28.9 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Senyum Merekah di Rumah Papan

Bersama Haji Anif Mengunjungi Kampung Nelayan, Deliserdang

Jangan bayangkan jalanan beraspal, berbatu, atau berdebu. Menuju Kampung Nelayan Deliserdang dari Belawan Medan hanya tersedia satu jalan, yakni air.

Ramadhan Batubara, Medan

Dalam getaran mesin boat dan terpaan angin, Sumut Pos yang menemani rombongan Haji Anif berusaha membuka mata selebar-lebarnya. Ini tak lain karena kawasan yang secara administrasi bernama Dusun XIV, Desa Paluh Kurau, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deliserdang itu memang cukup menarik perhatian.

Bayangkan saja, dari data yang didapat, Kampung Nelayan adalah satu-satunya dusun di Desa Paluh Kurau yang tidak memiliki akses jalan ke kawasan luar selain melalui laut. Ya, dari 14 dusun yang ada di Paluh Kurau, hanya Kampung Nelayan ini yang berada di wilayah perairan pesisir.

Memang jarak kampung ini dengan Belawan tidak begitu jauh, tak sampai sepuluh menit di atas boat, sekira 7 kilometer. Namun, mengingat tidak adanya akses jalan, Sumut Pos penasaran untuk melihat langsung keadaan kampung yang kabarnya dibuka pertama kali oleh Suku Banjar itu. Apalagi taraf hidup sebagian besar warganya juga tidak begitu menjanjikan. Mereka berada di bawah garis kemiskinan.

Dan semua itu terjawab kemarin, Selasa (15/11). Begitu memasuki kawasan perairan Kampung Nelayan, rumah-rumah yang menghadap air seakan mengucapkan selamat datang. Nyaris di bagian depan setiap rumah ada tiang untuk menambat tali perahu atau boat. Tidak lupa semacam tangga untuk naik ke rumah. Seluruh rumah yang berada di Kampung Nelayan ini memang berbentuk rumah panggung. Beruntung, saat tiba di sana, air di Kampung Nelayan sedang tidak pasang. Jadi, terlihatlah tonggak-tonggak yang menyanggah rumah; kayu mangrove yang sudah menghitam, menunjukkan kekuatan yang tak hancur oleh air laut.

Pandangan mengarah ke rumah-rumah yang ada. Di sebuah rumah tampak seorang ibu sibuk memasak. Di rumah lain, beberapa anak berteriak riang sambil memandang boat rombongan yang jumlahnya mencapai lima. Beberapa warung juga tampak beraktivitas. Ada pula seorang gadis di dalam rumah (terlihat dari jendela rumah), menyisir rambut sambil berkaca.  Di rumah sebelah lainnya, perempuan lain memperhatikan rombongan, senyumnya terlihat di cela papan rumah. Ya, benar-benar perkampungan yang wajar.

Namun, begitu mendarat, ada sesuatu yang tak wajar muncul kepermukaan. Jalanan di kampung ini ternyata tidak bertanah juga. Gang-gang kecil hanyalah tumpukan papan yang dibentuk sedemikian rupa. Lalu, lebar gang itu pun tidak menenangkan, gang terlebar hanya bisa dilalui empat orang beriringan sekaligus. Belum lagi, gang itu selalu bergoyang ketika dilewati. Bayangan gang akan runtuh pun menjadi momok. Apalagi, kemarin, Sumut Pos menemani Haji Anif dan rombongan yang akan meresmikan sebuah madrasah. Tak pelak, konsentrasi massa menumpuk di lokasi dekat Madrasah Ibtidaiyah H Anif; sekolah yang diresmikan.
“Itu Haji Anif, yang pakek baju batik hijau,” terdengar beberapa warga berbisik.
“Yang pakek baju itam itu bupati,” timpal lainnya.

Belum sempat mendengar perbincangan beberapa warga tadi, di tikungan yang menghadap madrasah, rombongan langsung ‘dihadang’ kelompok rebana. Musik membahana. Haji Anif dan rombongan pun dikalungi bunga. Tidak sampai di situ, setelah rombongan duduk di tempat yang memang sudah disediakan, tarian penyambutan pun disuguhkan.

“Terima kasih Pak Anif…, tapi kalau bisa pembangunan ini jangan dihentikan sampai madrasah saja. Lanjutkan lah ke tingkat SLTP,” ungkap tokoh masyarakat Kampung Nelayan, Muhammad Syafii.

Syafii pun melanjutkan ceritanya tentang warga Kampung Nelayan yang kesulitan mendapatkan pendidikan. Pasalnya, usai sekolah dasar, anak-anak mereka harus menyeberang ke Belawan agar bisa menikmati SLTP dan seterusnya.

“Anak-anak dan adik-adik kami harus menyeberang kalau mau sekolah, Pak. Jadi kalau ada sekolah lanjutan di sini kan enak. Tak perlu lagi mereka buru-buru sampek jatuh ke air,” tambahnya yang langsung dibalas tawa oleh semua yang hadir.

Mendengar hal itu, Haji Anif berharap diberikan rezeki oleh Allah. “Kami senang sekali bisa membantu. Semoga diberi rezeki oleh Allah biar hal itu bisa terwujud. Kita memang harus pintar agar bisa bersaing dengan negara lain. Maka, pendidikan adalah hal yang penting” kata Haji Anif yang hadir ditemani dua anaknya, Musa Rajeckshah dan Musa Idishah.

Kapoldasu Irjen Pol Wisjnu Amat Sastro yang ikut dalam rombongan menimpali kalau apa yang telah dilakukan oleh Haji Anif wajib ditiru pengusaha lain. “Seandainya lebih banyak pengusaha seperti Haji Anif, maka pembangunan di Sumut akan semakin cepat,” katanya.

Pun, Wisjnu berharap, warga Kampung Nelayan bisa memanfaatkan fasilitas yang disediakan Yayasan Haji Anif ini dengan sebaik-baiknya. “Saya berharap di kemudian hari akan muncul tokoh di Medan dan Sumut yang berasal dari kampung ini,” cetusnya.
Tak jauh berbeda dengan Kapolda, Bupati Deliserdang Amri Tambunan pun berharap fasilitas yang disumbangkan Haji Anif dapat dijaga. Bahkan, Amri langsung memerintah Kadis Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Deli Serdang, Hj Saadah Lubis untuk memberikan perhatian lebih pada madrasah ini. “Bu Kadis, perhatikan madrasah bantuan Haji Anif ini, baik guru maupun hal pendukung lainnya. Lengkapilah jika ada sesuatu yang belum sempurna,” perintah Amri di depan khalayak.

Setelah saling memberikan kata sambutan, rombongan langsung mengecek madrasah yang diresmikan tersebut. Meski hujan gerimis, warga yang berkumpul tidak juga membubarkan diri. Bahkan, ketika rombongan mulai kembali ke Belawan. Malah, warga beramai-ramai berdiri di pinggi laut, memandang boat rombongan yang melaju pelan. Mereka melambaikan tangan. Mereka bersorak.

Ya, madrasah telah ada. Masa depan bisa menjadi cerah. Senyum mereka pun mulai merekah. (*)

Bersama Haji Anif Mengunjungi Kampung Nelayan, Deliserdang

Jangan bayangkan jalanan beraspal, berbatu, atau berdebu. Menuju Kampung Nelayan Deliserdang dari Belawan Medan hanya tersedia satu jalan, yakni air.

Ramadhan Batubara, Medan

Dalam getaran mesin boat dan terpaan angin, Sumut Pos yang menemani rombongan Haji Anif berusaha membuka mata selebar-lebarnya. Ini tak lain karena kawasan yang secara administrasi bernama Dusun XIV, Desa Paluh Kurau, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deliserdang itu memang cukup menarik perhatian.

Bayangkan saja, dari data yang didapat, Kampung Nelayan adalah satu-satunya dusun di Desa Paluh Kurau yang tidak memiliki akses jalan ke kawasan luar selain melalui laut. Ya, dari 14 dusun yang ada di Paluh Kurau, hanya Kampung Nelayan ini yang berada di wilayah perairan pesisir.

Memang jarak kampung ini dengan Belawan tidak begitu jauh, tak sampai sepuluh menit di atas boat, sekira 7 kilometer. Namun, mengingat tidak adanya akses jalan, Sumut Pos penasaran untuk melihat langsung keadaan kampung yang kabarnya dibuka pertama kali oleh Suku Banjar itu. Apalagi taraf hidup sebagian besar warganya juga tidak begitu menjanjikan. Mereka berada di bawah garis kemiskinan.

Dan semua itu terjawab kemarin, Selasa (15/11). Begitu memasuki kawasan perairan Kampung Nelayan, rumah-rumah yang menghadap air seakan mengucapkan selamat datang. Nyaris di bagian depan setiap rumah ada tiang untuk menambat tali perahu atau boat. Tidak lupa semacam tangga untuk naik ke rumah. Seluruh rumah yang berada di Kampung Nelayan ini memang berbentuk rumah panggung. Beruntung, saat tiba di sana, air di Kampung Nelayan sedang tidak pasang. Jadi, terlihatlah tonggak-tonggak yang menyanggah rumah; kayu mangrove yang sudah menghitam, menunjukkan kekuatan yang tak hancur oleh air laut.

Pandangan mengarah ke rumah-rumah yang ada. Di sebuah rumah tampak seorang ibu sibuk memasak. Di rumah lain, beberapa anak berteriak riang sambil memandang boat rombongan yang jumlahnya mencapai lima. Beberapa warung juga tampak beraktivitas. Ada pula seorang gadis di dalam rumah (terlihat dari jendela rumah), menyisir rambut sambil berkaca.  Di rumah sebelah lainnya, perempuan lain memperhatikan rombongan, senyumnya terlihat di cela papan rumah. Ya, benar-benar perkampungan yang wajar.

Namun, begitu mendarat, ada sesuatu yang tak wajar muncul kepermukaan. Jalanan di kampung ini ternyata tidak bertanah juga. Gang-gang kecil hanyalah tumpukan papan yang dibentuk sedemikian rupa. Lalu, lebar gang itu pun tidak menenangkan, gang terlebar hanya bisa dilalui empat orang beriringan sekaligus. Belum lagi, gang itu selalu bergoyang ketika dilewati. Bayangan gang akan runtuh pun menjadi momok. Apalagi, kemarin, Sumut Pos menemani Haji Anif dan rombongan yang akan meresmikan sebuah madrasah. Tak pelak, konsentrasi massa menumpuk di lokasi dekat Madrasah Ibtidaiyah H Anif; sekolah yang diresmikan.
“Itu Haji Anif, yang pakek baju batik hijau,” terdengar beberapa warga berbisik.
“Yang pakek baju itam itu bupati,” timpal lainnya.

Belum sempat mendengar perbincangan beberapa warga tadi, di tikungan yang menghadap madrasah, rombongan langsung ‘dihadang’ kelompok rebana. Musik membahana. Haji Anif dan rombongan pun dikalungi bunga. Tidak sampai di situ, setelah rombongan duduk di tempat yang memang sudah disediakan, tarian penyambutan pun disuguhkan.

“Terima kasih Pak Anif…, tapi kalau bisa pembangunan ini jangan dihentikan sampai madrasah saja. Lanjutkan lah ke tingkat SLTP,” ungkap tokoh masyarakat Kampung Nelayan, Muhammad Syafii.

Syafii pun melanjutkan ceritanya tentang warga Kampung Nelayan yang kesulitan mendapatkan pendidikan. Pasalnya, usai sekolah dasar, anak-anak mereka harus menyeberang ke Belawan agar bisa menikmati SLTP dan seterusnya.

“Anak-anak dan adik-adik kami harus menyeberang kalau mau sekolah, Pak. Jadi kalau ada sekolah lanjutan di sini kan enak. Tak perlu lagi mereka buru-buru sampek jatuh ke air,” tambahnya yang langsung dibalas tawa oleh semua yang hadir.

Mendengar hal itu, Haji Anif berharap diberikan rezeki oleh Allah. “Kami senang sekali bisa membantu. Semoga diberi rezeki oleh Allah biar hal itu bisa terwujud. Kita memang harus pintar agar bisa bersaing dengan negara lain. Maka, pendidikan adalah hal yang penting” kata Haji Anif yang hadir ditemani dua anaknya, Musa Rajeckshah dan Musa Idishah.

Kapoldasu Irjen Pol Wisjnu Amat Sastro yang ikut dalam rombongan menimpali kalau apa yang telah dilakukan oleh Haji Anif wajib ditiru pengusaha lain. “Seandainya lebih banyak pengusaha seperti Haji Anif, maka pembangunan di Sumut akan semakin cepat,” katanya.

Pun, Wisjnu berharap, warga Kampung Nelayan bisa memanfaatkan fasilitas yang disediakan Yayasan Haji Anif ini dengan sebaik-baiknya. “Saya berharap di kemudian hari akan muncul tokoh di Medan dan Sumut yang berasal dari kampung ini,” cetusnya.
Tak jauh berbeda dengan Kapolda, Bupati Deliserdang Amri Tambunan pun berharap fasilitas yang disumbangkan Haji Anif dapat dijaga. Bahkan, Amri langsung memerintah Kadis Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Deli Serdang, Hj Saadah Lubis untuk memberikan perhatian lebih pada madrasah ini. “Bu Kadis, perhatikan madrasah bantuan Haji Anif ini, baik guru maupun hal pendukung lainnya. Lengkapilah jika ada sesuatu yang belum sempurna,” perintah Amri di depan khalayak.

Setelah saling memberikan kata sambutan, rombongan langsung mengecek madrasah yang diresmikan tersebut. Meski hujan gerimis, warga yang berkumpul tidak juga membubarkan diri. Bahkan, ketika rombongan mulai kembali ke Belawan. Malah, warga beramai-ramai berdiri di pinggi laut, memandang boat rombongan yang melaju pelan. Mereka melambaikan tangan. Mereka bersorak.

Ya, madrasah telah ada. Masa depan bisa menjadi cerah. Senyum mereka pun mulai merekah. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/