30 C
Medan
Friday, May 17, 2024

JHT Diambil saat Usia 56 Tahun, Buruh Sumut Tolak Permenaker JHT

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemerintah melalui Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Ida Fauziah, mengeluarkan aturan baru bahwa Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan baru dapat cair apabila peserta mencapai usia 56 tahun. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT). Sontak, kebijakan ini mendapat penolakan, khususnya dari elemen buruh.

Di Sumatera Utara, sejumlah elemen buruh mengancam akan menggelar aksi besar-besaran jika Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) direalisasikan. Ketua DPW Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Sumut menilai, kebijakan Menaker tersebut perbuatan kejam dan tak punya hati kepada kaum buruh. “Sudah Omnibus Law mengebiri hak-hak buruh, kini JHT buruh juga mau dirampas. Tidak punya hati, kami tegas menolak Permenaker itu,” tegas Willy kepada wartawan, Minggu (13/2).

Willy mencontohkan, ketika buruh yang terkena PHK berusia 30 tahun. Maka, JHT buruh tersebut baru bisa diambil setelah menunggu 26 tahun ketika usianya sudah mencapai 56 tahun.

Dia juga menilai, pemerintah sepertinya tidak bosan menindas kaum buruh. Sebelumnya, telah keluar kebijakan terkait Peraturan Pemeritah Nomor 36 Tahun 2021, yang membuat upah buruh di beberapa daerah tidak naik. Kalau pun naik, besar kenaikannya per hari masih lebih kecil jika dibandingkan dengan tarif parkir. “Kenaikannya per hari di kisaran Rp1.200. Sedangkan bayar parkir saja besarnya Rp2.000,” ungkapnya.

Disebutkan Willy, semua elemen buruh di Sumut menolak tegas dan menuntut agar Menaker mencabut Permenaker Nomor 2 tahun 2022. Padahal, dalam aturan sebelumnya, Presiden Jokowi memerintahkan Menaker untuk membuat aturan agar JHT buruh yang terkena PHK dapat diambil oleh buruh yang bersangkutan ke BPJS Ketenagakerjaan (BPJamsostek) setelah satu bulan di PHK. “Dengan demikian, Permenaker ini menjilat ludah sendiri dari kebijakan Presiden Jokowi dalam upaya membantu buruh yang terkena PHK dan kehilangan pendapatannya agar bisa bertahan hidup dari JHT yang diambil satu bulan setelah PHK,” sebutnya.

Karena itu, apabila Permenaker ini tidak dicabut, maka elemen buruh Sumut akan menggelar aksi besar-besaran dalam waktu dekat. “Kami sedang rencanakan aksi besar di Sumut, tuntutannya cabut Permenaker JHT dan copot Menteri Tenaga Kerja yang jahat terhadap kaum buruh,” tukasnya.

Kebijakan Menaker soal JHT ini juga mendapat kritikan dari Anggota Komisi Ketenagakerjaan DPR RI. Wakil Ketua Komisi, Emanuel Melkiades Laka Lena menyebut, mereka sedang mengagendakan pertemuan dengan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah untuk membahas masalah ini. “Kami sudah bahas dan lagi atur waktunya soal ini,” kata anggota Fraksi Partai Golkar ini, Minggu (13/2).

Anggota Komisi dari Fraksi PKS Netty Prasetiyani, meminta pemerintah mengkaji ulang, bahkan mencabut aturan ini. Ia mengkritik tiga jenis peserta yang menerima konsekuensi aturan ini. Dari data BPJS Ketenagakerjaan pada Desember 2021, Netty menyebut total klaim peserta yang berhenti bekerja karena pensiun hanya 3 persen. Sedangkan, pengunduran diri bisa mencapai 55 persen dan PKH 35 persen. “Jika harus menunggu sampai usia 56 tahun, bagaimana keberlangsungan pendapatan pekerja,” kata dia.

Sementara, Wakil Ketua Komisi dari Fraksi PKB Nihayatul Wafiroh menyebut, Permenaker Nomor 2 ini sebenarnya bertujuan untuk mengembalikan fungsi esensi dari JHT tersebut. “Ini untuk memastikan seluruh pekerja kita tidak mengalami kesulitan finansial, terutama saat tua,” kata dia.

Sebab di sisi lain, pemerintah juga sudah menyiapkan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang akan diluncurkan 22 Februari mendatang. JKP inilah yang bisa dicairkan ketika seorang pekerja misalnya terkena PHK.

Untuk itu, Nihayatul meminta agar fungsi awal JHT ini dikembalikan seperti sedia kala, yaitu menjamin hari tua pekerja. “Kalau bisa langsung dicairkan, namanya bukan JHT dong,” kata dia.

Anggota Komisi dari Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay mendapat informasi kalau pemerintah tak ingin terjadinya klaim ganda antara JHT dan JKP. Tapi ia mempertanyakan, apakah JKP bisa langsung diberlakukan karena payung hukumnya adalah UU Cipta Kerja. “Bukankah Permenaker ini dikeluarkan setelah Putusan MK (Mahkamah Konstitusi) yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat?” kata dia.

Ia pun juga mempertanyakan apakah pekerja yang memang kesulitan, bisa menerima JKP dan JHT sekaligus. Untuk itu, Ia menilai kebijakan ini kurang sosialisasi. “Harus dibuka ruang untuk diskusi. Tidak baik juga kalau suatu kebijakan strategis tidak melibatkan pihak-pihak terkait,” kata dia.

Sudah Ada JKP

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) buka suara terkait polemik aturan baru tentang tata cara dan persyaratan pembayaran manfaat JHT. Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan, Dita Indah Sari mengatakan, JHT adalah amanat Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan turunannya. Tujuannya agar pekerja menerima uang tunai saat sudah pensiun, cacat tetap, dan meninggal. “Jadi sifatnya old saving. JHT adalah kebun jati, bukan kebun mangga. Panennya lama,” ujarnya dalam akun Twitternya, dikutip Sabtu (12/2).

Dita mengaku, hal yang dikeluhkan terkait JHT tersebut tidak dapat diambil setelah terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tersebut dapat dipahami. Namun faktanya, saat ini pemerintah memiliki program baru yaitu Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk korban PHK. “Dulu JKP nggak ada. Maka wajar jika dulu teman-teman ter-PHK berharap sekali pada pencairan JHT,” ucapnya. Dita menyebut, saat ini selain mendapatkan pesangon, korban PHK sekarang juga dapat JKP dalam bentuk uang tunai, pelatihan gratis ditambah akses lowongan kerja. “Employment benefit plus plus,” imbuhnya.

Dita melanjutkan lebih jauh, karena sudah ada JKP ditambah pesangon, maka JHT digeser agar manfaat BPJS bisa tersebar. Karena ada kata dana hari tua, yang seharusnya sudah dikembalikan sebagai bantalan hari tua sesuai UU SJSN 40/2004. “Memang aslinya untuk itu,” jelas Dita.

Dita menambahkan, JHT juga dapat dicairkan 30 persen untuk pembelian rumah atau Down Payment (DP) tanpa mengurangi total nilai yang diterima saat pensiun. “Kalau tidak ada JKP, kami tidak akan mau menggeser situasi JHT sekarang. Karena tau ini membantu saat PHK. Tapi karena sudah ada JKP plus pesangon, ya dibalikin untuk hari tua,” jelasnya.

Dita juga menegaskan, terkait keputusan kebijakan tersebut, pemerintah juga telah berkonsultasi dengan para pekerja melalui forum Tripartit Nasional. “Ini adalah soal kehadiran negara pada saat kekinian dan keakanan (masa depan). Masa tua juga penting, saat tenaga kita sudah tidak kuat dan sehat seperti sekarang,” pungkasnya.

Masih Bisa Cair Sebelum 4 Mei

Meski pemerintah telah memutuskan dana Jaminan Hari Tua (JHT) baru bisa dicairkan ketika memasuki usia pensiun, atau usia 56 tahun, namun masih ada waktu bagi yang peserta BPJamsostek yang mau mencairkan dana JHT sebelum aturan itu berlaku. Pps Deputi Direktur Bidang Hubungan Masyarakat dan Antar Lembaga BPJamsostek, Dian Agung Senoaji mengatakan, aturan itu baru berlaku pada 4 Mei 2022 mendatang atau tiga bulan setelah peraturan ini diundangkan per 4 Februari 2022.

Setelah tenggat tanggal berlaku peraturan ini, maka peserta JHT nantinya hanya bisa mencairkan haknya ketika memasuki usia pensiun atau 56 tahun. Untuk mencairkan JHT BPJamsostek secara online, bisa dilakukan dengan cara masuk pada laman lapakasik.bpjsketenagakerjaan.go.id/.(ris/dwi/jpc/cnbc/adz)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemerintah melalui Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Ida Fauziah, mengeluarkan aturan baru bahwa Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan baru dapat cair apabila peserta mencapai usia 56 tahun. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT). Sontak, kebijakan ini mendapat penolakan, khususnya dari elemen buruh.

Di Sumatera Utara, sejumlah elemen buruh mengancam akan menggelar aksi besar-besaran jika Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) direalisasikan. Ketua DPW Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Sumut menilai, kebijakan Menaker tersebut perbuatan kejam dan tak punya hati kepada kaum buruh. “Sudah Omnibus Law mengebiri hak-hak buruh, kini JHT buruh juga mau dirampas. Tidak punya hati, kami tegas menolak Permenaker itu,” tegas Willy kepada wartawan, Minggu (13/2).

Willy mencontohkan, ketika buruh yang terkena PHK berusia 30 tahun. Maka, JHT buruh tersebut baru bisa diambil setelah menunggu 26 tahun ketika usianya sudah mencapai 56 tahun.

Dia juga menilai, pemerintah sepertinya tidak bosan menindas kaum buruh. Sebelumnya, telah keluar kebijakan terkait Peraturan Pemeritah Nomor 36 Tahun 2021, yang membuat upah buruh di beberapa daerah tidak naik. Kalau pun naik, besar kenaikannya per hari masih lebih kecil jika dibandingkan dengan tarif parkir. “Kenaikannya per hari di kisaran Rp1.200. Sedangkan bayar parkir saja besarnya Rp2.000,” ungkapnya.

Disebutkan Willy, semua elemen buruh di Sumut menolak tegas dan menuntut agar Menaker mencabut Permenaker Nomor 2 tahun 2022. Padahal, dalam aturan sebelumnya, Presiden Jokowi memerintahkan Menaker untuk membuat aturan agar JHT buruh yang terkena PHK dapat diambil oleh buruh yang bersangkutan ke BPJS Ketenagakerjaan (BPJamsostek) setelah satu bulan di PHK. “Dengan demikian, Permenaker ini menjilat ludah sendiri dari kebijakan Presiden Jokowi dalam upaya membantu buruh yang terkena PHK dan kehilangan pendapatannya agar bisa bertahan hidup dari JHT yang diambil satu bulan setelah PHK,” sebutnya.

Karena itu, apabila Permenaker ini tidak dicabut, maka elemen buruh Sumut akan menggelar aksi besar-besaran dalam waktu dekat. “Kami sedang rencanakan aksi besar di Sumut, tuntutannya cabut Permenaker JHT dan copot Menteri Tenaga Kerja yang jahat terhadap kaum buruh,” tukasnya.

Kebijakan Menaker soal JHT ini juga mendapat kritikan dari Anggota Komisi Ketenagakerjaan DPR RI. Wakil Ketua Komisi, Emanuel Melkiades Laka Lena menyebut, mereka sedang mengagendakan pertemuan dengan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah untuk membahas masalah ini. “Kami sudah bahas dan lagi atur waktunya soal ini,” kata anggota Fraksi Partai Golkar ini, Minggu (13/2).

Anggota Komisi dari Fraksi PKS Netty Prasetiyani, meminta pemerintah mengkaji ulang, bahkan mencabut aturan ini. Ia mengkritik tiga jenis peserta yang menerima konsekuensi aturan ini. Dari data BPJS Ketenagakerjaan pada Desember 2021, Netty menyebut total klaim peserta yang berhenti bekerja karena pensiun hanya 3 persen. Sedangkan, pengunduran diri bisa mencapai 55 persen dan PKH 35 persen. “Jika harus menunggu sampai usia 56 tahun, bagaimana keberlangsungan pendapatan pekerja,” kata dia.

Sementara, Wakil Ketua Komisi dari Fraksi PKB Nihayatul Wafiroh menyebut, Permenaker Nomor 2 ini sebenarnya bertujuan untuk mengembalikan fungsi esensi dari JHT tersebut. “Ini untuk memastikan seluruh pekerja kita tidak mengalami kesulitan finansial, terutama saat tua,” kata dia.

Sebab di sisi lain, pemerintah juga sudah menyiapkan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang akan diluncurkan 22 Februari mendatang. JKP inilah yang bisa dicairkan ketika seorang pekerja misalnya terkena PHK.

Untuk itu, Nihayatul meminta agar fungsi awal JHT ini dikembalikan seperti sedia kala, yaitu menjamin hari tua pekerja. “Kalau bisa langsung dicairkan, namanya bukan JHT dong,” kata dia.

Anggota Komisi dari Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay mendapat informasi kalau pemerintah tak ingin terjadinya klaim ganda antara JHT dan JKP. Tapi ia mempertanyakan, apakah JKP bisa langsung diberlakukan karena payung hukumnya adalah UU Cipta Kerja. “Bukankah Permenaker ini dikeluarkan setelah Putusan MK (Mahkamah Konstitusi) yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat?” kata dia.

Ia pun juga mempertanyakan apakah pekerja yang memang kesulitan, bisa menerima JKP dan JHT sekaligus. Untuk itu, Ia menilai kebijakan ini kurang sosialisasi. “Harus dibuka ruang untuk diskusi. Tidak baik juga kalau suatu kebijakan strategis tidak melibatkan pihak-pihak terkait,” kata dia.

Sudah Ada JKP

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) buka suara terkait polemik aturan baru tentang tata cara dan persyaratan pembayaran manfaat JHT. Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan, Dita Indah Sari mengatakan, JHT adalah amanat Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan turunannya. Tujuannya agar pekerja menerima uang tunai saat sudah pensiun, cacat tetap, dan meninggal. “Jadi sifatnya old saving. JHT adalah kebun jati, bukan kebun mangga. Panennya lama,” ujarnya dalam akun Twitternya, dikutip Sabtu (12/2).

Dita mengaku, hal yang dikeluhkan terkait JHT tersebut tidak dapat diambil setelah terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tersebut dapat dipahami. Namun faktanya, saat ini pemerintah memiliki program baru yaitu Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk korban PHK. “Dulu JKP nggak ada. Maka wajar jika dulu teman-teman ter-PHK berharap sekali pada pencairan JHT,” ucapnya. Dita menyebut, saat ini selain mendapatkan pesangon, korban PHK sekarang juga dapat JKP dalam bentuk uang tunai, pelatihan gratis ditambah akses lowongan kerja. “Employment benefit plus plus,” imbuhnya.

Dita melanjutkan lebih jauh, karena sudah ada JKP ditambah pesangon, maka JHT digeser agar manfaat BPJS bisa tersebar. Karena ada kata dana hari tua, yang seharusnya sudah dikembalikan sebagai bantalan hari tua sesuai UU SJSN 40/2004. “Memang aslinya untuk itu,” jelas Dita.

Dita menambahkan, JHT juga dapat dicairkan 30 persen untuk pembelian rumah atau Down Payment (DP) tanpa mengurangi total nilai yang diterima saat pensiun. “Kalau tidak ada JKP, kami tidak akan mau menggeser situasi JHT sekarang. Karena tau ini membantu saat PHK. Tapi karena sudah ada JKP plus pesangon, ya dibalikin untuk hari tua,” jelasnya.

Dita juga menegaskan, terkait keputusan kebijakan tersebut, pemerintah juga telah berkonsultasi dengan para pekerja melalui forum Tripartit Nasional. “Ini adalah soal kehadiran negara pada saat kekinian dan keakanan (masa depan). Masa tua juga penting, saat tenaga kita sudah tidak kuat dan sehat seperti sekarang,” pungkasnya.

Masih Bisa Cair Sebelum 4 Mei

Meski pemerintah telah memutuskan dana Jaminan Hari Tua (JHT) baru bisa dicairkan ketika memasuki usia pensiun, atau usia 56 tahun, namun masih ada waktu bagi yang peserta BPJamsostek yang mau mencairkan dana JHT sebelum aturan itu berlaku. Pps Deputi Direktur Bidang Hubungan Masyarakat dan Antar Lembaga BPJamsostek, Dian Agung Senoaji mengatakan, aturan itu baru berlaku pada 4 Mei 2022 mendatang atau tiga bulan setelah peraturan ini diundangkan per 4 Februari 2022.

Setelah tenggat tanggal berlaku peraturan ini, maka peserta JHT nantinya hanya bisa mencairkan haknya ketika memasuki usia pensiun atau 56 tahun. Untuk mencairkan JHT BPJamsostek secara online, bisa dilakukan dengan cara masuk pada laman lapakasik.bpjsketenagakerjaan.go.id/.(ris/dwi/jpc/cnbc/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/