Plh Direktur RSUP H Adam Malik, dr H Welly Refnealdi didampingi Kepala Bidang Pelayanan Medis, dr Qadri Fauzi Tanjung dalam keterangan persnya di rumah sakit tersebut mengatakan, kondisi kedua korban Cahaya Beru Tarigan (45) dan Cahaya Sembiring Meliala (75), masih kritis dan belum sadarkan diri.
“Kondisi kedua korban masih kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan. Namun begitu, kondisinya mengalami sedikit perkembangan positif,” ungkap dr H Welly Refnealdi.
Dijelaskannya, satu korban bernama Cahaya Beru Tarigan, respon alat pendengarannya cukup baik. Ketika diajak komunikasi dia merespon. Sedangkan Cahaya Sembiring Meliala untuk diajak komunikasi belum merespon, tetapi kondisinya tetap mengalami perbaikan.
“Korban perempuan ketika diminta tim medis untuk membuka mata, dia merespon. Untuk itu, kita berpesan agar keluarga pasien jangan pernah berpikiran soal biaya. Karena, kasus ini bencana alam dan pemerintah wajib memberikan biaya pengobatan terhadap korban. Sebab, kami khawatir beredar isu di luar tidak mau dirujuk lantaran masalah biaya,” sebut Welly yang juga menjabat sebagai Direktur Keuangan RSUP H Adam Malik.
Ia mengatakan, penanganan yang sudah dilakukan terhadap kedua korban adalah menyelamatkan nyawanya. Pertama, dari sistem alat vital tubuh, yaitu pernapasan meliputi paru-paru dan jantung. Kemudian, stabilisasi. Selain itu, cairannya dalam tubuh diperbaiki dan lukanya diobati agar tidak diperberat dengan penyakit penyertanya.
“Kita sedang berjuang untuk menyelamatkan nyawa korban. Tim medis mengawasi ketat selama 24 jam perkembangannya, dengan alat monitor lengkap serta dievaluasi setiap saat mengenai kondisinya. Evaluasi tersebut dilakukan mulai dari tekanan darah, pernapasan, denyut nadi dan lain sebagainya, termasuk alat paling vital tubuh,” papar Welly.
Diutarakan Welly, untuk luka bakar yang dialami Cahaya Beru Tarigan sekitar 60 persen. Luka bakar yang dideritanya paling parah di bagian wajah. Selain itu, terdapat juga di tangan dan kaki. Menurutnya, jika luka bakar terjadi di wajah kategorinya sudah berat. Sedangkan untuk Cahaya Sembiring Meliala kondisinya sedikit lebih ringan.
“Kita berpikirannya ini diagnosis dhubia (ragu-ragu), tetapi ke arah positif. Artinya, masih ada kemungkinan untuk selamat. Dalam kasus ini, direksi turun langsung menanganinya. Oleh karena itu, kita memohon bantuan doa agar mereka dapat cepat sadar,” tutur Welly.
Dia menyebutkan, peralatan medis yang saat ini digunakan oleh korban, yaitu alat bantu pernapasan (ventilator), keseimbangan cairan (hemodinamics) dan lainnya. Jadi, tim medis siaga dan jika terjadi kelainan maka langsung terdeteksi. Bahkan, air kencing korban juga diawasi apakah teratur atau tidak.
“Kami berterima kasih dengan pihak RSU Kabanjahe yang cepat merujuk korban. Jadi, kepada pihak rumah sakit lain jangan segan-segan untuk merujuk ke sini karena tim medis kita dalam menghadapi pasien gawat darurat sudah cukup sering. Kita siapkan sesuai dengan standar rumah sakit untuk kasus-kasus luka bakar pada umumnya,” ucapnya.
Welly melanjutkan, tim medis yang dilibatkan dalam penganganan korban cukup lengkap. Mulai dari dokter bedah, dokter bedah plastik, dokter anestesi (bius), dokter penyakit dalam, dokter syaraf dan psikiater. Sebab, kasus ini bukan masalah fisik saja, melainkan juga psikologis dan makanya didampingi terus. “Kita selalu berkomunikasi dengan tim medis dalam mengambil tindakan apa yang harus dilakukan,” tukasnya.
Kepala Bidang Pelayanan Medis RSUP H Adam Malik, dr Qadri Fauzi Tanjung menambahkan, korban atas nama Cahaya Beru Tarigan terpaksa kedua kakinya harus diamputasi. Sebab, kakinya sudah terinfeksi cukup parah. “Keputusan ini diambil dari dokter yang merawat pasien. Karena, jika tidak dilakukan amputasi dikhawatirkan akan menjalar. Pihak keluarga sudah kita minta persetujuannya dan tim medis segera melakukannya,” ujar Qadri.
Disinggung soal waktu penanganan terhadap korban berapa lama akan sembuh, dia tidak bisa memastikan. Karena, tergantung luas luka bakar yang dialami kedua korban. “Korban rata-rata mengalami luka bakar diatas 50 persen, sehingga tidak bisa dipastikan berapa lama perawatannya. Sebab, untuk penanganan kasus ini membutuhkan waktu yang cukup lama, karena risiko yang dihadapi berujung fatal. Jadi, saat ini yang kita lakukan adalah bagaimana menyelamatkan nyawanya,” imbuh Qadri.
Terpisah, salah seorang keluarga Cahaya Beru Tarigan, Rusni Beru Sitepu mengakui sudah mengizinkan untuk dilakukan amputasi. Meskipun, awalnya pihak keluarga menolak lantaran belum semuanya mengetahui soal rencana amputasi ini.
“Awalnya keluarga memang menolak karena belum semuanya mengetahui soal amputasi ini. Sebab, keluarga masih disibukkan dengan proses pemakaman suaminya (Karman Meliala). Namun, setelah tahu keluarga setuju untuk dilakukan amputasi,” tuturnya ditemui di ruang tunggu ICU Central Medical Unit lantai 4 RSUP H Adam Malik. (ris/adz)