31.8 C
Medan
Monday, May 13, 2024

Kopertis: Silahkan Cari Kampus Lain…

Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS Ratusan mahasiswa terlibat tawuran dengan Satpam dan pegawai Biro Kemahasiswaan di halaman kampus UMSU Jalan Mochtar Basri Medan, Kamis (13/10). Pemicu tawuran berasal dari aksi pemukulan satpam kepada mahasiswa.
Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
Ratusan mahasiswa terlibat tawuran dengan Satpam dan pegawai Biro Kemahasiswaan di halaman kampus UMSU Jalan Mochtar Basri Medan, Kamis (13/10). Pemicu tawuran berasal dari aksi pemukulan satpam kepada mahasiswa.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Bentrokan antar mahasiswa dengan pihak keamanan Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), membuat Kopertis Wilayah I Sumut-Aceh angkat bicara. Kopertis mempertanyakan alasan mahasiswa yang keberatan tersebut sehingga berujuk rasa. Unjuk rasa mahasiswa itu terjadi lantaran keberataan adanya biaya tambahan sebesar Rp250 ribu untuk mengikuti pendidikan kemuhammadiyahan.

“Apa benar itu karena harus membayar Rp250 ribu untuk materi itu. Setahu saya, semua perguruan tinggi bernuansa agama memiliki standar pendidikan agama tersebut. Misalnya, Al Wasliyah, Santo Thomas juga menerapkan materi serupa,” ujar Prof Dian saat dihubungi wartawan, Jumat (14/10).

Dian menyebutkan, hal itu wajar saja jika masuk ke dalam kurikulum pendidikan di perguruan tinggi bernuansa agama. Kenyataan itu tak mungkin dihilangkan akibat keberatan segelintir mahasiswa.

Menurutnya, biasanya penerapan materi perkuliahan itu adalah sukarela dan tanpa biaya tambahan. Namun, jika mahasiswa keberatan dengan program yang sudah tertulis, silakan mencari tempat perkuliahan yang lain yang lebih nasionalis. “Kan banyak pilihan kalau tidak terima. Tinggal rektor yang mengeluarkan surat pindah. Sederhana saja kok,” cetus Dian.

Namun demikian, sambungnya, tidak ada salahnya jika mahasiswa mengikuti program kurikulum yang ada. Walaupun sebenarnya tidak suka, tapi bolehlah materi itu sebagai ilmu tambahan saja.

“Penambahan materi agama itu telah melalui tahapan yang panjang. Banyak waktu dan pihak yang terlibat dalam memutuskan persoalan itu. Jadi, ikuti sajalah adik-adik mahasiswa, kan bisa jadikan itu sebagai pengetahuan baru. Kalau mau diterapkan ya bagus, kalau tidak ya juga tidak ada persoalan,” jelas Dian.

Sementara itu, Humas UMSU Ribut Priadi, mempertanyakan tingkat pemahaman keagamaan mahasiswa. Kata Ribut, kalau benar mereka protes soal pendidikan kemuhammadiyahan atau Kajian Intensif Al Islam dan Kemuhammadiyahan (KIAM), tentunya bodoh.”Saya tegaskan itu sudah include, dan tak ada lagi biaya apapun, gratis,” tegas Ribut.

Ia menuturkan, dirinya masih mempertanyakan persoalan utama alasan mahasiswa melakukan protes dan berdiri di depan Gedung Rektorat UMSU. Ribut pun mengaku bingung dengan apa yang menjadi tuntutan mereka. “Apa rupanya yang terdengar di sana? Kalau soal uang KIAM itu tak ada, itu gratis,” kata Ribut lagi.

Dia menambahkan, program KIAM sengaja diberikan untuk melengkapi ilmu pengetahuan mahasiswa, bukan ada tujuan yang lain. Seharusnya mahasiswa tidak punya persoalan mengenai hal itu.

Untuk itu, Ribut pun menduga, pemicu lainnya adalah ketika pihak UMSU hendak melakukan penyeragaman penataan kampus pada Kantor Sekretariat Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Namun sejumlah mahasiswa keberatan dan melakukan aksi protes yang ditambah isu soal pembayaran uang KIAM. (ris/ila)

Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS Ratusan mahasiswa terlibat tawuran dengan Satpam dan pegawai Biro Kemahasiswaan di halaman kampus UMSU Jalan Mochtar Basri Medan, Kamis (13/10). Pemicu tawuran berasal dari aksi pemukulan satpam kepada mahasiswa.
Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
Ratusan mahasiswa terlibat tawuran dengan Satpam dan pegawai Biro Kemahasiswaan di halaman kampus UMSU Jalan Mochtar Basri Medan, Kamis (13/10). Pemicu tawuran berasal dari aksi pemukulan satpam kepada mahasiswa.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Bentrokan antar mahasiswa dengan pihak keamanan Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), membuat Kopertis Wilayah I Sumut-Aceh angkat bicara. Kopertis mempertanyakan alasan mahasiswa yang keberatan tersebut sehingga berujuk rasa. Unjuk rasa mahasiswa itu terjadi lantaran keberataan adanya biaya tambahan sebesar Rp250 ribu untuk mengikuti pendidikan kemuhammadiyahan.

“Apa benar itu karena harus membayar Rp250 ribu untuk materi itu. Setahu saya, semua perguruan tinggi bernuansa agama memiliki standar pendidikan agama tersebut. Misalnya, Al Wasliyah, Santo Thomas juga menerapkan materi serupa,” ujar Prof Dian saat dihubungi wartawan, Jumat (14/10).

Dian menyebutkan, hal itu wajar saja jika masuk ke dalam kurikulum pendidikan di perguruan tinggi bernuansa agama. Kenyataan itu tak mungkin dihilangkan akibat keberatan segelintir mahasiswa.

Menurutnya, biasanya penerapan materi perkuliahan itu adalah sukarela dan tanpa biaya tambahan. Namun, jika mahasiswa keberatan dengan program yang sudah tertulis, silakan mencari tempat perkuliahan yang lain yang lebih nasionalis. “Kan banyak pilihan kalau tidak terima. Tinggal rektor yang mengeluarkan surat pindah. Sederhana saja kok,” cetus Dian.

Namun demikian, sambungnya, tidak ada salahnya jika mahasiswa mengikuti program kurikulum yang ada. Walaupun sebenarnya tidak suka, tapi bolehlah materi itu sebagai ilmu tambahan saja.

“Penambahan materi agama itu telah melalui tahapan yang panjang. Banyak waktu dan pihak yang terlibat dalam memutuskan persoalan itu. Jadi, ikuti sajalah adik-adik mahasiswa, kan bisa jadikan itu sebagai pengetahuan baru. Kalau mau diterapkan ya bagus, kalau tidak ya juga tidak ada persoalan,” jelas Dian.

Sementara itu, Humas UMSU Ribut Priadi, mempertanyakan tingkat pemahaman keagamaan mahasiswa. Kata Ribut, kalau benar mereka protes soal pendidikan kemuhammadiyahan atau Kajian Intensif Al Islam dan Kemuhammadiyahan (KIAM), tentunya bodoh.”Saya tegaskan itu sudah include, dan tak ada lagi biaya apapun, gratis,” tegas Ribut.

Ia menuturkan, dirinya masih mempertanyakan persoalan utama alasan mahasiswa melakukan protes dan berdiri di depan Gedung Rektorat UMSU. Ribut pun mengaku bingung dengan apa yang menjadi tuntutan mereka. “Apa rupanya yang terdengar di sana? Kalau soal uang KIAM itu tak ada, itu gratis,” kata Ribut lagi.

Dia menambahkan, program KIAM sengaja diberikan untuk melengkapi ilmu pengetahuan mahasiswa, bukan ada tujuan yang lain. Seharusnya mahasiswa tidak punya persoalan mengenai hal itu.

Untuk itu, Ribut pun menduga, pemicu lainnya adalah ketika pihak UMSU hendak melakukan penyeragaman penataan kampus pada Kantor Sekretariat Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Namun sejumlah mahasiswa keberatan dan melakukan aksi protes yang ditambah isu soal pembayaran uang KIAM. (ris/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/