdeka Walk.

“Tahun 2018 kemarin saya belum dapat datanya,” pungkas Suherman yang baru dilantik beberapa hari lalu. (prn/ris/ila)

sutan siregar/sumut pos

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi mempertanyakan alasan Sekda Kota Medan, Wiriya Alrahman yang menolak usulan pemindahan pedagang kuliner Merdeka Walk, di seputaran Lapangan Merdeka Medann

“Kenapa dia (Sekda) bisa menolak? Apa alasannya? Ada-ada saja jawabannya,” kata Edy kepada Sumut Pos, usai Salat Zuhur di Masjid Agung Medan, Rabu (13/2).

Wiriya Alrahman sebelumnya menyatakan, Pemko Medan masih terikat kontrak dengan tenant-tenant Merdeka Walk makanya hingga kini usulan pemindahan pelaku usaha kuliner di sana tidak dapat dilakukan.

“Masa gara-gara itu (terikat perjanjian, Red), dia bilang menolak. Gak ada itu. Bilang sama dia, kalau menolak nanti saya yang tolak dia. Kamu (wartawan) harus dukung rencana saya. Bukan dilaga-laga aku sama Pemko ya. Kalian wartawan mau kan dukung saya?” ujar Gubsu berseloroh.

Keluarnya statemen Gubsu atas wacana ini, ternyata berkat dukungan Kelompok Masyarakat Sipil (KMS) Lapangan Merdeka Kota Medan. Menurut salah seorang partisipan yang mendukung gerakan KMS, Isnen Fitri, pihaknya beberapa waktu lalu sudah mengajukan surat audiensi ke Sekdaprovsu untuk menyampaikan ide dan gagasan tersebut. Oleh Gubsu lantas direspon positif, dan mengundang KMS untuk bertemu.

“Jadi memang antara kawan-kawan dan Gubsu satu persepsi tentang ini. Sebenarnya ini bermula dari sikap Pemko Medan yang bergeming terhadap gagasan kawan-kawan di KMS, yang sudah lama ingin audiensi tapi tak pernah diakomodir,” katanya.

Pihaknya juga sangat mendorong agar Gubsu bisa segera bertindak, mengingat Pemko sangat dingin menyikapi gagasan mereka. Pasalnya, selain sebagai ruang terbuka nonpenghijauan, Lapangan Merdeka termasuk dalam salah satu cagar budaya yang mesti dilindungi.

“Pastinya kami mendukung biar Gubsu yang bertindak kalau Pemko tak mau melakukannya. Kami berjuang sudah empat tahun untuk memerdekakan Lapangan Merdeka, yang kita ketahui keberadaannya sebagai salah satu cagar budaya di Kota Medan dan Sumut pada umumnya,” kata wanita yang juga Anggota Tim Ahli Cagar Budaya Kota Medan.

Ia menambahkan, sebenarnya banyak solusi terbaik guna mengakomodasi kepentingan bisnis yang berpusat di Lapangan Merdeka Medan, dimana tetap tidak mengesampingkan kelestarian satu kawasan cagar budaya.

“Jangan seperti solusi sekarang ini yang terkesan menghilangkan fungsi-fungsi yang sudah tertata dan sudah dituliskan pada peraturan yang ada. Medan menurut kami sudah kehilangan identitas dengan keberadaan tempat usaha di kawasan Lapangan Merdeka, dan inilah maksud kami yang ingin mengembalikan fungsinya,” katanya.

Pusat Bisnis Bisa Dibangun di Bawah Tanah

Ketua Komisi C DPRD Medan, Boydo HK Panjaitan mengatakan, penutupan Merdeka Walk yang saat ini menjadi pusat kuliner Kota Medan harus berdasarkan kebijakan Wali Kota Medan. Sebab, lahan itu merupakan otonomi daerah Kota Medan.

Lagi pula, MoU Pemko Medan bersama pihak swasta masih panjang. Namun jika mengembalikan fungsinya sebagai RTH, Boydo mendukung dan menyarankan agar ditata ulang dan harus mengutamakan penghijauan. “Kafe segala macam itu enggak masalah, itu menguntungkan kita tapi penataannya perlu,” katanya, kemarin (13/2).

Boydo mencontohkan, di Singapura RTH diatur dengan baik. Dari udara, taman akan terlihat hijau. Namun ternyata, di sekitarnya ada bangunan yang luar biasa dan bahkan ada mal.

“Nah, jadi kita juga harus berpikir untuk kota-kota metropolitan dan kota maju seperti Kota Medan, apalagi menambah PAD dan menambah perekonomian di kota itu sendiri. Merdeka Walk sangat baik untuk meningkatkan perekonomian seperti restoran, kuliner. Apa yang dilakuan di Merdeka Walk itu memang harus ditata supaya tidak mengesampingkan RTH,” ujarnya.

Ia menuturkan, Singapura saat ini ada sebagian bangunannya dibangun di bawah tanah demi mengedepankan RTH. Makanya, patut juga ditiru konsepnya, sehingga hal tersebut lebih membuat penataan Merdeka Walk lebih baik. “Jadi perlu memang penataan ulang terhadap desain Merdeka Walk itu, tapi tujuan untuk mendapatkan PAD dan sebagai pusat untuk wisata kuliner,” ucapnya.

Diutarakan Boydo, Merdeka Walk saat ini telah menjadi salah satu tujuan wisata lokal dan domestik. Diharapkan, wisatawan mancanegara juga demikian untuk menghabiskan uangnya, sehingga menjadi pemasukan bagi Kota Medan.

Lebih lanjut ia mengatakan, MoU yang dilakukan bersama pihak ketiga masih berjalan dan kalau tidak salah sampai 2031. Untuk itu, ia mengatakan, hanya kebijakan Wali Kota Medan yang bisa mengatur hal tersebut dan dibicarakan dengan pihak-pihak lain. Sebab jika kebijakan sepihak, Pemko Medan bisa dituntut pihak ketiga.

“Ini kan sebenarnya otonomi daerah ya. Kita ada kebijakan dari wali kota dan pemerintah kota yang mengatur terhadap itu. Kita kan ada juga MoU dengan pihak-pihak lain terkait Merdeka Walk. Kan tidak bisa sembarangan dan serta-merta. Ini kan bukan komando seperti di militer. Jadi enggak bisa secara perintah seperti itu. Kita punya Perda yang mengatur dan kita punya kebijakan wali kota yang bisa mengatur sesuatu apabila ketentuan ketentuan tidak dilanggar,” paparnya.

Pengamat lingkungan, Jaya Arjuna sependapat dengan Boydo. Menurut Jaya, memang perlu dibangun di bawah tanah untuk dijadikan pusat bisnis. Sedangkan lahan yang sekarang ditempati Merdeka Walk, dikembalikan fungsinya jadi RTH. “Saya setuju itu jadi RTH, karena Lapangan Merdeka memiliki nilai sejarah dan ada pohon-pohon besar yang terbatas ruang geraknya dengan keberadaan Merdeka Walk,” sebutnya.

Ia menyatakan, pengembalian fungsi RTH jangan sekedar wacana saja tapi segera direalisasikan. Sebab, khawatir pohon berukuran besar tumbang kembali dan menelan korban luka lantaran terbatas ruang geraknya.

Sementara, Kepala Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah Kota Medan, Suherman mengaku, jika Merdeka Walk ditutup tentu akan mempengaruhi PAD. Sebab, selama ini pajak restoran menjadi pemasukan yang cukup besar terhadap PAD.”Kalau seandainya ditutup, tentu mempengaruhi PAD Kota Medan, karena selama ini menjadi salah satu sumber pendapatan yang cukup besar,” katanya.

Suherman juga mengaku, sampai saat ini pihak ketiga yang mengelola Merdeka Walk rutin bayar pajak. Namun sayangnya, dia belum tahu jumlah pasti pemasukan yang dihasilkan dari Merdeka Walk.

“Tahun 2018 kemarin saya belum dapat datanya,” pungkas Suherman yang baru dilantik beberapa hari lalu. (prn/ris/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/