25.6 C
Medan
Friday, May 17, 2024

DPRD Kompak Bantah Suap

ANDRI GINTING/SUMUT .
file- sumutpos

SUMUTPOS.CO- Batalnya hak interpelasi DPRD Sumatera Utara (Sumut) kepada Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho semula tak menjadi problem. Setelah KPK menyatakan menyelidiki dugaan kongkalikong batalnya interpelasi, 93 Anggota DPRD Sumut khususnya periode 2009-2014 mulai membangun kekompakan untuk membantah adanya suap.

Pemeriksaan dilakukan secara rahasia dan tertutup, tapi ada sebagian yang membeberkan telah mendapatkan jadwal pemeriksaan pada Senin (14/9) di Markas Komando Sat Brimob Polda Sumut di Jalan Wahid Hasyim.

Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK, Indriyanto Seno Adji menegaskan, keterangan para anggota DPRD sumut segera dimintai. “Memang akan dilakukan pemeriksaan,” ujarnya, Minggu (13/9) soren
Saat disinggung siapa-siapa saja nama anggota DPRD Sumut yang akan diperiksa, maupun lokasi pemeriksaan. Indriyanto menegaskan, pendalaman kasus masih bersifat rahasia.

“Memang pendalaman dan pengembangan masih dibutuhkan untuk memeriksa kalangan DPRD, dan pendalaman ini memang bersifat tertutup dan tidak untuk dipublish, apalagi hal-hal rinci adalah hak dari proses lidik yang tidak bisa saya kemukakan,” imbuhnya.

Di tengah keseriusan itu, tampaknya anggota DPRD Sumut sudah membuat kesepakatan bersama dengan sejumlah orang yang diperiksa. Bahkan, diantara mereka juga tidak mau menunjuk ‘hidung’ tentang siapa saja yang turut diperiksa, melainkan kebanyakan anggota DPRD Sumut yang sudah mendapat surat untuk diperiksa mematikan ponselnya.

Kepala Bagian Umum Sekretariat DPRD Sumut Effendi Batubara mengaku sama sekali tidak mengetahui secara pasti siapa saja yang dipanggil dan kapan saja jadwal pemanggilannya. Dirinya hanya mengaku diperintahkan Sekretaris Dewan untuk menugaskan bawahannya mengantar surat panggilan (undangan) KPK di Mako Brimob Polda Sumut kepada nama yang tertera. Apakah anggota dewan yang baru akan dipanggil, ia tidak tahu.

“Saya hanya diminta menugasi staf untuk mengantar surat dari KPK,” sebutnya.

Seorang Anggota DPRD Sumut fraksi Partai Golongan Karya (Golkar) Janter Sirait mengatakan sudah menerima surat panggilan pada Rabu (16/9) di Mako Sat Brimob Polda Sumut. Dia mengaku, panggilan KPK untuk meminta keterangan dan klarifikasi merupakan langkah guna mengungkap ada tidaknya tindak pidana korupsi berupa gratifikasi atau suap terkait pengajuan hak interpelasi oleh Guberunur Sumut, Gatot Pujo Nugoroho.

“Saya memang mendukung interpelasi. Tapi banyak yang tidak konsisten, awalnya mendukung, tiba-tiba di tengah jalan, mundur,” ujar Janter yang juga masuk dalam daftar 93 orang anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 yang dipanggil KPK.

Dia membantah saat disinggung mengenai adanya isu suap kepada anggota dewan terkait kandasnya hak interpelasi untuk ketiga kalinya. Secara pribadi, sikap mendukung interpelasi sejak awal mulai 2011 lalu untuk meminta jawaban Gubernur terkait berbagai persoalan di Pemprov Sumut.

“Kalau alasan mundur (menarik dukungan interpelasi) ya saya tidak tahu. Tetapi saya dari awal sudah buat pernyataan tertulis, tetap mendukung interpelasi,” kata anggota Komisi E DPRD Sumut ini.

Disebutkannya pengajuan hak interpelasi oleh sejumlah anggota dewan yang banyak dibicarakan guna meminta jawaban Gubernur Sumut atas dugaan kesalahan dalam pengelolaan pemerintahan. Beberapa diantaranya seperti belum terbayarnya utang dana bagi hasil (DBH), kini disebut bagi hasil pajak (BHP) serta dugaan tidak meratanya pembagian bantuan dana bawahan (BDB) atau yang sekarang disebut bantuan keuangan provinsi (BKP).

“Karena kita tidak mendengar jawaban Gatot selama ini. Saya juga selalu komentar soal itu, setiap sidang paripurna tetap saya minta itu,” sebutnya.

Janter menyebutkan, pengajuan hak interpelasi baik yang digulirkan pada 2011, 2014 maupun yang terakhir, April 2015, sama sekali tidak ada unsur transaksional atau iming-iming meminta imbalan dan sejenisnya. Oleh karenanya, ia bersama para pendukung yang konsisten bertahan mengajukan hak bertanya anggota dewan itu, tidak main-main. Termasuk adanya ‘janji manis’ bagi yang menarik dukungannya.

“Itu bisa saja (transaksional), tetapi bagi saya tidak ada pernah bargaining. Ada pun dijanjikan begini-begitu, kita tidak mau, kita tegar saja terus mempertahankan, mendukung (interpelasi),” terangnya.

Sedangkan Bustami HS dari Fraksi PPP akan memenuhi panggilan pada, Kamis (17/9) Pukul 9.00 Wib. Surat undangan itu akan dipenuhinya guna menghargai panggilan dari lembaga penegak hukum .  “Ya kalau diundang, saya datang. Tidak ada masalah,” sebutnya singkat.

Sementara itu, Ketua DPD PDI Sumut, Japorman Saragih  mengaku ikut dipanggil KPK pada Rabu (16/9) Pukul 13.00 Wib. Kepada Sumut Pos, dia menyebutkan, penolakan PDIP terhadap interpelasi terakhir karena sebagian pertanyaan sudah dijawab Gubernur Sumut pada saat penyampaian LKPj terkait APBD 2014.

“Bila interpelasi itu untuk mengkritik pemerintahan demi perbaikan, kita mendukung. Tetapi yang terakhirkan, sebagian materinya tidak begitu kuat apa yang dipersoalkan,” kata anggota DPRD Sumut periode 2009-2014.

Saat disinggung mengenai pengajuan interpelasi yang pertama dan kedua, dirinya mengaku tidak tahu lagi bagaimana perjalanannya sampai akhirnya kandas di tengah jalan. Meskipun muncul wacana mengenai dugaan adanya upaya transaksional atau gratifikasi oleh Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho saat itu, ditegaskannya jika apa yang mereka usulkan murni tanpa kepentingan politik uang.

“Pada waktu itu kan PDI Perjuangan sebagai penggagas. Namun entah kenapa sebagian menarik dukungan,” katanya.

Anggota DPRD Sumut Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan Sutrisno Pangaribuan justru mengusulkan agar KPK memintai keterangan darinya dan sebanyak 53 orang lainnya. Hal ini guna mengetahui seperti apa interplasi yang diusulkan, tiba-tiba kandas.

Dia menyebutkan, sebenarnya sempat terjadi perdebatan antara ia dengan sejumlah anggota dewan lainnya, yang menarik dukungan interpelasi hanya karena materi yang disusun kurang jelas. “Kalau memang materinya kurang jelas, kan bisa diperbaiki. Tapi saya lihat, arahnya sudah menolak tanpa ada kesempatan untuk memperbaiki kembali. Makanya saya heran,” ujar Sutrisno.

Sebelumnya, anggota DPRD Sumut fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Astrayuda Bangun mengaku mendapat perintah dari pusat untuk menarik dukungan terhadap usulan interpelasi jilid III tersebut. Namun ia membantah jika ada unsur gratifikasi didalamnya, karena pada paripurna, pihaknya juga sempat meminta dilakukan voting tertutup untuk tetap bisa mempertahankan usulan mereka.

Terpisah, Direktur Centre For Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi merasa yakin, KPK sudah mengantongi bukti awal adanya tindak pidana gratifikasi di balik batalnya interpelasi itu. “Biasanya, KPK itu melakukan tangkap tangan untuk kasus suap atau gratifikasi. Nah, kalau sekarang sudah mulai melakukan penyelidikan, pasti KPK sudah punya bukti-bukti awal yang sudah cukup kuat. Ketua DPRD Sumut dimintai keterangan, sudah tentu dalam rangka memperkuat bukti awal itu,” ujar Uchok kepada koran ini di Jakarta.

Sebenarnya, lanjut Uchok, sudah sering terjadi penggunaan hak-hak dewan, baik itu angket atau pun interpelasi, akhirnya kempes karena dibarter dengan uang. Pihak eksekutif sendiri, karena merasa bisa meredam dewan cukup dengan uang, mereka saat berkuasa akan berupaya mendapatkan harta sebanyak-banyaknya. “Uang untuk melanggengkan kekuasaan. Uang untuk meredam perlawanan. Nah, sekarang, para anggota DPRD Sumut jangan senang dulu. Ini sudah ditangani KPK,” kata Uchok mengingatkan.

Mako Brimob Tanpa Persiapan
Suasana di Markas Komando (Mako) Satuan Brimob Polda Sumut pada Minggu (13/9) sekira pukul 13.18 WIB, terlihat sangat sepi. Tidak tampak tanda-tanda kalau Mako di Jalan Wahid Hasyim Kecamatan Medan Baru itu, akan digunakan sebagai tempat untuk pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (14/9).

Seorang Perwira Jaga di pos jaga yang ada di gedung utama Mako Brimobda Sumut, Aiptu Syafli, mengaku belum menerima informasi tersebut. “Belum tahu saya informasi itu. Baru dengar dari kamu. Lihatlah, tidak ada tanda-tanda mau ada acara, “ ungkap Aiptu syafli singkat.

Lebih lanjut, Aiptu Syafli mengaku jika sehari-hari, dirinya bertugas di Bidang Pelayan Markas (Yanma). Oleh karena itu, jika ada pemakaian gedung, dirinya biasanya mengetahui. Namun, hingga kini, dirinya mengaku belum ada diminta untuk melakukan persiapan, akan penggunaan alat dan tempat di Mako Brimob Polda Sumut.”Setidaknya pasti minta kunci taupun alat-alat seperti kursi dan lain-lain pada saya. Hingga saat ini, belum ada, “ ujar Aiptu Syafli melanjutkan.

Disinggung soal gedung yang biasa digunakan untuk kegiatan, disebut Aiptu Syafli jika di Mako Brimobdasu, ada 2 gedung yang biasa digunakan. Hingga saat ini, disebutnya belum ada rencana penggunaan kedua gedung itu. Disinggung soal ruang penyidikan, Aiptu Syafli mengaku kalau hal itu biasa dilakukan di Polda Sumut.  (bal/gir/sam/ain/ril)

ANDRI GINTING/SUMUT .
file- sumutpos

SUMUTPOS.CO- Batalnya hak interpelasi DPRD Sumatera Utara (Sumut) kepada Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho semula tak menjadi problem. Setelah KPK menyatakan menyelidiki dugaan kongkalikong batalnya interpelasi, 93 Anggota DPRD Sumut khususnya periode 2009-2014 mulai membangun kekompakan untuk membantah adanya suap.

Pemeriksaan dilakukan secara rahasia dan tertutup, tapi ada sebagian yang membeberkan telah mendapatkan jadwal pemeriksaan pada Senin (14/9) di Markas Komando Sat Brimob Polda Sumut di Jalan Wahid Hasyim.

Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK, Indriyanto Seno Adji menegaskan, keterangan para anggota DPRD sumut segera dimintai. “Memang akan dilakukan pemeriksaan,” ujarnya, Minggu (13/9) soren
Saat disinggung siapa-siapa saja nama anggota DPRD Sumut yang akan diperiksa, maupun lokasi pemeriksaan. Indriyanto menegaskan, pendalaman kasus masih bersifat rahasia.

“Memang pendalaman dan pengembangan masih dibutuhkan untuk memeriksa kalangan DPRD, dan pendalaman ini memang bersifat tertutup dan tidak untuk dipublish, apalagi hal-hal rinci adalah hak dari proses lidik yang tidak bisa saya kemukakan,” imbuhnya.

Di tengah keseriusan itu, tampaknya anggota DPRD Sumut sudah membuat kesepakatan bersama dengan sejumlah orang yang diperiksa. Bahkan, diantara mereka juga tidak mau menunjuk ‘hidung’ tentang siapa saja yang turut diperiksa, melainkan kebanyakan anggota DPRD Sumut yang sudah mendapat surat untuk diperiksa mematikan ponselnya.

Kepala Bagian Umum Sekretariat DPRD Sumut Effendi Batubara mengaku sama sekali tidak mengetahui secara pasti siapa saja yang dipanggil dan kapan saja jadwal pemanggilannya. Dirinya hanya mengaku diperintahkan Sekretaris Dewan untuk menugaskan bawahannya mengantar surat panggilan (undangan) KPK di Mako Brimob Polda Sumut kepada nama yang tertera. Apakah anggota dewan yang baru akan dipanggil, ia tidak tahu.

“Saya hanya diminta menugasi staf untuk mengantar surat dari KPK,” sebutnya.

Seorang Anggota DPRD Sumut fraksi Partai Golongan Karya (Golkar) Janter Sirait mengatakan sudah menerima surat panggilan pada Rabu (16/9) di Mako Sat Brimob Polda Sumut. Dia mengaku, panggilan KPK untuk meminta keterangan dan klarifikasi merupakan langkah guna mengungkap ada tidaknya tindak pidana korupsi berupa gratifikasi atau suap terkait pengajuan hak interpelasi oleh Guberunur Sumut, Gatot Pujo Nugoroho.

“Saya memang mendukung interpelasi. Tapi banyak yang tidak konsisten, awalnya mendukung, tiba-tiba di tengah jalan, mundur,” ujar Janter yang juga masuk dalam daftar 93 orang anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 yang dipanggil KPK.

Dia membantah saat disinggung mengenai adanya isu suap kepada anggota dewan terkait kandasnya hak interpelasi untuk ketiga kalinya. Secara pribadi, sikap mendukung interpelasi sejak awal mulai 2011 lalu untuk meminta jawaban Gubernur terkait berbagai persoalan di Pemprov Sumut.

“Kalau alasan mundur (menarik dukungan interpelasi) ya saya tidak tahu. Tetapi saya dari awal sudah buat pernyataan tertulis, tetap mendukung interpelasi,” kata anggota Komisi E DPRD Sumut ini.

Disebutkannya pengajuan hak interpelasi oleh sejumlah anggota dewan yang banyak dibicarakan guna meminta jawaban Gubernur Sumut atas dugaan kesalahan dalam pengelolaan pemerintahan. Beberapa diantaranya seperti belum terbayarnya utang dana bagi hasil (DBH), kini disebut bagi hasil pajak (BHP) serta dugaan tidak meratanya pembagian bantuan dana bawahan (BDB) atau yang sekarang disebut bantuan keuangan provinsi (BKP).

“Karena kita tidak mendengar jawaban Gatot selama ini. Saya juga selalu komentar soal itu, setiap sidang paripurna tetap saya minta itu,” sebutnya.

Janter menyebutkan, pengajuan hak interpelasi baik yang digulirkan pada 2011, 2014 maupun yang terakhir, April 2015, sama sekali tidak ada unsur transaksional atau iming-iming meminta imbalan dan sejenisnya. Oleh karenanya, ia bersama para pendukung yang konsisten bertahan mengajukan hak bertanya anggota dewan itu, tidak main-main. Termasuk adanya ‘janji manis’ bagi yang menarik dukungannya.

“Itu bisa saja (transaksional), tetapi bagi saya tidak ada pernah bargaining. Ada pun dijanjikan begini-begitu, kita tidak mau, kita tegar saja terus mempertahankan, mendukung (interpelasi),” terangnya.

Sedangkan Bustami HS dari Fraksi PPP akan memenuhi panggilan pada, Kamis (17/9) Pukul 9.00 Wib. Surat undangan itu akan dipenuhinya guna menghargai panggilan dari lembaga penegak hukum .  “Ya kalau diundang, saya datang. Tidak ada masalah,” sebutnya singkat.

Sementara itu, Ketua DPD PDI Sumut, Japorman Saragih  mengaku ikut dipanggil KPK pada Rabu (16/9) Pukul 13.00 Wib. Kepada Sumut Pos, dia menyebutkan, penolakan PDIP terhadap interpelasi terakhir karena sebagian pertanyaan sudah dijawab Gubernur Sumut pada saat penyampaian LKPj terkait APBD 2014.

“Bila interpelasi itu untuk mengkritik pemerintahan demi perbaikan, kita mendukung. Tetapi yang terakhirkan, sebagian materinya tidak begitu kuat apa yang dipersoalkan,” kata anggota DPRD Sumut periode 2009-2014.

Saat disinggung mengenai pengajuan interpelasi yang pertama dan kedua, dirinya mengaku tidak tahu lagi bagaimana perjalanannya sampai akhirnya kandas di tengah jalan. Meskipun muncul wacana mengenai dugaan adanya upaya transaksional atau gratifikasi oleh Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho saat itu, ditegaskannya jika apa yang mereka usulkan murni tanpa kepentingan politik uang.

“Pada waktu itu kan PDI Perjuangan sebagai penggagas. Namun entah kenapa sebagian menarik dukungan,” katanya.

Anggota DPRD Sumut Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan Sutrisno Pangaribuan justru mengusulkan agar KPK memintai keterangan darinya dan sebanyak 53 orang lainnya. Hal ini guna mengetahui seperti apa interplasi yang diusulkan, tiba-tiba kandas.

Dia menyebutkan, sebenarnya sempat terjadi perdebatan antara ia dengan sejumlah anggota dewan lainnya, yang menarik dukungan interpelasi hanya karena materi yang disusun kurang jelas. “Kalau memang materinya kurang jelas, kan bisa diperbaiki. Tapi saya lihat, arahnya sudah menolak tanpa ada kesempatan untuk memperbaiki kembali. Makanya saya heran,” ujar Sutrisno.

Sebelumnya, anggota DPRD Sumut fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Astrayuda Bangun mengaku mendapat perintah dari pusat untuk menarik dukungan terhadap usulan interpelasi jilid III tersebut. Namun ia membantah jika ada unsur gratifikasi didalamnya, karena pada paripurna, pihaknya juga sempat meminta dilakukan voting tertutup untuk tetap bisa mempertahankan usulan mereka.

Terpisah, Direktur Centre For Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi merasa yakin, KPK sudah mengantongi bukti awal adanya tindak pidana gratifikasi di balik batalnya interpelasi itu. “Biasanya, KPK itu melakukan tangkap tangan untuk kasus suap atau gratifikasi. Nah, kalau sekarang sudah mulai melakukan penyelidikan, pasti KPK sudah punya bukti-bukti awal yang sudah cukup kuat. Ketua DPRD Sumut dimintai keterangan, sudah tentu dalam rangka memperkuat bukti awal itu,” ujar Uchok kepada koran ini di Jakarta.

Sebenarnya, lanjut Uchok, sudah sering terjadi penggunaan hak-hak dewan, baik itu angket atau pun interpelasi, akhirnya kempes karena dibarter dengan uang. Pihak eksekutif sendiri, karena merasa bisa meredam dewan cukup dengan uang, mereka saat berkuasa akan berupaya mendapatkan harta sebanyak-banyaknya. “Uang untuk melanggengkan kekuasaan. Uang untuk meredam perlawanan. Nah, sekarang, para anggota DPRD Sumut jangan senang dulu. Ini sudah ditangani KPK,” kata Uchok mengingatkan.

Mako Brimob Tanpa Persiapan
Suasana di Markas Komando (Mako) Satuan Brimob Polda Sumut pada Minggu (13/9) sekira pukul 13.18 WIB, terlihat sangat sepi. Tidak tampak tanda-tanda kalau Mako di Jalan Wahid Hasyim Kecamatan Medan Baru itu, akan digunakan sebagai tempat untuk pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (14/9).

Seorang Perwira Jaga di pos jaga yang ada di gedung utama Mako Brimobda Sumut, Aiptu Syafli, mengaku belum menerima informasi tersebut. “Belum tahu saya informasi itu. Baru dengar dari kamu. Lihatlah, tidak ada tanda-tanda mau ada acara, “ ungkap Aiptu syafli singkat.

Lebih lanjut, Aiptu Syafli mengaku jika sehari-hari, dirinya bertugas di Bidang Pelayan Markas (Yanma). Oleh karena itu, jika ada pemakaian gedung, dirinya biasanya mengetahui. Namun, hingga kini, dirinya mengaku belum ada diminta untuk melakukan persiapan, akan penggunaan alat dan tempat di Mako Brimob Polda Sumut.”Setidaknya pasti minta kunci taupun alat-alat seperti kursi dan lain-lain pada saya. Hingga saat ini, belum ada, “ ujar Aiptu Syafli melanjutkan.

Disinggung soal gedung yang biasa digunakan untuk kegiatan, disebut Aiptu Syafli jika di Mako Brimobdasu, ada 2 gedung yang biasa digunakan. Hingga saat ini, disebutnya belum ada rencana penggunaan kedua gedung itu. Disinggung soal ruang penyidikan, Aiptu Syafli mengaku kalau hal itu biasa dilakukan di Polda Sumut.  (bal/gir/sam/ain/ril)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/