25.6 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Gugatan Pasien Pirngadi Sudah di Pengadilan

MEDAN-Keluarga  menggugat manajemen RSU dr Pirngadi Medan Rp 3,16 miliar, terkait  tewasnya Ganda Hermanto Tua Nainggolan (19), karena disuruh pulang saat masih kritis oleh petugas medis RSUD dr Pirngadi Medan.

Gugatan didaftarkan oleh Roder Nababan SH dan Sobambowo Bu’ulolo SH dari Badan Layanan Hukum (BLH) Sekolah Sumatera Utara. Dalam gugatan itu tuntutan keluarga terdiri dari kerugian materil sebesar Rp228 juta dan inmateril sebesar Rp2,932  miliar. Menurut rencana sidang pertama akan digelar pekan depan.

“Harapan saya semoga keluarga dimenangkan dan ada efek jera yang didapat RS Pirngadi atas kasus ini. Mengingat kasus seperti ini tidak hanya menimpa keluarga Ganda, namun juga masyarakat lainnya,” kata Pdt Dikson Panjaitan, salah satu pendeta yang peduli atas kejadian yang menimpa korban.
Dikson juga menilai Pirngadi sebagai rumah sakit milik pemerintah, seharusnya melayani masyarakat kecil tapi tidak menunjukkan keberpihakan kepada masyarakat kecil.

Dia juga menilai, kejadian yang menimpa keluarga Ganda adalah bentuk ketidakmanusiawian dan tidak memiliki bentuk sosial bagi sebuah rumah sakit pemerintah.

“Apalagi kita tahu ibu Ganda tidak mengerti untuk urusan seperti ini. Kita harapkan ada keadilan yang didapat oleh orang kecil seperti mereka,”ucapnya.
Sementara itu Kasubbag Hukum dan Humas RSUD dr Pirngadi Medan, Edison Perangin-angin mengaku belum menerima laporan secara resmi dari pihak pengadilan.

“Memang belum ada pemberitahuan secara resmi kepada kita mengenai adanya proses pengadilan yang berjalan. Kalaupun kita dipanggil, kita dengar dulu tuntutan mereka. Karena tuntutan itu juga haknya pasien menyampaikan ketidakpuasan pelayanan yang diberikan rumah sakit,”ujarnya.
Masih menurut Edison untuk gugatan perdata maka pasien yang akan membuktikan kesalahan rumah sakit dan bukan sebaliknya. Edison juga mengaku tidak bisa memberikan komentar lebih lanjut karena hal ini sudah masuk proses pengadilan.

Edison mengaku, sudah melakukan upaya pertemuan dengan keluarga pasien dengan pimpinan rumah sakit.
Sekadar diketahui, Ganda Hermanto Tua Nainggolan dirawat di RSUD dr Pirngadi sejak (20/2).

Dirinya dirawat selama lebih kurang 40 hari di ruang XVIII, Flamboyan lantai satu dengan status penyakit pembengkakan jantung.
Dari pengakuan sang ibu, Berlian br Tamba (56), saat ditemui dikediamannya, Jalan Panglima Denai, Gang Soda tepatnya di Rumah Susun milik Pemko, Selasa (17/4),  anaknya disuruh pulang karena masa waktu kartu Medan Sehat menggunakan kasuistik atau rekomendasi dari dinas kesehatan anaknya telah habis.

Sehingga harus dipulangkan untuk perpanjangan kartu, agar diperkenankan untuk dirawat lagi di rumah sakit.
“Saat itu anak saya masih kritis dan dan butuh perawatan. Tapi kenapa tidak diberikan keringanan untuk mengurusnya tanpa harus menyuruh pulang anak saya,”sesalnya.

Dirinya juga menyesalkan pengakuan rumah sakit menganai adanya permintaan pulang dari pihak keluarga untuk mengikuti ujian nasional (UN). Bahkan Berliana yang saat itu menandatangani permintaan pulang yang diberikan rumah sakit, tidak pernah tahu isi surat tersebut, karena harus menemani  anaknya yang terus merengek menahankan sakit.

“Lebih baik anakku tidak lulus ujian dibandingkan harus menahankan sakit. Gurunya saja bahkan menjamin untuk mengantarkan soalnya ke rumah sakit agar bisa mengikuti ujian,” ucapnya.

Ironisnya kepulangan Ganda ke kediamannya, Kamis (29/3) lalu itu tidak bertahan lama. Pasalnya, dua jam tiba di kediamannya, Ganda menghembuskan nafas terakhirnya karena sesak nafas akibat kehabisan oksigen.

“Waktu di rumah sakit anak saya sudah gak mau pulang karena gak mau lepas oksigen. Bahkan saat tiba di rumah, anak saya menangis minta oksigen,” sebut wanita yang berjuang sendirian membesarkan ketiga anaknya sepeninggal suaminya pada 2002 silam .

Bahkan dari pengakuan Berliana, ketika di rumah sakit, anaknya bisa menghabiskan dua tabung oksigen per harinya, jika kekurangan oksigen maka dampak yang terjadi, tubuh anaknya akan membiru.

Anak bungsu dari tiga bersaudara ini notabenenya adalah seorang anak yatim dan bertahan hidup dari seorang ibu yang bekerja hanya ditempat penampungan barang bekas.

Dengan proses berjalannya pengadilan nantinya, tidak banyak yang diharapkan oleh Berlian.

“Cukuplah saya sendiri yang merasakan kepedihan ini. Saya tidak mau ada orang lain  menjadi korban karena kemiskinannya,”ucap Berlian dengan isak tangis penuh kesedihan.

Sepeninggal kepergian anak bungsunya itu Berlian mengaku tak lagi mampu untuk mencari nafkah dan lebih bergantung kepada kedua anaknya. Dirinya lebih banyak menghabiskan waktu dirumah sendirian dan mengingat masa-masa yang pernah dilaluinya bersama sang anak.
“Hingga saat ini sudah lima kali aku ke kuburannya (Ganda). Sering kutanya sama dia, bisa gak dia nyelesaikan soal UN nya,”ucapnya yang mengaku seperti orang stres sering berbicara sendiri di kuburan anaknya.

Tak jarang untuk mengenang anaknya, Berlian sering memperhatikan anak dilingkungannya yang akan berangkat sekolah mengikuti UN.
Bahkan Berlian sempat berfikir untuk ke sekolah anaknya di SMAN 21, dan menggantikan posisi anaknya mengikuti UN yang tengah berlangsung.
“Sesedihnya ditinggal suami lebih sedih lagi ditinggal anak yang sudah kubesarkan 18 tahun lamanya. Kalau seandainya bisa, aku maunya tidur di kuburannya untuk menemaninya setiap hari disana,”ucapnya dengan deraian air mata yang tak pernah henti ketika mengenang sang buah hati.
Meskipun kenangan itu tak kan bisa terulang, kini Berlian hanya bisa berharap sebuah keadilan berpihak kepada keluarganya. (uma)

Situmeang se-Sumut Ancam Nginap

Marga Situmeang se-Sumut dan se-Kota Medan mengancam aksi menginap di RSU dr Pirngadi.

“Jika pihak rumah sakit tak mau meminta maaf kepada keluarga Mualtua Situmeang (32) dan istrinya, Rini O Sinaga (25), maka Jumat (20/4) hari ini seluruh marga Situmeang se-Sumut dan se-Kota Medan akan melakukan aksi menginap di halaman RSU dr Pirngadi Medan,” kata Sugianto Situmeang, salah satu pengurus marga Situmeang Sumut,  didampingi Israel Situmeang, pengurus marga Situmeang Kota Medan, Kamis (19/4) siang.

Menurutnya, ini jelas-jelas kesalahan dan ini tak bisa dibiarkan karena yang menjadi taruhannya nyawa manusia.

“Dirut RSU Dr Pirngadi harus dicopot dari jabatannya karena tak becus dalam memimpin rumah sakit. Rumah sakit jangan dijadikan ajang untuk bisnis karena milik seluruh warga Medan bukannya milik swasta. Tak hanya itu, kenapa dokter yang ada di saat kejadian hanya dokter praktek bukannya dokter yang ahli dalam bidangnya,” tegasnya.

Sugianto menjelaskan, pihak rumah sakit harus bertanggung jawab atas kematian dari Anastasya F Situmeang dimana berdasarkan dari kasus 2011 yang diberitakan sudah ada tiga kasus yang terjadi selama kepemimpinan Dirut RSU dr Pirngadi Medan.

“Ini jelas menunjukkan bahwa dirut tak bisa mempimpin rumah sakit milik Pemko Medan. Dirut harus dicopot begitu juga dengan dokter yang memeriksa Anastasya juga harus dibatalkan izinnya karena kerjanya tak becus,” tegasnya.

Ditegaskannya, mereka tak terima dengan perlakuan oleh pihak rumah sakit terhadap orang susah.

“Kami juga akan melakukan aksi kumpul uang recehan (koin) untuk menggelar aksi simpati terhadap Anastasya. Lalu, uang koin yang terkumpul sebanyak Rp5 juta akan kami serahkan kepada pihak RSU dr Pirngadi Medan biar mereka tahu kalau kami saja bisa mengumpulkan uang koin Rp5 juta,” bebernya.

Sugianto mengaku, aksi kumpul koin ini dilakukan karena mereka menolak keras uang berduka yang diberikan oleh rumah sakit kepada ayahnya sebesar Rp1 juta.

“Siapa tak bisa terima nyawa manusia dihargai Rp1 juta. Ini jelas-jelas sudah tak manusiawi,” akunya.

Sementara itu, Israel Situmeang, pengurus marga Situmeang Kota Medan menambahkan, mereka tak terima dengan sikap yang ditunjukkan oleh pihak rumah sakit dengan memberikan uang duka sebesar Rp1 juta.

“Kalau perlu, akan kami pecahkan beberapa kaca di rumah sakit itu senilai Rp1 juta biar mereka tahu kami juga bisa berbuat nekad jika mereka tak meminta maaf,” pungkasnya. (jon)

MEDAN-Keluarga  menggugat manajemen RSU dr Pirngadi Medan Rp 3,16 miliar, terkait  tewasnya Ganda Hermanto Tua Nainggolan (19), karena disuruh pulang saat masih kritis oleh petugas medis RSUD dr Pirngadi Medan.

Gugatan didaftarkan oleh Roder Nababan SH dan Sobambowo Bu’ulolo SH dari Badan Layanan Hukum (BLH) Sekolah Sumatera Utara. Dalam gugatan itu tuntutan keluarga terdiri dari kerugian materil sebesar Rp228 juta dan inmateril sebesar Rp2,932  miliar. Menurut rencana sidang pertama akan digelar pekan depan.

“Harapan saya semoga keluarga dimenangkan dan ada efek jera yang didapat RS Pirngadi atas kasus ini. Mengingat kasus seperti ini tidak hanya menimpa keluarga Ganda, namun juga masyarakat lainnya,” kata Pdt Dikson Panjaitan, salah satu pendeta yang peduli atas kejadian yang menimpa korban.
Dikson juga menilai Pirngadi sebagai rumah sakit milik pemerintah, seharusnya melayani masyarakat kecil tapi tidak menunjukkan keberpihakan kepada masyarakat kecil.

Dia juga menilai, kejadian yang menimpa keluarga Ganda adalah bentuk ketidakmanusiawian dan tidak memiliki bentuk sosial bagi sebuah rumah sakit pemerintah.

“Apalagi kita tahu ibu Ganda tidak mengerti untuk urusan seperti ini. Kita harapkan ada keadilan yang didapat oleh orang kecil seperti mereka,”ucapnya.
Sementara itu Kasubbag Hukum dan Humas RSUD dr Pirngadi Medan, Edison Perangin-angin mengaku belum menerima laporan secara resmi dari pihak pengadilan.

“Memang belum ada pemberitahuan secara resmi kepada kita mengenai adanya proses pengadilan yang berjalan. Kalaupun kita dipanggil, kita dengar dulu tuntutan mereka. Karena tuntutan itu juga haknya pasien menyampaikan ketidakpuasan pelayanan yang diberikan rumah sakit,”ujarnya.
Masih menurut Edison untuk gugatan perdata maka pasien yang akan membuktikan kesalahan rumah sakit dan bukan sebaliknya. Edison juga mengaku tidak bisa memberikan komentar lebih lanjut karena hal ini sudah masuk proses pengadilan.

Edison mengaku, sudah melakukan upaya pertemuan dengan keluarga pasien dengan pimpinan rumah sakit.
Sekadar diketahui, Ganda Hermanto Tua Nainggolan dirawat di RSUD dr Pirngadi sejak (20/2).

Dirinya dirawat selama lebih kurang 40 hari di ruang XVIII, Flamboyan lantai satu dengan status penyakit pembengkakan jantung.
Dari pengakuan sang ibu, Berlian br Tamba (56), saat ditemui dikediamannya, Jalan Panglima Denai, Gang Soda tepatnya di Rumah Susun milik Pemko, Selasa (17/4),  anaknya disuruh pulang karena masa waktu kartu Medan Sehat menggunakan kasuistik atau rekomendasi dari dinas kesehatan anaknya telah habis.

Sehingga harus dipulangkan untuk perpanjangan kartu, agar diperkenankan untuk dirawat lagi di rumah sakit.
“Saat itu anak saya masih kritis dan dan butuh perawatan. Tapi kenapa tidak diberikan keringanan untuk mengurusnya tanpa harus menyuruh pulang anak saya,”sesalnya.

Dirinya juga menyesalkan pengakuan rumah sakit menganai adanya permintaan pulang dari pihak keluarga untuk mengikuti ujian nasional (UN). Bahkan Berliana yang saat itu menandatangani permintaan pulang yang diberikan rumah sakit, tidak pernah tahu isi surat tersebut, karena harus menemani  anaknya yang terus merengek menahankan sakit.

“Lebih baik anakku tidak lulus ujian dibandingkan harus menahankan sakit. Gurunya saja bahkan menjamin untuk mengantarkan soalnya ke rumah sakit agar bisa mengikuti ujian,” ucapnya.

Ironisnya kepulangan Ganda ke kediamannya, Kamis (29/3) lalu itu tidak bertahan lama. Pasalnya, dua jam tiba di kediamannya, Ganda menghembuskan nafas terakhirnya karena sesak nafas akibat kehabisan oksigen.

“Waktu di rumah sakit anak saya sudah gak mau pulang karena gak mau lepas oksigen. Bahkan saat tiba di rumah, anak saya menangis minta oksigen,” sebut wanita yang berjuang sendirian membesarkan ketiga anaknya sepeninggal suaminya pada 2002 silam .

Bahkan dari pengakuan Berliana, ketika di rumah sakit, anaknya bisa menghabiskan dua tabung oksigen per harinya, jika kekurangan oksigen maka dampak yang terjadi, tubuh anaknya akan membiru.

Anak bungsu dari tiga bersaudara ini notabenenya adalah seorang anak yatim dan bertahan hidup dari seorang ibu yang bekerja hanya ditempat penampungan barang bekas.

Dengan proses berjalannya pengadilan nantinya, tidak banyak yang diharapkan oleh Berlian.

“Cukuplah saya sendiri yang merasakan kepedihan ini. Saya tidak mau ada orang lain  menjadi korban karena kemiskinannya,”ucap Berlian dengan isak tangis penuh kesedihan.

Sepeninggal kepergian anak bungsunya itu Berlian mengaku tak lagi mampu untuk mencari nafkah dan lebih bergantung kepada kedua anaknya. Dirinya lebih banyak menghabiskan waktu dirumah sendirian dan mengingat masa-masa yang pernah dilaluinya bersama sang anak.
“Hingga saat ini sudah lima kali aku ke kuburannya (Ganda). Sering kutanya sama dia, bisa gak dia nyelesaikan soal UN nya,”ucapnya yang mengaku seperti orang stres sering berbicara sendiri di kuburan anaknya.

Tak jarang untuk mengenang anaknya, Berlian sering memperhatikan anak dilingkungannya yang akan berangkat sekolah mengikuti UN.
Bahkan Berlian sempat berfikir untuk ke sekolah anaknya di SMAN 21, dan menggantikan posisi anaknya mengikuti UN yang tengah berlangsung.
“Sesedihnya ditinggal suami lebih sedih lagi ditinggal anak yang sudah kubesarkan 18 tahun lamanya. Kalau seandainya bisa, aku maunya tidur di kuburannya untuk menemaninya setiap hari disana,”ucapnya dengan deraian air mata yang tak pernah henti ketika mengenang sang buah hati.
Meskipun kenangan itu tak kan bisa terulang, kini Berlian hanya bisa berharap sebuah keadilan berpihak kepada keluarganya. (uma)

Situmeang se-Sumut Ancam Nginap

Marga Situmeang se-Sumut dan se-Kota Medan mengancam aksi menginap di RSU dr Pirngadi.

“Jika pihak rumah sakit tak mau meminta maaf kepada keluarga Mualtua Situmeang (32) dan istrinya, Rini O Sinaga (25), maka Jumat (20/4) hari ini seluruh marga Situmeang se-Sumut dan se-Kota Medan akan melakukan aksi menginap di halaman RSU dr Pirngadi Medan,” kata Sugianto Situmeang, salah satu pengurus marga Situmeang Sumut,  didampingi Israel Situmeang, pengurus marga Situmeang Kota Medan, Kamis (19/4) siang.

Menurutnya, ini jelas-jelas kesalahan dan ini tak bisa dibiarkan karena yang menjadi taruhannya nyawa manusia.

“Dirut RSU Dr Pirngadi harus dicopot dari jabatannya karena tak becus dalam memimpin rumah sakit. Rumah sakit jangan dijadikan ajang untuk bisnis karena milik seluruh warga Medan bukannya milik swasta. Tak hanya itu, kenapa dokter yang ada di saat kejadian hanya dokter praktek bukannya dokter yang ahli dalam bidangnya,” tegasnya.

Sugianto menjelaskan, pihak rumah sakit harus bertanggung jawab atas kematian dari Anastasya F Situmeang dimana berdasarkan dari kasus 2011 yang diberitakan sudah ada tiga kasus yang terjadi selama kepemimpinan Dirut RSU dr Pirngadi Medan.

“Ini jelas menunjukkan bahwa dirut tak bisa mempimpin rumah sakit milik Pemko Medan. Dirut harus dicopot begitu juga dengan dokter yang memeriksa Anastasya juga harus dibatalkan izinnya karena kerjanya tak becus,” tegasnya.

Ditegaskannya, mereka tak terima dengan perlakuan oleh pihak rumah sakit terhadap orang susah.

“Kami juga akan melakukan aksi kumpul uang recehan (koin) untuk menggelar aksi simpati terhadap Anastasya. Lalu, uang koin yang terkumpul sebanyak Rp5 juta akan kami serahkan kepada pihak RSU dr Pirngadi Medan biar mereka tahu kalau kami saja bisa mengumpulkan uang koin Rp5 juta,” bebernya.

Sugianto mengaku, aksi kumpul koin ini dilakukan karena mereka menolak keras uang berduka yang diberikan oleh rumah sakit kepada ayahnya sebesar Rp1 juta.

“Siapa tak bisa terima nyawa manusia dihargai Rp1 juta. Ini jelas-jelas sudah tak manusiawi,” akunya.

Sementara itu, Israel Situmeang, pengurus marga Situmeang Kota Medan menambahkan, mereka tak terima dengan sikap yang ditunjukkan oleh pihak rumah sakit dengan memberikan uang duka sebesar Rp1 juta.

“Kalau perlu, akan kami pecahkan beberapa kaca di rumah sakit itu senilai Rp1 juta biar mereka tahu kami juga bisa berbuat nekad jika mereka tak meminta maaf,” pungkasnya. (jon)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/