“Kemarin saya selaku alumni USU begitu mendengar kejadian penganiayaan itu saya coba jenguk Nuel. Tapi karena dia belum bisa berkomunikasi. Saya sangat menyayangkan sikap sekuriti yang bertindak arogan seperti itu,” kata Sutrisno.
Menurutnya, bila memang polisi menerima laporan dari pihak sekuriti soal adanya penganiayaan, polisi juga harus mengusut laporan dari oknum mahasiswa yang mendapat penganiayaan.
“Benar memang kata kapolsek kalau USU itu daerah netral, lingkungan pendidikan. Tapi jangan laporan dari pihak sekuriti ini disalahgunakan atau senagai bargaining dari pihak sekuriti kepada keluarga Nuel agar kejadian ini tidak dibesar-besarkan. Kalau memang ada sekuriti yang dianiaya mahasiswa harusnya pertama kali diselesaikan secara internal baru diserahkan ke polsek terdekat. Bukan malah balik menganiaya,” terangnya.
Dia menyebut sikap arogansi sekuriti USU sudah lama terjadi. Sebagai alumni dia meminta pihak kampus menjadikan momen ini untuk ‘pembersihan’ lingkungan kampus dari orang-orang tak bermoral.”Hal ini semuanya tak terlepas ya, menurut dugaan saya karena pengaruh narkotika, baik di oknum mahasiswanya maupun sekuritinya. Memang di belakang kampus itu masif ya peredaran narkotikanya, makanya saya berharap pihak kampus menyikapi hal ini seserius mungkin,” pungkas Sutrisno.
Diberitakan sebelumnya, Jumat (20/10) pagi kampus USU diramaikan puluhan personel polisi, setidaknya ada sekira 4 truk polisi Sabhara berjaga di pinggir Jalan Dr Mansyur. Ternyata, ada aksi dari puluhan mahasiswa yang mar menduduki markas komando Satpam USU.
Usut punya usut, aksi ini merupakan rentetan dari aksi bentrok antara mahasiswa FIB dan sekuriti USU. Salahseorang mahasiswa, Immanuel Silaban atau yang akrab disapa Nuel
Dia mengalami penganiaya serius sejak Kamis (19/10) malam. Sejak malam itu pula, massa menduduki kantor sekuriti USU. Mereka menuntut tanggung jawab kepada para pelaku penganiayaan yang diduga sekuriti USU. (dvs/ila)