25 C
Medan
Wednesday, May 29, 2024

Soal Dugaan Pungli di Jembatan Timbang

MEDAN- Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumut menghentikan penyelidikan terhadap perkara dugaan adanya pungli (pungutan liar) di jembatan timbang yang melibatkan oknum pejabat Dishub (Dinas Perhubungan) Provinsi Sumut. Kasus ini dihentikan karena dianggap kurang bukti, padahal Kejatisu sama sekali tidak melakukan investigasi.

“Kita memang belum ada turun kelapangan. Mana bisa kita begitu, apalagi langsung tangkap-tangkap saja,” kata Aspidsus Kejati Sumut, Yuspar, belum lama ini.

Yuspar pun mengelak dengan mengatakan tidak ada laporan terkait pungli tersebut. “Memang bisa saja kita turun ke lapangan, itu pun kalau ada laporan. Sejauh ini data hanya dari pelapor, itu juga tidak cukup. Hanya katanya data pungli saja. Siapa yang dipungli? Kan nggak jelas,” urainya.

Begitupula saat disinggung bahwa kasus yang sama pernah terjadi di Berastagi, di mana saat itu tim penyelidik melakukan aksi tangkap tangan dengan menyamar sebagai sopir truk. Untuk hal ini, dirinya mengatakan penyelidikan dilakukan hanya atas laporan pihak pelapor saja. Namun karena bukti tidak mencukupi, maka operasi tangkap tangan tidak dilakukan.

“Itu kecuali kalau tertangkap tangan. Kita memang belum ada lakukan itu. Inikan yang dilaporkan ini. Tapi dilaporkan mana punglinya? Tapi ‘gak ada gitu, jadi yang kita lihat di sini yang dilaporkan saja yang diselidiki. Tapi tidak ada bukti pungli itu. Tapi harus dibuktikan dengan tangkap tangan. Kalau membuktikannya kan susah. Saat kita tanyakan apakah mereka melakukan pungutan, mereka jawab tidak ada. Makanya susah pembuktiannya. Apakah bisa saksi itun
mengatakan saya dipungli sekian, tapi buktinya saja tidak ada,” tegasnya.

Sebelumnya, reporter Sumut Pos yang mengikuti perjalanan truk dari Labuhanbatu ke Belawan pulang pergi menemukan praktik pungli. Sopir dari truk yang ditumpangi Sumut Pos sempat m,engeluh. Dia mengatakan praktik pungli memang sulit diberantas. “Ya sulitlah, orang pemilik yayasan sudah bermusyawarah sama petugas. Artinya sudah enak sama enak,” terangnya.

Padahal, menurut sopir yang namanya sengaja tidak dicantumkan ini, hasil pungli itu bisa mencapai miliaran rupiah. Bayangkan saja, jika satu truk membayar biaya di luar beban yang seharusnya sekitar Rp70.000, maka sebulan akan mencapai Rp1 miliar lebih. “Wah kalau setiap harinya maulah mencapai 500 truk lebih yang lewat. Itu semua ya yang harus masuk jembatan timbang,” terang sopir yang sejak berusia 15 tahun sudah ikut truk ini.

“Tapi, lihatlah, jalan tetap rusak. Gak ada pembenahan. Padahal kita kan sudah bayar agar dapat pelayanan yang enak,” tambahnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Sumut Anthony, menegaskan kalau yang dilakukan pihaknya di jembatan timbang bukan pungli tapi denda. Dan untuk itu, mereka memang punya target. “Kalau memang kita mau bermain, kenapa tahun lalu, target hanya Rp14 M, bisa kita serahkan ke kas daerah sebesar Rp24 M? Ini tandanya kita memang sesuai dengan peraturan, bukan bermain api. Pencapaian target juga menjadi nilai plus bagi sebuah dinas,” tegasnya.

Masalahnya, denda yang dimaksud Anthony juga rancu. Dia sempat menerangkan uang yang diterima oleh pegawainya itu adalah denda akibat kelebihan muatan. Dan pembayaran denda tersebut dibenarkan sesuai dengan Perda no 14 Tahun 2007. Dalam perda tersebut dijelaskan, ada 3 tingkatan dalam pemberian denda. Tingkat I, kelebihan muatan sekitar 5-15 persen dari normal, maka akan dikenakan denda sebesar Rp80 ribu. Tingkat ke II, yaitu kelebihan muatan sebesar 15-25 persen akan dikenakan biaya sebesar Rp100 ribu. Dan tingkat ke III, kelebihan muatan di atas 25 persen akan dikenakan sangsi berupa tidak boleh jalan atau kembali ke daerah asal.

Menariknya, truk yang ditumpangi Sumut Pos kelebihan tinase hingga 80 persen tetap saja diloloskan. Truk lolos hanya dengan menunjukkan surat yang ada stempel yayasan dan uang Rp80 ribu dan Rp100 ribu untuk jembatan timbang pertama. Idealnya, pihak jembatan timbang melarang truk itu jalan atau kembali ke tempat asal karena tonasenya telah lebih dari 25 persen. Sanksi lainnya, muatan atau harus dibongkar.

Yuspar menambahkan penyelidikan dalam perkara itu dapat dilakukan kembali, itu pun bila ditemukan bukti baru. Lanjutnya penghentian penyelidikan itu juga telah dilaporkan ke Kejagung (Kejaksaan Agung). “Memang kita hentikan penyelidikannya. Tapi ini memang susah dibuktikan. Pungli itu sama dengan suap. Penyelidikan dihentikan sementara. Belum ditemukan bukti yang cukup. Inikan bukan penyidikan, kalau dik (penyidikan) baru dikatakan SP3 (Surat Penghentian Penyidikan Perkara),” jelasnya. (far/jok)

MEDAN- Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumut menghentikan penyelidikan terhadap perkara dugaan adanya pungli (pungutan liar) di jembatan timbang yang melibatkan oknum pejabat Dishub (Dinas Perhubungan) Provinsi Sumut. Kasus ini dihentikan karena dianggap kurang bukti, padahal Kejatisu sama sekali tidak melakukan investigasi.

“Kita memang belum ada turun kelapangan. Mana bisa kita begitu, apalagi langsung tangkap-tangkap saja,” kata Aspidsus Kejati Sumut, Yuspar, belum lama ini.

Yuspar pun mengelak dengan mengatakan tidak ada laporan terkait pungli tersebut. “Memang bisa saja kita turun ke lapangan, itu pun kalau ada laporan. Sejauh ini data hanya dari pelapor, itu juga tidak cukup. Hanya katanya data pungli saja. Siapa yang dipungli? Kan nggak jelas,” urainya.

Begitupula saat disinggung bahwa kasus yang sama pernah terjadi di Berastagi, di mana saat itu tim penyelidik melakukan aksi tangkap tangan dengan menyamar sebagai sopir truk. Untuk hal ini, dirinya mengatakan penyelidikan dilakukan hanya atas laporan pihak pelapor saja. Namun karena bukti tidak mencukupi, maka operasi tangkap tangan tidak dilakukan.

“Itu kecuali kalau tertangkap tangan. Kita memang belum ada lakukan itu. Inikan yang dilaporkan ini. Tapi dilaporkan mana punglinya? Tapi ‘gak ada gitu, jadi yang kita lihat di sini yang dilaporkan saja yang diselidiki. Tapi tidak ada bukti pungli itu. Tapi harus dibuktikan dengan tangkap tangan. Kalau membuktikannya kan susah. Saat kita tanyakan apakah mereka melakukan pungutan, mereka jawab tidak ada. Makanya susah pembuktiannya. Apakah bisa saksi itun
mengatakan saya dipungli sekian, tapi buktinya saja tidak ada,” tegasnya.

Sebelumnya, reporter Sumut Pos yang mengikuti perjalanan truk dari Labuhanbatu ke Belawan pulang pergi menemukan praktik pungli. Sopir dari truk yang ditumpangi Sumut Pos sempat m,engeluh. Dia mengatakan praktik pungli memang sulit diberantas. “Ya sulitlah, orang pemilik yayasan sudah bermusyawarah sama petugas. Artinya sudah enak sama enak,” terangnya.

Padahal, menurut sopir yang namanya sengaja tidak dicantumkan ini, hasil pungli itu bisa mencapai miliaran rupiah. Bayangkan saja, jika satu truk membayar biaya di luar beban yang seharusnya sekitar Rp70.000, maka sebulan akan mencapai Rp1 miliar lebih. “Wah kalau setiap harinya maulah mencapai 500 truk lebih yang lewat. Itu semua ya yang harus masuk jembatan timbang,” terang sopir yang sejak berusia 15 tahun sudah ikut truk ini.

“Tapi, lihatlah, jalan tetap rusak. Gak ada pembenahan. Padahal kita kan sudah bayar agar dapat pelayanan yang enak,” tambahnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Sumut Anthony, menegaskan kalau yang dilakukan pihaknya di jembatan timbang bukan pungli tapi denda. Dan untuk itu, mereka memang punya target. “Kalau memang kita mau bermain, kenapa tahun lalu, target hanya Rp14 M, bisa kita serahkan ke kas daerah sebesar Rp24 M? Ini tandanya kita memang sesuai dengan peraturan, bukan bermain api. Pencapaian target juga menjadi nilai plus bagi sebuah dinas,” tegasnya.

Masalahnya, denda yang dimaksud Anthony juga rancu. Dia sempat menerangkan uang yang diterima oleh pegawainya itu adalah denda akibat kelebihan muatan. Dan pembayaran denda tersebut dibenarkan sesuai dengan Perda no 14 Tahun 2007. Dalam perda tersebut dijelaskan, ada 3 tingkatan dalam pemberian denda. Tingkat I, kelebihan muatan sekitar 5-15 persen dari normal, maka akan dikenakan denda sebesar Rp80 ribu. Tingkat ke II, yaitu kelebihan muatan sebesar 15-25 persen akan dikenakan biaya sebesar Rp100 ribu. Dan tingkat ke III, kelebihan muatan di atas 25 persen akan dikenakan sangsi berupa tidak boleh jalan atau kembali ke daerah asal.

Menariknya, truk yang ditumpangi Sumut Pos kelebihan tinase hingga 80 persen tetap saja diloloskan. Truk lolos hanya dengan menunjukkan surat yang ada stempel yayasan dan uang Rp80 ribu dan Rp100 ribu untuk jembatan timbang pertama. Idealnya, pihak jembatan timbang melarang truk itu jalan atau kembali ke tempat asal karena tonasenya telah lebih dari 25 persen. Sanksi lainnya, muatan atau harus dibongkar.

Yuspar menambahkan penyelidikan dalam perkara itu dapat dilakukan kembali, itu pun bila ditemukan bukti baru. Lanjutnya penghentian penyelidikan itu juga telah dilaporkan ke Kejagung (Kejaksaan Agung). “Memang kita hentikan penyelidikannya. Tapi ini memang susah dibuktikan. Pungli itu sama dengan suap. Penyelidikan dihentikan sementara. Belum ditemukan bukti yang cukup. Inikan bukan penyidikan, kalau dik (penyidikan) baru dikatakan SP3 (Surat Penghentian Penyidikan Perkara),” jelasnya. (far/jok)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/