26.7 C
Medan
Friday, May 3, 2024

Dugaan Suap Rp2,1 Miliar, Eldin Dituntut Tujuh Tahun Penjara

SIDANG ONLINE: Sidang tuntutan kasus dugaan suap Wali Kota Medan, dengan terdakwa Dzulmi Eldin (layar monitor), berlangsung online di ruang Cakra 2 Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (14/5).
SIDANG ONLINE: Sidang tuntutan kasus dugaan suap Wali Kota Medan, dengan terdakwa Dzulmi Eldin (layar monitor), berlangsung online di ruang Cakra 2 Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (14/5).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kasus dugaan suap Wali Kota Medan non aktif, Tengku Dzulmi Eldin, hasil Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK tahun lalu, terus bergulir di persidangan. Meski pada sidang sebelumnya para saksi mengungkap peran besar mantan Kasubbag Protokoler Samsul Fitri yang meminta uang ke kadis-kadis yang diduga dipakai membangun rumah mewah miliknya, Eldin tetap dituntut lebih berat dari Samsul.

Dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (14/5), tim Jaksa Penuntut KPK masing-masing Siswandono, Mochamad Wiraksajaya dan Arin Karniasari menuntut terdakwa Dzulmi Eldin dengan hukuman pidana 7 tahun penjara, dan denda sebesar Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan. Eldin dinilai bersalah menerima uang dari sejumlah kadis melalui terdakwa Samsul Fitri, dengan total Rp2,1 miliar.

Selain itu, tim Jaksa Penuntut KPK juga menuntut terdakwa Dzulmi Eldin dengan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik selama 5 tahun, setelah terdakwa menjalani masa hukuman pidana pokoknya.

Dalam nota tuntutannya, jaksa meminta agar majelis hakim memberikan hukuman pidana dalam kaitan Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Sebut Terlalu Dipaksakan

Menanggapi tuntutan jaksa, pengacara Dzulmi Eldin, Junaidi Matondang, mengatakan fakta-fakta yang diungkapkan jaksa dalam nota tuntutannya cenderung terlalu dipaksakan. Selain itu, jaksa dinilai hanya berpatokan kepada asumsi subjektif dalam mengemukakan fakta-fakta persidangan.

“Contohnya, fakta yang diungkapkan jaksa tentang instruksi Eldin kepada Syamsul soal penerimaan uang. Selain itu, dalam mengemukakan fakta Jaksa juga menggunakan asumsi subjektif. Jaksa berasumsi tidak mungkin Eldin tidak mengetahui tindakan Syamsul,” sebut Junaidi Matondang.

Fakta yang diungkap jaksa juga dinilai lemah, karena tidak sesuai dengan fakta yang terungkap dalam persidangan. Fakta yang diungkap Jaksa hanya berdasarkan keterangan beberapa saksi yang notabene juga bersifat asumsi semata.

“Kami menilai fakta yang diungkap jaksa lemah, jaksa mengungkap fakta hanya berdasarkan keterangan Syamsul Fitri dan Aidil, yang dikatakan melakukan tindakan itu atas perintah walikota. Namun dalam persidangan terungkap, Aidil menyampaikan bahwa ia berpikir atau berasumsi bahwa tindakan Syamsul itu merupakan perintah wali kota. Jaksa juga beramsumsi dalam hal mengungkap fakta-fakta ini,” jelasnya.

Karena itu, pihaknya akan menyiapkan pledoi untuk disampaikan pada persidangan selanjutnya.

Usai mendengar tuntutan jaksa dan tanggapan kuasa hukum terdakwa, tim majelis hakim menutup persidangan dan akan melanjutkannya kembali pada, Kamis (28/5) depan dengan agenda mendengarkan pledoi. (man)

SIDANG ONLINE: Sidang tuntutan kasus dugaan suap Wali Kota Medan, dengan terdakwa Dzulmi Eldin (layar monitor), berlangsung online di ruang Cakra 2 Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (14/5).
SIDANG ONLINE: Sidang tuntutan kasus dugaan suap Wali Kota Medan, dengan terdakwa Dzulmi Eldin (layar monitor), berlangsung online di ruang Cakra 2 Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (14/5).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kasus dugaan suap Wali Kota Medan non aktif, Tengku Dzulmi Eldin, hasil Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK tahun lalu, terus bergulir di persidangan. Meski pada sidang sebelumnya para saksi mengungkap peran besar mantan Kasubbag Protokoler Samsul Fitri yang meminta uang ke kadis-kadis yang diduga dipakai membangun rumah mewah miliknya, Eldin tetap dituntut lebih berat dari Samsul.

Dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (14/5), tim Jaksa Penuntut KPK masing-masing Siswandono, Mochamad Wiraksajaya dan Arin Karniasari menuntut terdakwa Dzulmi Eldin dengan hukuman pidana 7 tahun penjara, dan denda sebesar Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan. Eldin dinilai bersalah menerima uang dari sejumlah kadis melalui terdakwa Samsul Fitri, dengan total Rp2,1 miliar.

Selain itu, tim Jaksa Penuntut KPK juga menuntut terdakwa Dzulmi Eldin dengan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik selama 5 tahun, setelah terdakwa menjalani masa hukuman pidana pokoknya.

Dalam nota tuntutannya, jaksa meminta agar majelis hakim memberikan hukuman pidana dalam kaitan Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Sebut Terlalu Dipaksakan

Menanggapi tuntutan jaksa, pengacara Dzulmi Eldin, Junaidi Matondang, mengatakan fakta-fakta yang diungkapkan jaksa dalam nota tuntutannya cenderung terlalu dipaksakan. Selain itu, jaksa dinilai hanya berpatokan kepada asumsi subjektif dalam mengemukakan fakta-fakta persidangan.

“Contohnya, fakta yang diungkapkan jaksa tentang instruksi Eldin kepada Syamsul soal penerimaan uang. Selain itu, dalam mengemukakan fakta Jaksa juga menggunakan asumsi subjektif. Jaksa berasumsi tidak mungkin Eldin tidak mengetahui tindakan Syamsul,” sebut Junaidi Matondang.

Fakta yang diungkap jaksa juga dinilai lemah, karena tidak sesuai dengan fakta yang terungkap dalam persidangan. Fakta yang diungkap Jaksa hanya berdasarkan keterangan beberapa saksi yang notabene juga bersifat asumsi semata.

“Kami menilai fakta yang diungkap jaksa lemah, jaksa mengungkap fakta hanya berdasarkan keterangan Syamsul Fitri dan Aidil, yang dikatakan melakukan tindakan itu atas perintah walikota. Namun dalam persidangan terungkap, Aidil menyampaikan bahwa ia berpikir atau berasumsi bahwa tindakan Syamsul itu merupakan perintah wali kota. Jaksa juga beramsumsi dalam hal mengungkap fakta-fakta ini,” jelasnya.

Karena itu, pihaknya akan menyiapkan pledoi untuk disampaikan pada persidangan selanjutnya.

Usai mendengar tuntutan jaksa dan tanggapan kuasa hukum terdakwa, tim majelis hakim menutup persidangan dan akan melanjutkannya kembali pada, Kamis (28/5) depan dengan agenda mendengarkan pledoi. (man)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/