30 C
Medan
Thursday, May 2, 2024

Handphone Tak Boleh Mati, Standby 24 Jam

Foto: Pran Hasibuan/Sumut Pos
Mangapul Harianja, buruh kasar seperti Petugas Pemeliharaan Prasarana dan Sarana Umum (P3SU).

Lima tahun bukan waktu yang singkat untuk menjalani dan menikmati sebuah pekerjaan. Apalagi bekerja sebagai buruh kasar seperti Petugas Pemeliharaan Prasarana dan Sarana Umum (P3SU). Sudahlah jam kerjanya tak mengenal waktu, pekerjaan yang dilakukan juga sangat ekstrem bahkan mengalahkan seorang buruh kasar.

 

PRAN HASIBUAN, Medan

 

BAGI Mangapul Harianja, memilih pekerjaan sebagai P3SU tak pernah terbesit sedikit pun di dalam benaknya. Apalagi pria asal Kisaran yang merantau ke Kota Medan sejak era milenium ini, dulunya tak pernah punya pekerjaan tetap alias ‘mocok-mocok. Namun seiring waktu, ia mengaku nyaman menjalani pekerjaan sebagai P3SU.

“Mulanya karena gak ada pekerjaan lain. Dulunya kerja saya tak menetap, mocok-mocok. Kalau ada kerja bangunan saya ikut. Taulah pas pertama-tama merantau ke Medan ini, begitu ada lowongan pekerjaan saya kerja saja,” Mangapul membuka cerita saat ditemui Sumut Pos, di kantin Kantor Kecamatan Medan Amplas, Jalan Garu III, Senin (16/10).

Sembari menjalani pekerjaan yang tak menetap itu, Mangapul ditawari bekerja sebagai buruh sergap (buser) di Kecamatan Medan Amplas oleh lurah setempat. Tanpa berpikir panjang setelah dijelaskan kronologi pekerjaan dan honor yang bakal diperoleh, ia pun menerima tawaran tersebut. “Saat itu saya langsung okekan. Saya katakan syukurlah, saya sudah bisa menetap di Medan ini dan tidak ke sana ke mari lagi,” katanya.

Setiap pekerjaan ataupun profesi tentu punya suka dan duka. Tak terkecuali seorang P3SU. Mangapul mengamini pekerjaan yang ia geluti saat ini melebihi seorang buruh kasar. Awalnya menganggap dirinya rendah sekali. Bayangkan saja pekerjaan yang ia lakukan mengorek parit dan sungai, membersihkan limbah dan kotoran-kotoran manusia. “Kita memang punya alat seperti cangkul dan lainnya, tapi terkadang ketika kita tak puas membersihkannya, terpaksa memakai tangan juga,” katanya.

Apalagi sekarang ini rumah-rumah yang dibelakangnya ada parit, septitank warga pembuangannya langsung mengarah ke parit itu. Tak sedikit warga yang menolak limbah rumah tangganya dibersihkan P3SU. Mangapul merasa sedih di situ, tapi tetap saja menjelaskan perannya untuk membantu warga atas limbah rumah tangganya tersebut. “Berniat baik pun kita sekarang, orang menanggapinya seperti itu. Konon lagi untuk sesuatu yang tidak baik. Makanya rasa saya, yang paling berkesan menjalani pekerjaan ini menjadi lebih tahu karakter dan sifat masyarakat,” kata pria kelahiran 13 April 1970 itu.

Foto: Pran Hasibuan/Sumut Pos
Mangapul Harianja, buruh kasar seperti Petugas Pemeliharaan Prasarana dan Sarana Umum (P3SU).

Lima tahun bukan waktu yang singkat untuk menjalani dan menikmati sebuah pekerjaan. Apalagi bekerja sebagai buruh kasar seperti Petugas Pemeliharaan Prasarana dan Sarana Umum (P3SU). Sudahlah jam kerjanya tak mengenal waktu, pekerjaan yang dilakukan juga sangat ekstrem bahkan mengalahkan seorang buruh kasar.

 

PRAN HASIBUAN, Medan

 

BAGI Mangapul Harianja, memilih pekerjaan sebagai P3SU tak pernah terbesit sedikit pun di dalam benaknya. Apalagi pria asal Kisaran yang merantau ke Kota Medan sejak era milenium ini, dulunya tak pernah punya pekerjaan tetap alias ‘mocok-mocok. Namun seiring waktu, ia mengaku nyaman menjalani pekerjaan sebagai P3SU.

“Mulanya karena gak ada pekerjaan lain. Dulunya kerja saya tak menetap, mocok-mocok. Kalau ada kerja bangunan saya ikut. Taulah pas pertama-tama merantau ke Medan ini, begitu ada lowongan pekerjaan saya kerja saja,” Mangapul membuka cerita saat ditemui Sumut Pos, di kantin Kantor Kecamatan Medan Amplas, Jalan Garu III, Senin (16/10).

Sembari menjalani pekerjaan yang tak menetap itu, Mangapul ditawari bekerja sebagai buruh sergap (buser) di Kecamatan Medan Amplas oleh lurah setempat. Tanpa berpikir panjang setelah dijelaskan kronologi pekerjaan dan honor yang bakal diperoleh, ia pun menerima tawaran tersebut. “Saat itu saya langsung okekan. Saya katakan syukurlah, saya sudah bisa menetap di Medan ini dan tidak ke sana ke mari lagi,” katanya.

Setiap pekerjaan ataupun profesi tentu punya suka dan duka. Tak terkecuali seorang P3SU. Mangapul mengamini pekerjaan yang ia geluti saat ini melebihi seorang buruh kasar. Awalnya menganggap dirinya rendah sekali. Bayangkan saja pekerjaan yang ia lakukan mengorek parit dan sungai, membersihkan limbah dan kotoran-kotoran manusia. “Kita memang punya alat seperti cangkul dan lainnya, tapi terkadang ketika kita tak puas membersihkannya, terpaksa memakai tangan juga,” katanya.

Apalagi sekarang ini rumah-rumah yang dibelakangnya ada parit, septitank warga pembuangannya langsung mengarah ke parit itu. Tak sedikit warga yang menolak limbah rumah tangganya dibersihkan P3SU. Mangapul merasa sedih di situ, tapi tetap saja menjelaskan perannya untuk membantu warga atas limbah rumah tangganya tersebut. “Berniat baik pun kita sekarang, orang menanggapinya seperti itu. Konon lagi untuk sesuatu yang tidak baik. Makanya rasa saya, yang paling berkesan menjalani pekerjaan ini menjadi lebih tahu karakter dan sifat masyarakat,” kata pria kelahiran 13 April 1970 itu.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/