28.9 C
Medan
Saturday, May 4, 2024

Pimpinan Rehabilitasi LRPPN BI Klaim Bukan karena Menu Sarapan

Foto: PARLINDUNGAN/Sumut Pos
Pimpinan Klinik Rehabilitasi Narkotika LRPPN, Suwito bersama Poltak Marbun, Residen Pria, Slamet Widodo, Manager Program Residen Wanita dan Seorang Residen Wanita, Dewi saat menngelar temu pers, Rabu (17/1).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Merokok dinilai dapat membuka jalan bagi seseorang menggunakan narkoba, khususnya ganja. Karenanya, Klinik Pratama Rehabilitasi Narkotika LRPPN BI melarang pasiennya (yang disebut residen) untuk merokok. Nah, itu juga yang diklaim pimpinan Klinik Pratama Rehabilitasi Narkotika LRPPN BI, Suwito sebagai pemicu kerusuhan yang terjadi, Selasa (16/1) lalu.

Menurut Suwito, menu sarapan residen yang disebut itu-itu saja, bukanlah sebagai pemicu utama. Sebab, baru seminggu terakhir ini penghuni panti sarapan nasi, mie, kerupuk, dan sambal teri. “Di tempat kita ini, larangan kerasnya itu adalah merokok. Ini yang selalu diusulkan mereka, minimal habis makan pun jadi. Namun itu tidak pernah kita kabulkan. Saya rasa itu yang membuat pemicu, sehingga menjadi frontal karena mereka di sini karena keterpaksaan dari pihak keluarga,” ungkap Suwito saat diwawancarai Sumut Pos, Rabu (17/1).

Dijelaskan Suwito, larangan keras merokok itu dikarenakan rokok mengandung nikotin. Karena mereka benar-benar ingin membebaskan para residen terbebas dari nikotin sampai hal yang sekecil-kecilnya. “Kita khawatir rokok membuka jalan untuk para residen menggunakan narkoba, misalnya ganja,” jelasnya.

Disinggung soal jumlah residen yang kabur, Suwito mengatakan, sekitar 32 orang. Namun, 12 orang diantaranya sudah kembali, diantar orangtua masing-masing. Namun dia memperkirakan dalam seminggu ke depan, semua sudah kembali, karena ada beberapa orangtua yang datang menanyakan kronologis kejadian itu.

Disebut Suwito, mereka yang kabur tersebut adalah residen yang baru tiga sampai empat bulan menjalani rehabilitasi. Menurutnya, pada masa tersebut residen masih labil dan belum bisa menerima hal positif, mengingat residen berada direhabilitasi karena terpaksa, atas permintaan orangtua.

” Anak baru masuk, kita detox 14 hari, tidak diizikan campur sama yang lain. Dalam 14 hari ini, macam-macam muncul gejolak, karena menahan dan melawan rasa ingin. Berpikirnya belum bisa menerima hal positif. Ada kadang-kadang lubang WC ditutup pakai baju dan keran air dirusak sehingga menyulitkan orang lain. Memang sebenarnya 14 hari itu tidak cukup untuk menstabilkan kondisinya. Bawaan emosi masih terlalu tinggi. Belum bisa menerima hal-hal positif, sementara saat ada yang negatif, langsung naik, ” tambahnya.

Foto: PARLINDUNGAN/Sumut Pos
Pimpinan Klinik Rehabilitasi Narkotika LRPPN, Suwito bersama Poltak Marbun, Residen Pria, Slamet Widodo, Manager Program Residen Wanita dan Seorang Residen Wanita, Dewi saat menngelar temu pers, Rabu (17/1).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Merokok dinilai dapat membuka jalan bagi seseorang menggunakan narkoba, khususnya ganja. Karenanya, Klinik Pratama Rehabilitasi Narkotika LRPPN BI melarang pasiennya (yang disebut residen) untuk merokok. Nah, itu juga yang diklaim pimpinan Klinik Pratama Rehabilitasi Narkotika LRPPN BI, Suwito sebagai pemicu kerusuhan yang terjadi, Selasa (16/1) lalu.

Menurut Suwito, menu sarapan residen yang disebut itu-itu saja, bukanlah sebagai pemicu utama. Sebab, baru seminggu terakhir ini penghuni panti sarapan nasi, mie, kerupuk, dan sambal teri. “Di tempat kita ini, larangan kerasnya itu adalah merokok. Ini yang selalu diusulkan mereka, minimal habis makan pun jadi. Namun itu tidak pernah kita kabulkan. Saya rasa itu yang membuat pemicu, sehingga menjadi frontal karena mereka di sini karena keterpaksaan dari pihak keluarga,” ungkap Suwito saat diwawancarai Sumut Pos, Rabu (17/1).

Dijelaskan Suwito, larangan keras merokok itu dikarenakan rokok mengandung nikotin. Karena mereka benar-benar ingin membebaskan para residen terbebas dari nikotin sampai hal yang sekecil-kecilnya. “Kita khawatir rokok membuka jalan untuk para residen menggunakan narkoba, misalnya ganja,” jelasnya.

Disinggung soal jumlah residen yang kabur, Suwito mengatakan, sekitar 32 orang. Namun, 12 orang diantaranya sudah kembali, diantar orangtua masing-masing. Namun dia memperkirakan dalam seminggu ke depan, semua sudah kembali, karena ada beberapa orangtua yang datang menanyakan kronologis kejadian itu.

Disebut Suwito, mereka yang kabur tersebut adalah residen yang baru tiga sampai empat bulan menjalani rehabilitasi. Menurutnya, pada masa tersebut residen masih labil dan belum bisa menerima hal positif, mengingat residen berada direhabilitasi karena terpaksa, atas permintaan orangtua.

” Anak baru masuk, kita detox 14 hari, tidak diizikan campur sama yang lain. Dalam 14 hari ini, macam-macam muncul gejolak, karena menahan dan melawan rasa ingin. Berpikirnya belum bisa menerima hal positif. Ada kadang-kadang lubang WC ditutup pakai baju dan keran air dirusak sehingga menyulitkan orang lain. Memang sebenarnya 14 hari itu tidak cukup untuk menstabilkan kondisinya. Bawaan emosi masih terlalu tinggi. Belum bisa menerima hal-hal positif, sementara saat ada yang negatif, langsung naik, ” tambahnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/