25.6 C
Medan
Tuesday, May 21, 2024

Kapoldasu: Dugaan Aliran Uang Suap Tidak Ada Perintah Kapolrestabes Medan

SUMUTPOS.CO, MEDAN – Kapolda Sumut, Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak mengatakan, dugaan kasus dugaan aliran suap senilai Rp75 juta, tidak ada perintah dari Kapolrestabes Medan, Kombes Pol Riko Sunarko.

Hal itu dikatakannya dalam Konferensi Pers (Konpres), di Mapolda Sumut, Jalan Sisingamangaraja Medan, Jumat (21/1), Pukul 21.20 WIB.

Dalam Konpres tersebut, Panca memaparkan, bahwa saat sidang di Pengadilan Negeri (PN) Medan pada 11 Januari lalu, pukul 11.00 WIB, ketika dilakukan pemeriksaan oleh majelis hakim, dalam tindak pidana narkotika yang dikumulatifkan dengan pidana pencurian hasil penggeledahan narkotika, yang agendanya pada waktu itu pemeriksaan terhadap terdakwa Ricardo Siahaan.

Pada pemeriksaan tersebut, lanjutnya, pengacara Rusdi yang mendampingi terdakwa menyampaikan pertanyaan tentang keterlibatan Kapolrestabes Medan, Kombes Pol Riko Sunarko. Apakah benar sisa uang Rp75 juta, untuk membayar press rilis, wasrik dan pembelian satu unit sepeda motor untuk anggota Babinsa TNI Tembung yang sudah berhasil mengungkap tindak pidana ganja?.

“Lalu dijawab oleh Ricardo, ya betul. Jawaban ini dirangkaikan dari jawabannya berdasarkan apa yang dia dengar pada pelaksanaan sidang kode etik profesi Polri, terhadap AKP Paul Simamora dan Kompol Oloan Siahaan,” terang Panca, didampingi Brigjen Pol Dadang Hartanto dan PJU Polda Sumut.

Adapun, tambah Panca, dalam sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) yang dilakukan Polda Sumut terkait dengan masalah tersebut, diawali dari tindakan para pelaku, dalam hal ini AKP Paul Simamora bersama unitnya melakukan penggeledahan terhadap sebuah rumah, yang diduga bahwa pemilik rumah itu, adalah Yus, yang merupakan bandar narkoba. Berdasarkan informasi dan surat perintah penyelidikan, mereka masuk ke dalam rumah dan melakukan penggeledahan, pada 3 Juni 2021.

“Saya harus menyampaikan dengan rinci agar tidak menimbulkan persepsi yang muncul dan menimbulkan pertanyaan kepada masyarakat,” bebernya.

Dikatakannya, pada saat penggeledahan, Bandar Narkoba Yus tidak ditemukan, penyidik hanya menemukan Istri Yus, yakni Imayanti. Dari penggeledahan Rp1,5 miliyar, Rp600 juta di antaranya digelapkan dan tidak diserahkan ke kantor.

“Hanya diserahkan Rp850 juta sebagai barang bukti penggeledahan tersebut. Dari situ, Imayanti merasa keberatan dan melaporkannya ke Mapolda Sumut sekaligus ke website, aplikasi Propam Presisi. Kemudian Polri segera menindaklanjuti dengan mendalami dan melakukan penangkapan terhadap AKP Paul Simamora Cs, dan termasuk di dalamnya Ricardo Siahaan,” imbuhnya.

Dari penangkapan tersebut, jelas Panca, ditemukan juga dari para pelaku beberapa butir ekstasi dan narkotika. Sehingga dari proses pemeriksaan Propam Mabes Polri dan Propam Poldasu, ditemukan pelanggaran dan tindak pidana yang pertama, yakni menggelapkan uang senilai Rp600 juta, oleh kelima pelaku yang dipimpin AKP Paul.

Kemudian yang kedua, pada saat penangkapan ditemukan dari para pelaku menyimpan narkotika. Sehingga dua masalah ini selanjutnya diproses, baik khususnya melalui persidangan, kode etik profesi Polri dan pidana umum.

“Setiap pelanggaran hukum yang dilakukan anggota Polri, dikenakan beberapa aturan hukum, yaitu kode etik profesi Polri, disiplin dan pidana umum. Perkara inilah yang diproses dan diperiksa di sidang pengadilan dengan mendengarkan keterangan terdakwa Ricardo pada 11 Januari 2022,” paparnya.

Selanjutnya, sebut Panca, bahwa pertanyaan yang diajukan pengacara Rusdi terkait dengan penerimaan Rp300 juta untuk melepas Imayanti, sehingga pertanyaan tidak masuk ke dalam substansi. Pokok perkara disidangkan adalah, perkara tindak pidana narkotika dikumulatifkan dengan tindak pidana pencurian Rp600 juta.

Berkaitan dengan keterangan terdakwa Ricardo dan telah viral, serta sebagai wujud komitmen Polri Presisi harus ditegakkan, maka dibentuk tim untuk mendalami keterangan yang disampaikan tersebut, terdiri dari Bidpropam Poldasu, Itwasda Poldasu dan Reskrim serta didukung Propam Mabes Polri.

“Pelaksanaannya selama satu minggu, tim yang dibentuk sudah memeriksa 12 orang, baik Ricardo, maupun Pengacara Roni Perdana Manullang yang merupakan teman Pengacara Rusdi juga sudah dimintai keterangan. Selain itu juga sudah dilakukan pemeriksaan kepada saksi-saksi dan pihak terkait lainnya, baik terhadap 5 terdakwa yang saat ini disidangkan, AKP Paul Simamora dan Kompol Oloan Siahaan, termasuk juga tempat membeli sepeda motor,” ungkapnya.

Selanjutnya, paparnya lagi, dari hasil pemeriksaan 12 orang tersebut, tim menyimpulkan, bahwa benar Ricardo dalam sidang menerangkan sebagaimana disampaikan. Kemudian bahwa sebagaimana ditanyakan Pengacara Rusdi, berdasarkan keterangan AKP Paul di sidang kode etik profesi Polri yang sudah berlangsung pada 15 Oktober 2021.

“Kita utuh melakukan pemeriksan sehingga harus dibuktikan dan difaktakan kebenarannya,” tegasnya.

Dijelaskannya, bahwa terhadap Pengacara Roni Perdana Manullang, tim sudah meminta keterangan, bahwa pertanyaan tersebut bukan menyangkut oknum perkara, namun maksud dan tujuan Pengacara Rusdi menanyakan pertanyaan itu tentang uang Rp300 juta, yang sisanya diperuntukan 3 item (membeli sepeda motor, wasrik dan press rilis), adalah merupakan teknik dan taktik tim kuasa hukum agar dapat membuktikan bahwa benar Imayanti adalah istri bandar narkoba. “Uang Rp1,5 miliyar adalah keuntungan dalam jual beli narkotika. Dan untuk mengungkap fakta adanya keterlibatan personel Polri Oloan dan Paul dalam perkara tindak pidana yang sedang diperiksa tersebut,” ucapnya.

Selanjutnya, tim melakukan pendalaman terkait keterangan Ricardo dalam sidang, tim melakukan penelitian dalam berkas perkara kode etik, ditemukan ada keterangan Paul dan Oloan yang menerangkan sisa uang Rp166 juta untuk membeli satu unit sepeda motor, press rilis dan wasrik. Pernyataan itu didalami oleh tim dalam pemeriksaan kepada Paul, bahwa yang dia terangkan berdasarkan penyampaian Oloan yang masih menjabat Kasatnarkoba Polrestabes Medan, bahwa ketika menghadap bahwa ada uang Rp300 juta sebagai upaya untuk membebaskan Imayanti atas perintah Oloan.

“Uang itu disimpan dan sesuai mekanismenya mereka disuruh Paul dibagikan kepada seluruh tim yang bekerja, sehingga sisa uang ada Rp100 juta untuk Oloan yang saat itu masih Kasatnarkoba Polrestabes Medan sendiri dan Rp66 juta, sisa pembagian tersebut. Jadi totalnya Rp166 juta,” katanya.

Penjelasan dari Oloan, sambung Panca, agar uang itu disimpan Paul di brankasnya. Karena mereka punya beberapa kegiatan, seperti wasrik, press rilis, dan membeli satu unit sepeda motor untuk hadiah kepada Babinsa yang berhasil mengungkap kasus ganja.

“Besarnya tidak pernah dibahas dan setelah mendengar itu Paul menyampaikan di pengadilan. Jadi, tidak ada kata-kata atas perintah Kapolrestabes Medan,” pungkasnya. (Dwi)

SUMUTPOS.CO, MEDAN – Kapolda Sumut, Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak mengatakan, dugaan kasus dugaan aliran suap senilai Rp75 juta, tidak ada perintah dari Kapolrestabes Medan, Kombes Pol Riko Sunarko.

Hal itu dikatakannya dalam Konferensi Pers (Konpres), di Mapolda Sumut, Jalan Sisingamangaraja Medan, Jumat (21/1), Pukul 21.20 WIB.

Dalam Konpres tersebut, Panca memaparkan, bahwa saat sidang di Pengadilan Negeri (PN) Medan pada 11 Januari lalu, pukul 11.00 WIB, ketika dilakukan pemeriksaan oleh majelis hakim, dalam tindak pidana narkotika yang dikumulatifkan dengan pidana pencurian hasil penggeledahan narkotika, yang agendanya pada waktu itu pemeriksaan terhadap terdakwa Ricardo Siahaan.

Pada pemeriksaan tersebut, lanjutnya, pengacara Rusdi yang mendampingi terdakwa menyampaikan pertanyaan tentang keterlibatan Kapolrestabes Medan, Kombes Pol Riko Sunarko. Apakah benar sisa uang Rp75 juta, untuk membayar press rilis, wasrik dan pembelian satu unit sepeda motor untuk anggota Babinsa TNI Tembung yang sudah berhasil mengungkap tindak pidana ganja?.

“Lalu dijawab oleh Ricardo, ya betul. Jawaban ini dirangkaikan dari jawabannya berdasarkan apa yang dia dengar pada pelaksanaan sidang kode etik profesi Polri, terhadap AKP Paul Simamora dan Kompol Oloan Siahaan,” terang Panca, didampingi Brigjen Pol Dadang Hartanto dan PJU Polda Sumut.

Adapun, tambah Panca, dalam sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) yang dilakukan Polda Sumut terkait dengan masalah tersebut, diawali dari tindakan para pelaku, dalam hal ini AKP Paul Simamora bersama unitnya melakukan penggeledahan terhadap sebuah rumah, yang diduga bahwa pemilik rumah itu, adalah Yus, yang merupakan bandar narkoba. Berdasarkan informasi dan surat perintah penyelidikan, mereka masuk ke dalam rumah dan melakukan penggeledahan, pada 3 Juni 2021.

“Saya harus menyampaikan dengan rinci agar tidak menimbulkan persepsi yang muncul dan menimbulkan pertanyaan kepada masyarakat,” bebernya.

Dikatakannya, pada saat penggeledahan, Bandar Narkoba Yus tidak ditemukan, penyidik hanya menemukan Istri Yus, yakni Imayanti. Dari penggeledahan Rp1,5 miliyar, Rp600 juta di antaranya digelapkan dan tidak diserahkan ke kantor.

“Hanya diserahkan Rp850 juta sebagai barang bukti penggeledahan tersebut. Dari situ, Imayanti merasa keberatan dan melaporkannya ke Mapolda Sumut sekaligus ke website, aplikasi Propam Presisi. Kemudian Polri segera menindaklanjuti dengan mendalami dan melakukan penangkapan terhadap AKP Paul Simamora Cs, dan termasuk di dalamnya Ricardo Siahaan,” imbuhnya.

Dari penangkapan tersebut, jelas Panca, ditemukan juga dari para pelaku beberapa butir ekstasi dan narkotika. Sehingga dari proses pemeriksaan Propam Mabes Polri dan Propam Poldasu, ditemukan pelanggaran dan tindak pidana yang pertama, yakni menggelapkan uang senilai Rp600 juta, oleh kelima pelaku yang dipimpin AKP Paul.

Kemudian yang kedua, pada saat penangkapan ditemukan dari para pelaku menyimpan narkotika. Sehingga dua masalah ini selanjutnya diproses, baik khususnya melalui persidangan, kode etik profesi Polri dan pidana umum.

“Setiap pelanggaran hukum yang dilakukan anggota Polri, dikenakan beberapa aturan hukum, yaitu kode etik profesi Polri, disiplin dan pidana umum. Perkara inilah yang diproses dan diperiksa di sidang pengadilan dengan mendengarkan keterangan terdakwa Ricardo pada 11 Januari 2022,” paparnya.

Selanjutnya, sebut Panca, bahwa pertanyaan yang diajukan pengacara Rusdi terkait dengan penerimaan Rp300 juta untuk melepas Imayanti, sehingga pertanyaan tidak masuk ke dalam substansi. Pokok perkara disidangkan adalah, perkara tindak pidana narkotika dikumulatifkan dengan tindak pidana pencurian Rp600 juta.

Berkaitan dengan keterangan terdakwa Ricardo dan telah viral, serta sebagai wujud komitmen Polri Presisi harus ditegakkan, maka dibentuk tim untuk mendalami keterangan yang disampaikan tersebut, terdiri dari Bidpropam Poldasu, Itwasda Poldasu dan Reskrim serta didukung Propam Mabes Polri.

“Pelaksanaannya selama satu minggu, tim yang dibentuk sudah memeriksa 12 orang, baik Ricardo, maupun Pengacara Roni Perdana Manullang yang merupakan teman Pengacara Rusdi juga sudah dimintai keterangan. Selain itu juga sudah dilakukan pemeriksaan kepada saksi-saksi dan pihak terkait lainnya, baik terhadap 5 terdakwa yang saat ini disidangkan, AKP Paul Simamora dan Kompol Oloan Siahaan, termasuk juga tempat membeli sepeda motor,” ungkapnya.

Selanjutnya, paparnya lagi, dari hasil pemeriksaan 12 orang tersebut, tim menyimpulkan, bahwa benar Ricardo dalam sidang menerangkan sebagaimana disampaikan. Kemudian bahwa sebagaimana ditanyakan Pengacara Rusdi, berdasarkan keterangan AKP Paul di sidang kode etik profesi Polri yang sudah berlangsung pada 15 Oktober 2021.

“Kita utuh melakukan pemeriksan sehingga harus dibuktikan dan difaktakan kebenarannya,” tegasnya.

Dijelaskannya, bahwa terhadap Pengacara Roni Perdana Manullang, tim sudah meminta keterangan, bahwa pertanyaan tersebut bukan menyangkut oknum perkara, namun maksud dan tujuan Pengacara Rusdi menanyakan pertanyaan itu tentang uang Rp300 juta, yang sisanya diperuntukan 3 item (membeli sepeda motor, wasrik dan press rilis), adalah merupakan teknik dan taktik tim kuasa hukum agar dapat membuktikan bahwa benar Imayanti adalah istri bandar narkoba. “Uang Rp1,5 miliyar adalah keuntungan dalam jual beli narkotika. Dan untuk mengungkap fakta adanya keterlibatan personel Polri Oloan dan Paul dalam perkara tindak pidana yang sedang diperiksa tersebut,” ucapnya.

Selanjutnya, tim melakukan pendalaman terkait keterangan Ricardo dalam sidang, tim melakukan penelitian dalam berkas perkara kode etik, ditemukan ada keterangan Paul dan Oloan yang menerangkan sisa uang Rp166 juta untuk membeli satu unit sepeda motor, press rilis dan wasrik. Pernyataan itu didalami oleh tim dalam pemeriksaan kepada Paul, bahwa yang dia terangkan berdasarkan penyampaian Oloan yang masih menjabat Kasatnarkoba Polrestabes Medan, bahwa ketika menghadap bahwa ada uang Rp300 juta sebagai upaya untuk membebaskan Imayanti atas perintah Oloan.

“Uang itu disimpan dan sesuai mekanismenya mereka disuruh Paul dibagikan kepada seluruh tim yang bekerja, sehingga sisa uang ada Rp100 juta untuk Oloan yang saat itu masih Kasatnarkoba Polrestabes Medan sendiri dan Rp66 juta, sisa pembagian tersebut. Jadi totalnya Rp166 juta,” katanya.

Penjelasan dari Oloan, sambung Panca, agar uang itu disimpan Paul di brankasnya. Karena mereka punya beberapa kegiatan, seperti wasrik, press rilis, dan membeli satu unit sepeda motor untuk hadiah kepada Babinsa yang berhasil mengungkap kasus ganja.

“Besarnya tidak pernah dibahas dan setelah mendengar itu Paul menyampaikan di pengadilan. Jadi, tidak ada kata-kata atas perintah Kapolrestabes Medan,” pungkasnya. (Dwi)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/