26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Identifikasi Korban Lambat, Dikutip Biaya Peti Jenazah

Foto: Sumut Pos TNI dan warga mengevakuasi jenazah korban banjir badang yang melanda Air terjun Dua Warna di Sibolangit, Deliserdang, Sumut, Minggu (15/5/2016).
Foto: Sumut Pos
TNI dan warga mengevakuasi jenazah korban banjir badang yang melanda Air terjun Dua Warna di Sibolangit, Deliserdang, Sumut, Minggu (15/5/2016).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sudah jatuh tertimpa tangga. Itu yang dialami para keluarga korban banjir bandang di Air Terjun Dua Warna, Sibolangit. Mereka terpaksa menunggu berjam-jam bahkan hari, karena lambatnya proses identifikasi.

Lamanya proses tersebut membuat para keluarga korban tidak bisa segera membawa jasad korban yang sudah dievakuasi dari Rumah Sakit Bhayangkara ke rumah duka. Seorang keluarga korban, Dedi Mulia Purba mengatakan, ia bersama keluarganya menunggu proses identifikasi korban Ahmad Alhakim Lubis (21), warga Padanglawas, mahasiswa STIKes Flora yang tewas dalam tragedi banjir bandang tersebut.

”Saya mendampingi abang korban Sulaiman Lubis dan Surabari Lubis. Kedua abang korban tiba di RS Bhayangkara Senin malam (16/5),” ujar Dedi di RS Bhayangkara.

Ia dan keluarga korban lantas menyerahkan antemortem atau data diri korban sebelum meninggal ke Pos Mortem. Seperti, sidik jari pada ijazah SMA dari mahasiswa semester IV Prodi S1-Keperawatan STIKes Flora Medan. Namun, hingga Selasa sore (17/5), proses identifikasi tak juga selesai.

Padahal, kondisi korban Ahman Al Hakim yang merupakan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) STIKes Flora itu masih dalam keadaan baik dan bisa dikenali. Hal ini diketahui dari pengakuan teman-teman korban yang selamat.

”Hanya ada luka sobek di bibir korban. Kalau wajah masih bisa dikenali. Itu kata teman-teman korban yang selamat. Kami sangat kesal karena sampai sekarang juga belum diizinkan melihat jenazah korban,” ujar Dedi.

Dedi pun berharap agar tim identifikasi dapat bekerja lebih cepat agar jenazah korban bisa dibawa pulang ke kampungnya di Padanglawas.

Kekesalan Dedi tidak hanya soal proses identifikasi yang lambat, tapi juga sejumlah uang yang harus dibayarkan. Misalnya, pihak oknum petugas RS Bhayangkara meminta uang ambulan yang membawa jenazah ke Padanglawas dikenakan biaya Rp5 juta.

”Karena kemahalan, maka pihak kampus melobi oknum rumah sakit. Akhirnya disepakati biaya antar ambulan sebesar Rp1,3 juta. Uang ini akan dibayar begitu jenazah tiba di rumah duka,” ungkap Dedi.

Tidak hanya soal ambulan, pihaknya juga harus membayar uang peti jenazah sebesar Rp800 ribu. Padahal, kata Dedi, banyak keluarga korban tidak memiliki kesiapan uang untuk berbagai biaya yang harus dibayarkan. ”Saya dan keluarga korban memohon kepada Pemerintah Sumatera Utara, khususnya Plt Gubsu agar membantu biaya-biaya yang ada. Paling tidak, kami yang sedang sedih tertimpa musibah, jangan tertimpa kesusahaan biaya lagi,” harap Dedi sambil menunjukkan kwitansi pembelian peti mati sebesar Rp800 ribu.

Perwakilan STIKes Flora Medan, Minarni mengatakan, pihaknya sudah berkordinasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara untuk membantu penyediaan ambulans guna mengantarkan jenazah korban. Agar pemulangan segera dilakukan dan menghemat biaya transportasi pemulangan jenazah.

“Bukan biaya ambulans, tetapi biaya sopir dan bahan bakar minyaknya. Kalau ambulansnya kita sudah kordinasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi untuk pemulangan. Karena setelah kita tanya ke RS Bhayangkara, untuk sampai ke Padangsidempuan biaya ambulansnya bisa mencapai Rp5 Juta-Rp6 Juta,” jelas Minarni.

Sedangkan, biaya peti jenazah, pihak kampus tidak membantah ada pemungutan biaya terkait itu. “Kalau untuk peti mati ya wajarlah. Kondisinya kan tidak layak kalau hanya dikafani saja. Sudah kena air dan membengkak,” tuturnya.

Foto: Sumut Pos TNI dan warga mengevakuasi jenazah korban banjir badang yang melanda Air terjun Dua Warna di Sibolangit, Deliserdang, Sumut, Minggu (15/5/2016).
Foto: Sumut Pos
TNI dan warga mengevakuasi jenazah korban banjir badang yang melanda Air terjun Dua Warna di Sibolangit, Deliserdang, Sumut, Minggu (15/5/2016).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sudah jatuh tertimpa tangga. Itu yang dialami para keluarga korban banjir bandang di Air Terjun Dua Warna, Sibolangit. Mereka terpaksa menunggu berjam-jam bahkan hari, karena lambatnya proses identifikasi.

Lamanya proses tersebut membuat para keluarga korban tidak bisa segera membawa jasad korban yang sudah dievakuasi dari Rumah Sakit Bhayangkara ke rumah duka. Seorang keluarga korban, Dedi Mulia Purba mengatakan, ia bersama keluarganya menunggu proses identifikasi korban Ahmad Alhakim Lubis (21), warga Padanglawas, mahasiswa STIKes Flora yang tewas dalam tragedi banjir bandang tersebut.

”Saya mendampingi abang korban Sulaiman Lubis dan Surabari Lubis. Kedua abang korban tiba di RS Bhayangkara Senin malam (16/5),” ujar Dedi di RS Bhayangkara.

Ia dan keluarga korban lantas menyerahkan antemortem atau data diri korban sebelum meninggal ke Pos Mortem. Seperti, sidik jari pada ijazah SMA dari mahasiswa semester IV Prodi S1-Keperawatan STIKes Flora Medan. Namun, hingga Selasa sore (17/5), proses identifikasi tak juga selesai.

Padahal, kondisi korban Ahman Al Hakim yang merupakan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) STIKes Flora itu masih dalam keadaan baik dan bisa dikenali. Hal ini diketahui dari pengakuan teman-teman korban yang selamat.

”Hanya ada luka sobek di bibir korban. Kalau wajah masih bisa dikenali. Itu kata teman-teman korban yang selamat. Kami sangat kesal karena sampai sekarang juga belum diizinkan melihat jenazah korban,” ujar Dedi.

Dedi pun berharap agar tim identifikasi dapat bekerja lebih cepat agar jenazah korban bisa dibawa pulang ke kampungnya di Padanglawas.

Kekesalan Dedi tidak hanya soal proses identifikasi yang lambat, tapi juga sejumlah uang yang harus dibayarkan. Misalnya, pihak oknum petugas RS Bhayangkara meminta uang ambulan yang membawa jenazah ke Padanglawas dikenakan biaya Rp5 juta.

”Karena kemahalan, maka pihak kampus melobi oknum rumah sakit. Akhirnya disepakati biaya antar ambulan sebesar Rp1,3 juta. Uang ini akan dibayar begitu jenazah tiba di rumah duka,” ungkap Dedi.

Tidak hanya soal ambulan, pihaknya juga harus membayar uang peti jenazah sebesar Rp800 ribu. Padahal, kata Dedi, banyak keluarga korban tidak memiliki kesiapan uang untuk berbagai biaya yang harus dibayarkan. ”Saya dan keluarga korban memohon kepada Pemerintah Sumatera Utara, khususnya Plt Gubsu agar membantu biaya-biaya yang ada. Paling tidak, kami yang sedang sedih tertimpa musibah, jangan tertimpa kesusahaan biaya lagi,” harap Dedi sambil menunjukkan kwitansi pembelian peti mati sebesar Rp800 ribu.

Perwakilan STIKes Flora Medan, Minarni mengatakan, pihaknya sudah berkordinasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara untuk membantu penyediaan ambulans guna mengantarkan jenazah korban. Agar pemulangan segera dilakukan dan menghemat biaya transportasi pemulangan jenazah.

“Bukan biaya ambulans, tetapi biaya sopir dan bahan bakar minyaknya. Kalau ambulansnya kita sudah kordinasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi untuk pemulangan. Karena setelah kita tanya ke RS Bhayangkara, untuk sampai ke Padangsidempuan biaya ambulansnya bisa mencapai Rp5 Juta-Rp6 Juta,” jelas Minarni.

Sedangkan, biaya peti jenazah, pihak kampus tidak membantah ada pemungutan biaya terkait itu. “Kalau untuk peti mati ya wajarlah. Kondisinya kan tidak layak kalau hanya dikafani saja. Sudah kena air dan membengkak,” tuturnya.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/