32 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Malu ke Sekolah, Cuma Sampai Kelas 4 SD

Darmabakti, Bocah Penderita Thalasemia

Darmabakti tak semujur anak-anak lainnya. Di usianya yang ke-13, warga Tinggi Raja Kisaran ini lebih banyak menghabiskan waktunya di atas pembaringan. Setelah didalami penyebabnya, ternyata Darma mengidap kelainan pada darahnya atau disebut thalasemia.

TERBARING:Darmabaksi terbaring  RSU H Adam Malik Medan.
TERBARING:Darmabaksi terbaring di RSU H Adam Malik Medan.

Hal ini terungkap saat Nursyiah  (58), nenek sang bocah menceritakan kondisi cucunya.

“Selama ini dia (Darmabakti) sering lemah dan sesak nafas,” ungkap Nursyiah, ketika ditemui di Rindu B Anak RSUP H Adam Malik, tempat Darmabakti mendapatkan perawatan.

Nursyiah mengisahkan, penyakit thalasemia dialami cucunya sejak usianya empat tahun. “Awalnya pada tahun 2006 lalu dia (Darmabakti) sering lemas, wajah pucat dan badannya menguning. Melihat kondisinya seperti itu, lalu kami bawa ke RS di Kisaran. Namun karena di rumah sakit tersebut tidak sanggup menangani, kami merujuknya ke RSUP HAM ini,” kenangnya.

Setelah menjalani penanganan medis, Darma didiagnosa tim medis RS Adam Malik menderita penyakit thalasemia.
Namun setelah mendapatkan perawatan, Darma membaik pasca menjalani transfusi darah di RS Adam Malik.

“Karena dia sudah membaik setelah menjalani transfusi, kami memutuskan untuk membawa dia pulang ke rumah,”ujarnya.

Sekembalinya dari rumah sakit, Darma tak pernah lagi menjalani transfusi darah. Hal ini dilatarbelakangi keterbatasan ekonomi keluarganya.
“Sejak tahun 2006 hingga sekarang, Darmabakti tidak pernah lagi mendapatkan transfusi darah. Padahal, penyakit itu harus rutin mendapatkan transfusi darah. Kami juga gak bisa rutin membawa dia kemari karena nggak ada biaya,”ucapnya.

Ditambah lagi ayahnya Surya, meninggal dunia sejak dua tahun lalu. Sementara Darma dibesarkan seorang nenek yang hanya berpenghasilan Rp15 ribu per hari dengan bekerja di kebun orang. “Sedangkan mamaknya tidak ada memberi biaya, hanya melihatnya sekali-sekali saja,” ujarnya.
Bahkan mirisnya sisi kehidupan keluarga Dharma, mengharuskan dia berhenti mengecap bangku pendidikan.

“Dia udah nggak mau lagi sekolah. Cuma sampai kelas empat. Selain keterbatasan biaya, dia juga malu dengan kondisinya,” terangnya.
Kini, berbekal kartu Jamkesda, Dharma bisa mendapatkan stok darah O dengan gratis di RS tersebut.

“Tapi untuk mendapatkan darah memang agak sulit. Mudah-mudahan dia dapat transfusi darah dan cepat pulih,” kata Nursyiah. Kini tak banyak yang diharapkan Nursyiah, selain kesembuhan sang cucu dan uluran tangan para dermawan. (uma)

Darmabakti, Bocah Penderita Thalasemia

Darmabakti tak semujur anak-anak lainnya. Di usianya yang ke-13, warga Tinggi Raja Kisaran ini lebih banyak menghabiskan waktunya di atas pembaringan. Setelah didalami penyebabnya, ternyata Darma mengidap kelainan pada darahnya atau disebut thalasemia.

TERBARING:Darmabaksi terbaring  RSU H Adam Malik Medan.
TERBARING:Darmabaksi terbaring di RSU H Adam Malik Medan.

Hal ini terungkap saat Nursyiah  (58), nenek sang bocah menceritakan kondisi cucunya.

“Selama ini dia (Darmabakti) sering lemah dan sesak nafas,” ungkap Nursyiah, ketika ditemui di Rindu B Anak RSUP H Adam Malik, tempat Darmabakti mendapatkan perawatan.

Nursyiah mengisahkan, penyakit thalasemia dialami cucunya sejak usianya empat tahun. “Awalnya pada tahun 2006 lalu dia (Darmabakti) sering lemas, wajah pucat dan badannya menguning. Melihat kondisinya seperti itu, lalu kami bawa ke RS di Kisaran. Namun karena di rumah sakit tersebut tidak sanggup menangani, kami merujuknya ke RSUP HAM ini,” kenangnya.

Setelah menjalani penanganan medis, Darma didiagnosa tim medis RS Adam Malik menderita penyakit thalasemia.
Namun setelah mendapatkan perawatan, Darma membaik pasca menjalani transfusi darah di RS Adam Malik.

“Karena dia sudah membaik setelah menjalani transfusi, kami memutuskan untuk membawa dia pulang ke rumah,”ujarnya.

Sekembalinya dari rumah sakit, Darma tak pernah lagi menjalani transfusi darah. Hal ini dilatarbelakangi keterbatasan ekonomi keluarganya.
“Sejak tahun 2006 hingga sekarang, Darmabakti tidak pernah lagi mendapatkan transfusi darah. Padahal, penyakit itu harus rutin mendapatkan transfusi darah. Kami juga gak bisa rutin membawa dia kemari karena nggak ada biaya,”ucapnya.

Ditambah lagi ayahnya Surya, meninggal dunia sejak dua tahun lalu. Sementara Darma dibesarkan seorang nenek yang hanya berpenghasilan Rp15 ribu per hari dengan bekerja di kebun orang. “Sedangkan mamaknya tidak ada memberi biaya, hanya melihatnya sekali-sekali saja,” ujarnya.
Bahkan mirisnya sisi kehidupan keluarga Dharma, mengharuskan dia berhenti mengecap bangku pendidikan.

“Dia udah nggak mau lagi sekolah. Cuma sampai kelas empat. Selain keterbatasan biaya, dia juga malu dengan kondisinya,” terangnya.
Kini, berbekal kartu Jamkesda, Dharma bisa mendapatkan stok darah O dengan gratis di RS tersebut.

“Tapi untuk mendapatkan darah memang agak sulit. Mudah-mudahan dia dapat transfusi darah dan cepat pulih,” kata Nursyiah. Kini tak banyak yang diharapkan Nursyiah, selain kesembuhan sang cucu dan uluran tangan para dermawan. (uma)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/