Begitulah ceritanya. Franz A Hulu, tim pendampingan dari BNPB yang sejak tadi menyimak mengangguk-angguk. Dia meminum kopi instannya. “Beginilah Siosar, sepi. Baru 20 kepala keluarga yang menempati rumah-rumah yang sudah dibangun ini,” katanya. Sepertinya dia sudah sangat puas dengan cerita perjalanan Sumut Pos menuju lokasi itu. Tak ada lagi sinar kepenasaran seperti sebelumnya.
“Yang paling dibutuhkan mereka di sini adalah aktivitas. Berkehidupan,” tambahnya.
Solihin Sembiring sang pemilik rumah sekaligus warung kecil ikut mengangguk-angguk. Dia lebih banyak diam. Beda dengan Akhirudin Sembiring, adik Solihin. Sang adik yang telah menikah dan memiliki dua anak itu baru kembali dari lokasi rencana kandang ayam. “Mau dapat bantuan bibit ayam. 500 anak ayam yang baru berumur sebulan untuk 20 KK. Bisa hidup gak ya di udara yang dingin kayak gini. Apa gak berdiri kaki-kaki ayam itu!” kata Akhirudin yang disambut tawa oleh semua yang hadir di warung tersebut.
Franz menimpal. Katanya suhu saat itu 18 derajat Celsius dan kabut 80 persen. “Berdirilah semua bulu-bulu bayi ayam itu,” tambah Akhirudin.
Lalu, ketika ayam itu sudah tiba, pakannya bagaimana?
Akhirudin langsung menatap kosong. “ Itu dia, gak ada bantuan ke situ …” sebutnya. (bersambung)