30.6 C
Medan
Saturday, May 4, 2024

Buruh: Kami Belum Merdeka!!!

Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
Ratusan buruh melakukan aksi longmarch di di sekitar Jalan Balai Kota Medan, beberapa wakru lalu.

SUMUTPOS.CO – Di saat sejumlah rakyat merayakan HUT ke-72 Kemerdekaan RI, berbeda dirasakan kalangan buruh kasar di Pelabuhan Belawan.

Mereka menganggap, memperingati Hari Kemerdekaan hanya sebagai bentuk seremoni bagi pekerja kasar, bukan bukti kemerdekaan mencapai kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Anggapan itu terpancar dari buruh yang tidak semangat dengan HUT ke-72 Kemerdekaan RI. “Bagi kami, negara yang merdeka, tapi kami tidak merdeka. Lihatlah, kami belum hidup sejahtera di negara ini,” celoteh Samsul di warung.

Para buruh yang merupakan pekerja kuli kasar di Pelabuhan Belawan ini memilih bermain kartu di lingkungan tempat tinggal mereka. Karena mereka menganggap HUT Kemerdekaan RI hanya sebatas tradisi yang tidak membawa perubahan bagi masyarakat kecil.

“Bagus kami duduk di warung sini, dari pada memikirkan kemerdekaan dengan lomba tidak jelas. Lihatlah, nasib kami sama seperti zaman penjajahan. Kami tetap juga jadi kuli kasar, apa bedanya dengan zaman penjajahan, dulu namanya kerja rodi, sekarang buruh, ini yang namanya merdeka,” ungkap Samsul yang juga dibenarkan teman-temannya.

Dengan asik kesibukan duduk di warung, para buruh meminta kepada kepala negara atau kepala daerah dapat mewujudkan kemerdekaan yang memberikan dampak sejahtera bagi masyarakat kecil.

“Kalau cerita merdeka, kita ini tidak sengsara. Kami untuk makan aja susah, mikiri kemerdekaan, banyak ancaman kami alami dari kerja, itu sama juga kami dijajah,” beber Samsul.

Begitu juga dikatakan T Pasaribu, kerja kasar yang mereka lakukan adalah bentuk penjajahan fisik dan mental bagi para buruh. Karena, tekanan kerja kasar yang mereka lakukan bukanlah kebebasan dari kemerdekaan yang telah dicapai.

“Maunya, setiap hari kemerdekaan begini, pemerintah memberikan program kesejahteraan dan kemakmuran bagi buruh, jadi bukan kami saja, seluruh buruh di Indonesi, berikan kami santunan, tunjangan atau bentuk apapun yang membuat kami semangat memperingati hari kemerdekaan,” ujar Pasaribu.

Dikatakan buruh angkut di Pelabuhan Belawan ini, banyak program pendidikan, kesehatan dan sosial yang dilakukan pemerintah, tetapi itu tidak mampu memerdekakan masyarakat kecil.

“Sudahlah, merdeka terusnya kita merdeka. Tapi, kita tetap sakit – sakitan dan bodoh juga dijajah negara luar. Yang kaya makin kaya, kami ini tetap miskin,” ujar Pasaribu di antara teman-temannya. (fac/azw)

 

 

Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
Ratusan buruh melakukan aksi longmarch di di sekitar Jalan Balai Kota Medan, beberapa wakru lalu.

SUMUTPOS.CO – Di saat sejumlah rakyat merayakan HUT ke-72 Kemerdekaan RI, berbeda dirasakan kalangan buruh kasar di Pelabuhan Belawan.

Mereka menganggap, memperingati Hari Kemerdekaan hanya sebagai bentuk seremoni bagi pekerja kasar, bukan bukti kemerdekaan mencapai kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Anggapan itu terpancar dari buruh yang tidak semangat dengan HUT ke-72 Kemerdekaan RI. “Bagi kami, negara yang merdeka, tapi kami tidak merdeka. Lihatlah, kami belum hidup sejahtera di negara ini,” celoteh Samsul di warung.

Para buruh yang merupakan pekerja kuli kasar di Pelabuhan Belawan ini memilih bermain kartu di lingkungan tempat tinggal mereka. Karena mereka menganggap HUT Kemerdekaan RI hanya sebatas tradisi yang tidak membawa perubahan bagi masyarakat kecil.

“Bagus kami duduk di warung sini, dari pada memikirkan kemerdekaan dengan lomba tidak jelas. Lihatlah, nasib kami sama seperti zaman penjajahan. Kami tetap juga jadi kuli kasar, apa bedanya dengan zaman penjajahan, dulu namanya kerja rodi, sekarang buruh, ini yang namanya merdeka,” ungkap Samsul yang juga dibenarkan teman-temannya.

Dengan asik kesibukan duduk di warung, para buruh meminta kepada kepala negara atau kepala daerah dapat mewujudkan kemerdekaan yang memberikan dampak sejahtera bagi masyarakat kecil.

“Kalau cerita merdeka, kita ini tidak sengsara. Kami untuk makan aja susah, mikiri kemerdekaan, banyak ancaman kami alami dari kerja, itu sama juga kami dijajah,” beber Samsul.

Begitu juga dikatakan T Pasaribu, kerja kasar yang mereka lakukan adalah bentuk penjajahan fisik dan mental bagi para buruh. Karena, tekanan kerja kasar yang mereka lakukan bukanlah kebebasan dari kemerdekaan yang telah dicapai.

“Maunya, setiap hari kemerdekaan begini, pemerintah memberikan program kesejahteraan dan kemakmuran bagi buruh, jadi bukan kami saja, seluruh buruh di Indonesi, berikan kami santunan, tunjangan atau bentuk apapun yang membuat kami semangat memperingati hari kemerdekaan,” ujar Pasaribu.

Dikatakan buruh angkut di Pelabuhan Belawan ini, banyak program pendidikan, kesehatan dan sosial yang dilakukan pemerintah, tetapi itu tidak mampu memerdekakan masyarakat kecil.

“Sudahlah, merdeka terusnya kita merdeka. Tapi, kita tetap sakit – sakitan dan bodoh juga dijajah negara luar. Yang kaya makin kaya, kami ini tetap miskin,” ujar Pasaribu di antara teman-temannya. (fac/azw)

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/