30 C
Medan
Thursday, May 2, 2024

Medan Tertinggi Covid-19 di Sumut, Cluster Isolation Dinilai Belum Efektif

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kota Medan masih menjadi epicentrum penyebaran Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) di Sumatera Utara. Terbukti, angka pasien terjangkit Covid-19 di Kota Medan jauh melebihi angka penyebaran di 32 kabupaten/kota lainnya di Sumatera Utara.

Sejumlah pihak pun mulai mengkritisi akan efektifitas program cluster isolation yang diatur dalam Perwal No.11/2020 tentang karantina kesehatan dalam rangka percepatan penanganan Covid-19 di Kota Medan, Salahsatunya dari wakil rakyat di Kota Medan.

Ketua Fraksi PDIP DPRD Kota Medan, Robi Barus SE, menyatakan hingga saat ini Perwal No. 11 tahun 2020 belum efektif menekan angka penyebaran Covid-19 di Kota Medan. Padahal dalam Perwal diatur bagaimana proses cluster isolation dan penggunaan masker di luar rumah.

“Itu bukti bahwa pelaksanaan cluster isolation belum berjalan maksimal. Masyarakat masih menemukan adanya keluarga PDP yang bisa beraktifitas di luar rumah. Padahal keluarga serumah dengan PDP harusnya otomatis menjadi ODP. Menurut Perwal, ODP harus sudah dikarantina di rumah dengan pengawasan ketat dari gugus tugas,” ucap Robi kepada Sumut Pos, Kamis (14/5).

Fakta itu menunjukkan lemahnya pengawasan Perwal yang mengatur tentang cluster isolation.

Pemko Medan juga dinilai tidak transparan mengenai data warga warga yang sedang karantina rumah. “Bukan untuk dikucilkan, tetapi agar masyarakat dapat saling mendukung satu sama lain. Yang sehat melindungi diri dan mendukung yang dikarantina. Sedangkan yang dikarantina menjaga diri, agar tidak berpotensi menularkan kepada yang sehat,” ujarnya.

Menurut Robi, bila pendataan dilakukan dengan baik, maka masyarakat dapat saling mengawasi satu sama lain.

“Perwal itu mengatur bahwa semua yang dikarantina di rumah akan dibiayai kebutuhan hidupnya oleh Gugus Tugas Kota Medan, serta diawasi pergerakannya. Persoalannya, apakah itu sudah berjalan?” katanya.

Selain itu, adanya razia masker di lapangan yang menahan KTP para pelanggar selama 3 hari di kantor Satpol PP Kota Medan, juga dinilai belum efektif meningkatkan kemauan masyarakat untuk menggunakan masker secara signifikan.

“Sanksinya hanya sanksi administratif, jadi kurang memberi efek jera. Intinya, Pemko Medan harus mampu menyediakan masker kepada seluruh masyarakat Kota Medan. Pemerintah juga harus bisa membayar biaya hidup masyarakat yang dikarantina. Tingkatkan pengawasan kepada yang dikarantina, termasuk soal social distancing yang masih banyak dilanggar di lapangan,” tutupnya.

Cukup Efektif

Sekretaris GTPP Covid-19 Kota Medan sekaligus Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Medan, Arjuna Sembiring, mengatakan pihaknya masih terus melakukan langkah-langkah untuk meminimalisir perkembangan Covid-19 di Kota Medan.

“Penekanan penggunaan masker, cluster isolation, dan semua hal lainnya masih kita lakukan. Kami rasa itu cukup efektif. Hanya saja karena baru berjalan, jadi belum terlihat secara signifikan,” tuturnya.

Tak hanya itu, gugus tugas juga masih melakukan penyemprotan cairan disinfektan di sejumlah jalan di Kota Medan yang dinilai efektif dalam menekan angka penyebaran Covid-19. “Penyemprotan disinfektan masih kita lakukan, khususnya di seputaran kuburan Simalingkar B yang dijadikan kuburan alternatif khusus Covid-19. Lalu juga kita fokuskan di kawasan TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Terjun,” tutupnya.

Dua RS Kesulitan Keuangan

Masih dampak pandemi Covid-19, dua rumah sakit pemerintah di Kota Medan mengalami kesulitan finansial pascapandemi. Keduanya yakni Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik (HAM) dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Pirngadi Medan.

Kasubbag Humas RSUP HAM, Rosario Dorothy Simanjuntak, mengatakan biaya perawatan pasien virus corona memang ditanggung pemerintah. Hanya saja, pihak rumah sakit mesti mendahului biayanya. “Sifatnya pengajuan klaim. Nah, yang mendahulukan mulai dari bulan Maret ya rumah sakit. Sampai sekarang, pengajuan klaim ke negara belum dilakukan karena masih diatur mekanismenya,” ujar Rosa kepada wartawan, Kamis (14/5).

Kata dia, pandemi Covid-19 ini belum diketahui kapan akan berakhir. Di sisi lain, manajemen rumah sakit harus menambah sarana dan prasarana untuk merawat pasien Covid-19. “Dari mana dana itu semua? Ya didahului rumah sakit,” ucapnya.

Di tengah banyaknya pengeluaran rumah sakit, pemasukan justru jauh berkurang karena jumlah pasien berkurang drastis menyusul adanya imbauan Kemenkes agar pasien rawat jalan mengurangi kunjungan ke rumah sakit, apabila tidak mendesak. Dampaknya, menurut Rosa, RS mesti melakukan efisiensi di berbagai divisi.

“Solusi manajemen menghadapi situasi ini yaitu membuat skala prioritas. Mana yang penting, itu yang diutamakan. Yang bisa dipangkas, ya dipangkas. Efisiensi di semua lini,” tukasnya.

Direktur Utama RSUD dr Pirngadi Medan dr Suryadi Panjaitan mengakui, jumlah pasien yang berobat ke rumah sakit milik Pemko Medan semakin menurun. Karenanya, pendapatan rumah sakit juga ikut menurun.

“Biaya pasien terpapar Covid-19 selama dirawat memang bisa diklaim ke BPJS Kesehatan. Namun harus menunggu proses. Sebelum pengklaiman dibayar, rumah sakit yang harus mendahulukan pembiayaan,” ujar Suryadi. (map/ris)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kota Medan masih menjadi epicentrum penyebaran Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) di Sumatera Utara. Terbukti, angka pasien terjangkit Covid-19 di Kota Medan jauh melebihi angka penyebaran di 32 kabupaten/kota lainnya di Sumatera Utara.

Sejumlah pihak pun mulai mengkritisi akan efektifitas program cluster isolation yang diatur dalam Perwal No.11/2020 tentang karantina kesehatan dalam rangka percepatan penanganan Covid-19 di Kota Medan, Salahsatunya dari wakil rakyat di Kota Medan.

Ketua Fraksi PDIP DPRD Kota Medan, Robi Barus SE, menyatakan hingga saat ini Perwal No. 11 tahun 2020 belum efektif menekan angka penyebaran Covid-19 di Kota Medan. Padahal dalam Perwal diatur bagaimana proses cluster isolation dan penggunaan masker di luar rumah.

“Itu bukti bahwa pelaksanaan cluster isolation belum berjalan maksimal. Masyarakat masih menemukan adanya keluarga PDP yang bisa beraktifitas di luar rumah. Padahal keluarga serumah dengan PDP harusnya otomatis menjadi ODP. Menurut Perwal, ODP harus sudah dikarantina di rumah dengan pengawasan ketat dari gugus tugas,” ucap Robi kepada Sumut Pos, Kamis (14/5).

Fakta itu menunjukkan lemahnya pengawasan Perwal yang mengatur tentang cluster isolation.

Pemko Medan juga dinilai tidak transparan mengenai data warga warga yang sedang karantina rumah. “Bukan untuk dikucilkan, tetapi agar masyarakat dapat saling mendukung satu sama lain. Yang sehat melindungi diri dan mendukung yang dikarantina. Sedangkan yang dikarantina menjaga diri, agar tidak berpotensi menularkan kepada yang sehat,” ujarnya.

Menurut Robi, bila pendataan dilakukan dengan baik, maka masyarakat dapat saling mengawasi satu sama lain.

“Perwal itu mengatur bahwa semua yang dikarantina di rumah akan dibiayai kebutuhan hidupnya oleh Gugus Tugas Kota Medan, serta diawasi pergerakannya. Persoalannya, apakah itu sudah berjalan?” katanya.

Selain itu, adanya razia masker di lapangan yang menahan KTP para pelanggar selama 3 hari di kantor Satpol PP Kota Medan, juga dinilai belum efektif meningkatkan kemauan masyarakat untuk menggunakan masker secara signifikan.

“Sanksinya hanya sanksi administratif, jadi kurang memberi efek jera. Intinya, Pemko Medan harus mampu menyediakan masker kepada seluruh masyarakat Kota Medan. Pemerintah juga harus bisa membayar biaya hidup masyarakat yang dikarantina. Tingkatkan pengawasan kepada yang dikarantina, termasuk soal social distancing yang masih banyak dilanggar di lapangan,” tutupnya.

Cukup Efektif

Sekretaris GTPP Covid-19 Kota Medan sekaligus Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Medan, Arjuna Sembiring, mengatakan pihaknya masih terus melakukan langkah-langkah untuk meminimalisir perkembangan Covid-19 di Kota Medan.

“Penekanan penggunaan masker, cluster isolation, dan semua hal lainnya masih kita lakukan. Kami rasa itu cukup efektif. Hanya saja karena baru berjalan, jadi belum terlihat secara signifikan,” tuturnya.

Tak hanya itu, gugus tugas juga masih melakukan penyemprotan cairan disinfektan di sejumlah jalan di Kota Medan yang dinilai efektif dalam menekan angka penyebaran Covid-19. “Penyemprotan disinfektan masih kita lakukan, khususnya di seputaran kuburan Simalingkar B yang dijadikan kuburan alternatif khusus Covid-19. Lalu juga kita fokuskan di kawasan TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Terjun,” tutupnya.

Dua RS Kesulitan Keuangan

Masih dampak pandemi Covid-19, dua rumah sakit pemerintah di Kota Medan mengalami kesulitan finansial pascapandemi. Keduanya yakni Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik (HAM) dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Pirngadi Medan.

Kasubbag Humas RSUP HAM, Rosario Dorothy Simanjuntak, mengatakan biaya perawatan pasien virus corona memang ditanggung pemerintah. Hanya saja, pihak rumah sakit mesti mendahului biayanya. “Sifatnya pengajuan klaim. Nah, yang mendahulukan mulai dari bulan Maret ya rumah sakit. Sampai sekarang, pengajuan klaim ke negara belum dilakukan karena masih diatur mekanismenya,” ujar Rosa kepada wartawan, Kamis (14/5).

Kata dia, pandemi Covid-19 ini belum diketahui kapan akan berakhir. Di sisi lain, manajemen rumah sakit harus menambah sarana dan prasarana untuk merawat pasien Covid-19. “Dari mana dana itu semua? Ya didahului rumah sakit,” ucapnya.

Di tengah banyaknya pengeluaran rumah sakit, pemasukan justru jauh berkurang karena jumlah pasien berkurang drastis menyusul adanya imbauan Kemenkes agar pasien rawat jalan mengurangi kunjungan ke rumah sakit, apabila tidak mendesak. Dampaknya, menurut Rosa, RS mesti melakukan efisiensi di berbagai divisi.

“Solusi manajemen menghadapi situasi ini yaitu membuat skala prioritas. Mana yang penting, itu yang diutamakan. Yang bisa dipangkas, ya dipangkas. Efisiensi di semua lini,” tukasnya.

Direktur Utama RSUD dr Pirngadi Medan dr Suryadi Panjaitan mengakui, jumlah pasien yang berobat ke rumah sakit milik Pemko Medan semakin menurun. Karenanya, pendapatan rumah sakit juga ikut menurun.

“Biaya pasien terpapar Covid-19 selama dirawat memang bisa diklaim ke BPJS Kesehatan. Namun harus menunggu proses. Sebelum pengklaiman dibayar, rumah sakit yang harus mendahulukan pembiayaan,” ujar Suryadi. (map/ris)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/