28 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Pemko Siap Tampung Warga Pinggir Rel di Rusun

Mantan Anggota DPRD Kota Medan ini mencontohkan, warga Cina sangat bangga ketika tinggal di rusunawa. “Di luar negeri warganya tidak malu karena tinggal di rusunawa. Contohnya saja di Cina, yang cuma punya 40 persen daratan dan 60 persen hutan dan lautan. Artinya mereka memanfaatkan perluasan lahan menjuntai ke langit, karena keterbatasan tanah yang ada,” kata Akhyar.

Akhyar juga mengkritisi kinerja PT KAI yang tidak tuntas melakukan pembersihan saat penggusuran. Sebab, paska berhasil menertibkan warga pinggir rel, PT KAI masih menyisakan persoalan baru. Di mana masih ada ruang atau lahan kosong di pinggiran rel, yang bisa dimanfaatkan oleh warga. “Alhasil parit atau drainase kita ditutup pelan-pelan oleh warga lagi, kemudian dibangunkan lagi pondasi untuk rumah mereka,” katanya.

Menurut Akhyar, bila paska penertiban warga pinggir rel, PT KAI tidak menyisakan lahan lagi atau bisa dimanfaatkan oleh warga untuk bermukim. “Saya pernah sampaikan kepada PT KAI perihal tidak tuntasnya pekerjaan mereka itu. Di sinilah terkadang tidak sinkronnya koordinasi antarpemerintah,” katanya.

Sementara itu, pasca penggusuran di pinggir jalur kereta api, suasana di kawasan tersebut tampak sepi dan lengang, karena seratusan bangunan telah rata dengan tanah. Namun, penertiban dimaksud saat ini menimbulkan dampak sosial. Sebab, sebagian warga yang pasrah tergusur, terpaksa menumpang tinggal di rumah sanak keluarganya.

Sebelumnya, penggusuran tahap pertama oleh PT KAI terhadap 149 unit bangunan di pinggir rel Jalan Stasiun, Belawan sempat mendapat perlawanan. Bahkan, warga yang geram melihat satu per satu bangunan dirubuhkan alat berat menjerit serta melempari petugas dengan batu.(rul/prn/ila)

 

 

Mantan Anggota DPRD Kota Medan ini mencontohkan, warga Cina sangat bangga ketika tinggal di rusunawa. “Di luar negeri warganya tidak malu karena tinggal di rusunawa. Contohnya saja di Cina, yang cuma punya 40 persen daratan dan 60 persen hutan dan lautan. Artinya mereka memanfaatkan perluasan lahan menjuntai ke langit, karena keterbatasan tanah yang ada,” kata Akhyar.

Akhyar juga mengkritisi kinerja PT KAI yang tidak tuntas melakukan pembersihan saat penggusuran. Sebab, paska berhasil menertibkan warga pinggir rel, PT KAI masih menyisakan persoalan baru. Di mana masih ada ruang atau lahan kosong di pinggiran rel, yang bisa dimanfaatkan oleh warga. “Alhasil parit atau drainase kita ditutup pelan-pelan oleh warga lagi, kemudian dibangunkan lagi pondasi untuk rumah mereka,” katanya.

Menurut Akhyar, bila paska penertiban warga pinggir rel, PT KAI tidak menyisakan lahan lagi atau bisa dimanfaatkan oleh warga untuk bermukim. “Saya pernah sampaikan kepada PT KAI perihal tidak tuntasnya pekerjaan mereka itu. Di sinilah terkadang tidak sinkronnya koordinasi antarpemerintah,” katanya.

Sementara itu, pasca penggusuran di pinggir jalur kereta api, suasana di kawasan tersebut tampak sepi dan lengang, karena seratusan bangunan telah rata dengan tanah. Namun, penertiban dimaksud saat ini menimbulkan dampak sosial. Sebab, sebagian warga yang pasrah tergusur, terpaksa menumpang tinggal di rumah sanak keluarganya.

Sebelumnya, penggusuran tahap pertama oleh PT KAI terhadap 149 unit bangunan di pinggir rel Jalan Stasiun, Belawan sempat mendapat perlawanan. Bahkan, warga yang geram melihat satu per satu bangunan dirubuhkan alat berat menjerit serta melempari petugas dengan batu.(rul/prn/ila)

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/