26.7 C
Medan
Sunday, May 12, 2024

Kebijakan Wali Kota Medan Berhentikan Perpanjangan HGB di Petisah Inkonstitusional

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Warga yang tergabung dalam Forum Petisah Bersatu (FPB) mendesak kebijakan Wali Kota Medan, Muhammad Bobby Afif Nasution, yang menyetop (memberhentikan) perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB) di Petisah Tengah agar segera dicabut (dibatalkan). Pasalnya, kebijakan tersebut disinyalir inkonstitusional.

FPB menilai, kebijakan itu menyalahi aturan dan Pemerintahan Kota (Pemko) Medan telah melakukan penyalahgunaan wewenangnya dalam persoalan HGB di kawasan Petisah Tengah.

Sebab, setelah menyetop perpanjangan HGB, Pemko Medan mengharuskan warga menyewa lahan di atas tanah yang berstatus HGB. Hal ini, dianggap sudah menyalahi aturan perundang-undangan dan melanggar aturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2021 dan melanggar aturan Menteri Agraria Nomor 18 tahun 2021.

Dalam aturan tersebut ditegaskan, tidak ada kewenangan dari Pemko Medan untuk memberikan hak sewa di atas HPL (Hak Pengelolaan). Karena sebenarnya yang berhak memberikan perpanjangan tanah itu ialah Badan Pertanahan Nasional (BPN).

“Kebijakan Wali Kota Medan Muhammad Bobby Afif Nasution yang mengharuskan hak sewa lahan di atas tanah HGB itu sangat merugikan warga Kelurahan Petisah Tengah yang mayoritas merupakan pengusaha,” ujar Ketua FPB, Perry Iskandar didampingi Ahli Hukum FPB Henry Sinaga, Penasehat FPB Sugianto Makmur dan Amrun Daulay, dalam temu pers, di Resto Ayam Kalasan, Jalan Iskandar Muda Medan, Selasa, (18/7/2023) sore.

Terlebih lagi, lanjut Perry, dalam perjanjian sewa lahan tersebut, warga hanya diberi waktu selama 5 tahun untuk menggunakan haknya sebagai penyewa dan Pemko Medan bisa menarik hak itu sewaktu-waktu. “Ada beberapa Kepala Keluarga (KK) yang menandatangi hak sewa ke Pemko Medan. Hal itu karena keterpaksaan mereka untuk bertransaksi dalam bisnis mereka,” jelasnya.

Jadi, menurutnya, mau, tidak mau, mereka tandatangani perjanjian sewa itu, supaya transaksinya yang sempat terganggu itu bisa jalan lagi. “Ada poin penting yang membuat kami tidak ingin menandatangi hak sewa itu. Yaitu tidak ada kewenangan bagi pemegang hak sewa dan pemerintah bisa mengambil lahan itu kapan saja, sesuai isi perjanjian surat sewa,” bebernya.

Sementara itu, Ahli Hukum FPB, Henry Sinaga menambahkan, jika pihaknya kini telah berusaha untuk melakukan langkah-langkah penyelesaian sengketa tersebut.

Dijelaskannya, ada sekitar 40 hektare luas lahan dan sekitar 2000 KK di Kelurahan Petisah Tengah, Kecamatan Medan Petisah yang terdampak dengan kebijakan Wali Kota Medan ini. “Nah, karena itu kita sangat mengapresiasi Kantor Staf Presiden (KSP) Republik Indonesia (RI), karena telah membalas surat kami dengan mengirimkan surat balasannya pada 14 Juni 2023. Artinya Pemerintah Pusat masih perduli dengan kami dan kami anggap mereka hadir di tengah-tengah konflik yang kami alami ini,” katanya.

FPB sendiri, menurut Henry, hanya menginginkan konflik ini bisa selesai dengan segera. Akan tetapi jalan keluar yang diberikan Wali Kota Medan dinilai sangat merugikan FPB.

Untuk itu pihaknya berharap, konflik bisa disudahi melalui jalur non litigasi. Tetapi, jika tidak juga selesai, maka akan menempuh jalur hukum, jika hal itu diperlukan. “Simpel aja. Kita hanya minta perpanjang HGB di atas HPL saja. Dan kita masih menahan diri untuk menempuh jalur litigasi,” tegasnya.

Selain itu, Henry menyebutkan, kebijakan Wali Kota Medan itu tergolong inkonstitusional. Sebab, jika merujuk pada Permendagri 19/2016, hak sewa lahan tidak bisa diterapkan jika lahan masih berstatus HGB. “Hak sewa yang ditekankan kepada kami ini tidak sesuai dengan undang-undang yang ada. Jika sewa diterapkan di atas tanah yang berstatus HGB, itu bertentangan dengan Undang-Undang (UU),” ungkapnya.

Sekaitan dengan itu, paparnya, FPB telah menerima surat balasan dari KSP, pada Jumat (14/7/2023) lalu. Surat itu berkaitan dengan sengketa hak tanah yang belakangan waktu ini terjadi antara warga Kelurahan Petisah Tengah, Medan dengan Pemko Medan.

Surat balasan KSP itu tertuang sesuai dengan Nomor: B-093/KSP/D2/05/2023, perihal tindak lanjut pengaduan dan permohonan revisi Permendagri 19/2016 yang dilayangkan FPB beberapa waktu lalu.

Warga yang tergabung dalam FPB itu pun mengapresiasi keluarnya surat balasan dari KSP tersebut. “Kami menilai Pemerintah Pusat masih peduli dengan rakyatnya karena telah hadir di tengah-tengah masyarakat yang sedang mengalami kesulitan dan terancam digusur,” katanya.

Sebagaiamana diketahui, ada sekitar 2.000 Warga yang terancam tergusur dari HGB di kawasan Kelurahan Petisah Tengah menyusul disetopnya perpanjangan HGB di kawasan itu oleh Pemko Medan.

Warga yang memiliki HGB di Kelurahan Petisah Tengah itu meliputi sisi kiri mulai Tugu SIB, di Jalan Gatot Subroto Medan. Terus, ke sisi kiri Jalan Iskandar Muda hingga bagian yang sama dari Jalan Gajah Mada Medan sampai ke Jalan S Parman.

Di hamparan itu, ada fasilitas umum seperti rumah ibadah hingga rumah sakit dan kantor Kepolisian Sektor (Polsek) Medan Baru. (dwi/ram)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Warga yang tergabung dalam Forum Petisah Bersatu (FPB) mendesak kebijakan Wali Kota Medan, Muhammad Bobby Afif Nasution, yang menyetop (memberhentikan) perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB) di Petisah Tengah agar segera dicabut (dibatalkan). Pasalnya, kebijakan tersebut disinyalir inkonstitusional.

FPB menilai, kebijakan itu menyalahi aturan dan Pemerintahan Kota (Pemko) Medan telah melakukan penyalahgunaan wewenangnya dalam persoalan HGB di kawasan Petisah Tengah.

Sebab, setelah menyetop perpanjangan HGB, Pemko Medan mengharuskan warga menyewa lahan di atas tanah yang berstatus HGB. Hal ini, dianggap sudah menyalahi aturan perundang-undangan dan melanggar aturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2021 dan melanggar aturan Menteri Agraria Nomor 18 tahun 2021.

Dalam aturan tersebut ditegaskan, tidak ada kewenangan dari Pemko Medan untuk memberikan hak sewa di atas HPL (Hak Pengelolaan). Karena sebenarnya yang berhak memberikan perpanjangan tanah itu ialah Badan Pertanahan Nasional (BPN).

“Kebijakan Wali Kota Medan Muhammad Bobby Afif Nasution yang mengharuskan hak sewa lahan di atas tanah HGB itu sangat merugikan warga Kelurahan Petisah Tengah yang mayoritas merupakan pengusaha,” ujar Ketua FPB, Perry Iskandar didampingi Ahli Hukum FPB Henry Sinaga, Penasehat FPB Sugianto Makmur dan Amrun Daulay, dalam temu pers, di Resto Ayam Kalasan, Jalan Iskandar Muda Medan, Selasa, (18/7/2023) sore.

Terlebih lagi, lanjut Perry, dalam perjanjian sewa lahan tersebut, warga hanya diberi waktu selama 5 tahun untuk menggunakan haknya sebagai penyewa dan Pemko Medan bisa menarik hak itu sewaktu-waktu. “Ada beberapa Kepala Keluarga (KK) yang menandatangi hak sewa ke Pemko Medan. Hal itu karena keterpaksaan mereka untuk bertransaksi dalam bisnis mereka,” jelasnya.

Jadi, menurutnya, mau, tidak mau, mereka tandatangani perjanjian sewa itu, supaya transaksinya yang sempat terganggu itu bisa jalan lagi. “Ada poin penting yang membuat kami tidak ingin menandatangi hak sewa itu. Yaitu tidak ada kewenangan bagi pemegang hak sewa dan pemerintah bisa mengambil lahan itu kapan saja, sesuai isi perjanjian surat sewa,” bebernya.

Sementara itu, Ahli Hukum FPB, Henry Sinaga menambahkan, jika pihaknya kini telah berusaha untuk melakukan langkah-langkah penyelesaian sengketa tersebut.

Dijelaskannya, ada sekitar 40 hektare luas lahan dan sekitar 2000 KK di Kelurahan Petisah Tengah, Kecamatan Medan Petisah yang terdampak dengan kebijakan Wali Kota Medan ini. “Nah, karena itu kita sangat mengapresiasi Kantor Staf Presiden (KSP) Republik Indonesia (RI), karena telah membalas surat kami dengan mengirimkan surat balasannya pada 14 Juni 2023. Artinya Pemerintah Pusat masih perduli dengan kami dan kami anggap mereka hadir di tengah-tengah konflik yang kami alami ini,” katanya.

FPB sendiri, menurut Henry, hanya menginginkan konflik ini bisa selesai dengan segera. Akan tetapi jalan keluar yang diberikan Wali Kota Medan dinilai sangat merugikan FPB.

Untuk itu pihaknya berharap, konflik bisa disudahi melalui jalur non litigasi. Tetapi, jika tidak juga selesai, maka akan menempuh jalur hukum, jika hal itu diperlukan. “Simpel aja. Kita hanya minta perpanjang HGB di atas HPL saja. Dan kita masih menahan diri untuk menempuh jalur litigasi,” tegasnya.

Selain itu, Henry menyebutkan, kebijakan Wali Kota Medan itu tergolong inkonstitusional. Sebab, jika merujuk pada Permendagri 19/2016, hak sewa lahan tidak bisa diterapkan jika lahan masih berstatus HGB. “Hak sewa yang ditekankan kepada kami ini tidak sesuai dengan undang-undang yang ada. Jika sewa diterapkan di atas tanah yang berstatus HGB, itu bertentangan dengan Undang-Undang (UU),” ungkapnya.

Sekaitan dengan itu, paparnya, FPB telah menerima surat balasan dari KSP, pada Jumat (14/7/2023) lalu. Surat itu berkaitan dengan sengketa hak tanah yang belakangan waktu ini terjadi antara warga Kelurahan Petisah Tengah, Medan dengan Pemko Medan.

Surat balasan KSP itu tertuang sesuai dengan Nomor: B-093/KSP/D2/05/2023, perihal tindak lanjut pengaduan dan permohonan revisi Permendagri 19/2016 yang dilayangkan FPB beberapa waktu lalu.

Warga yang tergabung dalam FPB itu pun mengapresiasi keluarnya surat balasan dari KSP tersebut. “Kami menilai Pemerintah Pusat masih peduli dengan rakyatnya karena telah hadir di tengah-tengah masyarakat yang sedang mengalami kesulitan dan terancam digusur,” katanya.

Sebagaiamana diketahui, ada sekitar 2.000 Warga yang terancam tergusur dari HGB di kawasan Kelurahan Petisah Tengah menyusul disetopnya perpanjangan HGB di kawasan itu oleh Pemko Medan.

Warga yang memiliki HGB di Kelurahan Petisah Tengah itu meliputi sisi kiri mulai Tugu SIB, di Jalan Gatot Subroto Medan. Terus, ke sisi kiri Jalan Iskandar Muda hingga bagian yang sama dari Jalan Gajah Mada Medan sampai ke Jalan S Parman.

Di hamparan itu, ada fasilitas umum seperti rumah ibadah hingga rumah sakit dan kantor Kepolisian Sektor (Polsek) Medan Baru. (dwi/ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/