30.7 C
Medan
Thursday, May 16, 2024

Ayah Sri: Kami Jenuh Menunggu, Ingin Pulang Saja ke Garut

Foto: Riadi/PM Sri Muliati, dipeluk ayah kandungnya, yang menemukannya jadi pembantu di  Perumahan Grand Polonia Medan, Senin (2/3/2015).
Foto: Riadi/PM
Sri Muliati, dipeluk ayah kandungnya, yang menemukannya jadi pembantu di Perumahan Grand Polonia Medan, Senin (2/3/2015).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Penderitaan Sri Muliati, cewek yang menghilang 6 tahun dari kampungnya dan ditemukan jadi pembantu di Komplek Grand Polonia, belum berakhir. Bahkan, ayah dan pamannya juga jadi tersiksa.

Maklum, hampir 3 minggu berjalan, kasus yang menyeret mereka, tak kunjung selesai ditangani Poldasu. Masalah baru muncul. Rukman dan Dadang, ayah dan paman Sri, sudah jenuh di Medan.

“Kami kehabisan uang, kami tak sabar ingin pulang, lama kali nunggu kepastian hukumnya,” ujar Rukman saat ditemui di Jalan Bahagia By Pass, tepatnya di depan Sekretariat Paguyuban Orang Sunda, Kamis (19/3).

Rukman juga heran karena akte kelahiran Sri tak kunjung selesai. Padahal, sambungnya, dia memercayakan pengurusan kasusnya pada paguyuban dan Pemprovsu. “Kami bingung lama kali, hanya jawaban sabar dan sabar. Cemana ini kepastiannya? Kami orang kampung tak tahu apa-apa,” keluh Rukman.

“Kalau Sri sudah aman sama orang Pemprovsu. Tapi ya itu tadi, kita kan menunggu kepastian kapan siapnya semua ini,” terangnya.

Kondisi Rukman dan Dadang juga terlihat lusuh. Mereka mengaku selama berada di paguyuban, tidak bisa bekerja lantaran masih menunggu kepastian kapan kasus mereka selesai. “Kalau tak juga tuntas bulan ini, kami akan pulang saja ke Garut, mungkin itu lebih baik,” ujar Dadang.

Mereka berharap, semua pihak menolong, bukan memanfaatkan mereka untuk mencari keuntungan. “Kami jadi heran, kenapa sekarang semua orang sepertinya diam. Kayak KPAID, diam. Paguyuban Sunda juga tak bersuara lagi. Mereka semua diam,” curiga Rukman.

Keduanya mengaku rindu pekerjaan lama mereka di Garut. Apalagi kedatangan mereka ke Medan hanyalah untuk menjemput Sri pulang. Bahkan saking segannya selalu diberi makan di paguyuban, mereka hanya berani makan sekali sehari saja. “Kami makan di sini sehari sekali, itu pun pakai roti. Kami sungkan. Kami sudah bosan sekali dengan kasus ini, kami ingin segera pulang,” ujar Rukman.

KPAID Sumut saat dikonfirmasi mengatakan kalau masih menunggu kepastian dari Poldasu. “Masih menunggu proses dari Poldasu, nanti bagaimana hasilnya kita kabari,” ujar Muslim Harahap.(mri/trg)

Foto: Riadi/PM Sri Muliati, dipeluk ayah kandungnya, yang menemukannya jadi pembantu di  Perumahan Grand Polonia Medan, Senin (2/3/2015).
Foto: Riadi/PM
Sri Muliati, dipeluk ayah kandungnya, yang menemukannya jadi pembantu di Perumahan Grand Polonia Medan, Senin (2/3/2015).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Penderitaan Sri Muliati, cewek yang menghilang 6 tahun dari kampungnya dan ditemukan jadi pembantu di Komplek Grand Polonia, belum berakhir. Bahkan, ayah dan pamannya juga jadi tersiksa.

Maklum, hampir 3 minggu berjalan, kasus yang menyeret mereka, tak kunjung selesai ditangani Poldasu. Masalah baru muncul. Rukman dan Dadang, ayah dan paman Sri, sudah jenuh di Medan.

“Kami kehabisan uang, kami tak sabar ingin pulang, lama kali nunggu kepastian hukumnya,” ujar Rukman saat ditemui di Jalan Bahagia By Pass, tepatnya di depan Sekretariat Paguyuban Orang Sunda, Kamis (19/3).

Rukman juga heran karena akte kelahiran Sri tak kunjung selesai. Padahal, sambungnya, dia memercayakan pengurusan kasusnya pada paguyuban dan Pemprovsu. “Kami bingung lama kali, hanya jawaban sabar dan sabar. Cemana ini kepastiannya? Kami orang kampung tak tahu apa-apa,” keluh Rukman.

“Kalau Sri sudah aman sama orang Pemprovsu. Tapi ya itu tadi, kita kan menunggu kepastian kapan siapnya semua ini,” terangnya.

Kondisi Rukman dan Dadang juga terlihat lusuh. Mereka mengaku selama berada di paguyuban, tidak bisa bekerja lantaran masih menunggu kepastian kapan kasus mereka selesai. “Kalau tak juga tuntas bulan ini, kami akan pulang saja ke Garut, mungkin itu lebih baik,” ujar Dadang.

Mereka berharap, semua pihak menolong, bukan memanfaatkan mereka untuk mencari keuntungan. “Kami jadi heran, kenapa sekarang semua orang sepertinya diam. Kayak KPAID, diam. Paguyuban Sunda juga tak bersuara lagi. Mereka semua diam,” curiga Rukman.

Keduanya mengaku rindu pekerjaan lama mereka di Garut. Apalagi kedatangan mereka ke Medan hanyalah untuk menjemput Sri pulang. Bahkan saking segannya selalu diberi makan di paguyuban, mereka hanya berani makan sekali sehari saja. “Kami makan di sini sehari sekali, itu pun pakai roti. Kami sungkan. Kami sudah bosan sekali dengan kasus ini, kami ingin segera pulang,” ujar Rukman.

KPAID Sumut saat dikonfirmasi mengatakan kalau masih menunggu kepastian dari Poldasu. “Masih menunggu proses dari Poldasu, nanti bagaimana hasilnya kita kabari,” ujar Muslim Harahap.(mri/trg)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/