26.7 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Kubu Syeh dan Pengunjung Nyaris Baku Hantam

Foto: Gatha Ginting/PM Sutini (40) mengaku sebagai korban perbuatan bejat Syekh Muda Achmad Arifin, menuduh sang Syeh penipu, di Pengadilan Negeri Medan, Kamis (23/10).
Foto: Gatha Ginting/PM
Sutini (40) mengaku sebagai korban perbuatan bejat Syekh Muda Achmad Arifin, menuduh sang Syeh penipu, di Pengadilan Negeri Medan, Kamis (23/10).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sidang dugaan penistaan agama di PN Medan dengan terdakwa Syekh Ahmad Arifin diwarnai kericuhan, Kamis (23/10) pagi. Keributan dipicu aksi protes sejumlah pengunjung terhadap terdakwa, hingga memancing emosi puluhan pendukung pimpinan Pondok Pengajian Ihya Ulumiddin, Jalan Karya Bakti Medan Johor itu.

Dalam sidang yang beragendakan pembelaan (eksepsi) itu, kedua kubu nyaris terlibat baku hantam. Pengacara terdakwa menuding dakwaan jaksa tak benar.

“Kami mohon majelis hakim menerima eksepsi kami, kami beranggapan kalau terdakwa tidak pernah melakukan hal-hal yang didakwakan kepadanya,” jelas pengacaranya.

Mendengar itu, pengunjung sidang sontak protes dan meminta hakim tak menerima eksepsi tersebut. “Jangan terima eksepsinya pak hakim, penipu itu,” teriak pengunjung sidang.

Mendengar itu, hakim pun sempat berusaha menenangkan warga agar tidak ribut di persidangan. “Tenang-tenang, ini ruang sidang,” jelas hakim.

Atas eksepsi tersebut, JPU pun akan mengajukan tanggapannya dalam sidang selanjutnya. Diluar persidangan, Sutini yang mengaku jadi korban pelecehan seksual sempat mengamuk dan meneriaki terdakwa sebagai penipu. “Penipu itu, masih banyak lagi korban-korbannya di luar sana,” teriaknya.

Usai persidangan, KH Wahfiuddin selaku Ketua Asosiasi Tarekat Mu’tabarah Indonesia, berharap jangan karena kasus ini membuat perpecahan antar umat Islam di tengah masyarakat.

“Saya mengharapkan agar jangan akibat dari kasus ini memperkeruh dan menimbulkan konflik antara umat Islam,” jelasnya. Dan dirinya juga berharap kasus ini dapat berjalan seadil-adilnya tanpa ada intervensi dari pihak manapun. “Kasus ini biarkan berjalan dengan apa adanya, dan jangan ada intervensi dari pihak manapun agar hukum dapat tegak seadil-adilnya,” terangnya.

Sementara itu, Heriansyah Wakil Ketua Forum Muslim Anti Aliran Sesat meminta hakim menahan terdakwa. “Terdakwa ini seharusnya ditahan. Karena masih terus memberikan ajarannya. Jangan sampai ada korban-korban yang lain,” terangnya.

Dalam dakwaan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nilma Lubis dan Kadlan Sinaga mengatakan, terdakwa melakukan penistaan terhadap agama Islam dan telah melakukan penyimpangan ajaran Islam melalui tarekat Tsamaniyah yang diajarkannya kepada para pengikutnya. Penyimpangan itu, kata jaksa, dapat menyebabkan seseorang keluar dari ajaran Islam atau murtad.

Jaksa mengatakan, tarekat Tsamaniyah dipelajari terdakwa dari Syekh Muda Abdul Qadim di Payakumbuh Sumatera Barat pada 1951. Setelah selesai belajar, terdakwa mengembangkan ilmu tarekat tersebut di daerah Padang Bulan Medan. Lalu, terdakwa memindahkan tarekatnya ke Jl. Karya Bakti Medan Johor pada tahun 1984. Terdakwa pun memiliki banyak murid/pengikut di seluruh Indonesia, 400 ribu di antaranya berada di Medan.

Namun, pada 18 Juni 2013, beberapa mantan murid terdakwa di antaranya Arssyad dan Sutini melaporkan ajaran terdakwa yang diduga menyimpang dari ajaran Islam ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumut. Atas laporan itu, MUI memanggil terdakwa untuk memberikan klarifikasi kepada Komisi Fatwa.

Setelah mendengarkan keterangan terdakwa yang memenuhi panggilan MUI Sumut pada 23 Juli 2013, Komisi Fatwa MUI Sumut akhirnya mengeluarkan keputusan nomor 03/KF/MUI-SU/IX/2013 tanggal 10 November 2013, di antaranya menyatakan beberapa paham terdakwa telah menyimpang dari ajaran Islam.

Penyimpangan ajaran Islam yang dilakukan terdakwa tersebut, diancam pidana yang diatur dalam Pasal 156 huruf A KUHP tentang penistaan agama dengan ancaman 5 tahun penjara.

“Kita mendakwa terdakwa melakukan penodaan agama, karena terdakwa menyebarkan ajaran Islam tidak sesuai dengan syariat Islam dan sunah Rasul,”  terang Jaksa.

Terkait dakwaan JPU tersebut, terdakwa yang duduk di kursi roda melalui penasihat hukumnya menyatakan akan menyampaikan keberatan atau eksepsi pada sidang yang akan digelar 23 Oktober mendatang. “Kami akan mengajukan eksepsi karena faktanya banyak yang tidak sesuai dengan yang disebutkan jaksa dalam dakwaannya,” terang Idris selaku penasihat hukum terdakwa.

Sementara itu, mantan murid terdakwa, Sutini meminta jaksa dan hakim agar menuntut dan menghukum terdakwa seberat-beratnya. Pasalnya, kata dia, terdakwa telah menyesatkan bahkan mencabuli cukup banyak muridnya.  “Bohong dia itu pakai kursi roda. Kalau dikasih wanita, normal dia itu,” teriak Sutini didampingi rekan-rekannya kepada terdakwa.

Selain meminta terdakwa dihukum seberat-beratnya, Sutini dan rekan-rekannya pun meminta pengajian Syekh Muda Ahmad Arifin ditutup. “Kami mau dia dipenjara dan pengajiannya ditutup biar tidak ada lagi korban yang jatuh,” katanya. (bay/deo)

Foto: Gatha Ginting/PM Sutini (40) mengaku sebagai korban perbuatan bejat Syekh Muda Achmad Arifin, menuduh sang Syeh penipu, di Pengadilan Negeri Medan, Kamis (23/10).
Foto: Gatha Ginting/PM
Sutini (40) mengaku sebagai korban perbuatan bejat Syekh Muda Achmad Arifin, menuduh sang Syeh penipu, di Pengadilan Negeri Medan, Kamis (23/10).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sidang dugaan penistaan agama di PN Medan dengan terdakwa Syekh Ahmad Arifin diwarnai kericuhan, Kamis (23/10) pagi. Keributan dipicu aksi protes sejumlah pengunjung terhadap terdakwa, hingga memancing emosi puluhan pendukung pimpinan Pondok Pengajian Ihya Ulumiddin, Jalan Karya Bakti Medan Johor itu.

Dalam sidang yang beragendakan pembelaan (eksepsi) itu, kedua kubu nyaris terlibat baku hantam. Pengacara terdakwa menuding dakwaan jaksa tak benar.

“Kami mohon majelis hakim menerima eksepsi kami, kami beranggapan kalau terdakwa tidak pernah melakukan hal-hal yang didakwakan kepadanya,” jelas pengacaranya.

Mendengar itu, pengunjung sidang sontak protes dan meminta hakim tak menerima eksepsi tersebut. “Jangan terima eksepsinya pak hakim, penipu itu,” teriak pengunjung sidang.

Mendengar itu, hakim pun sempat berusaha menenangkan warga agar tidak ribut di persidangan. “Tenang-tenang, ini ruang sidang,” jelas hakim.

Atas eksepsi tersebut, JPU pun akan mengajukan tanggapannya dalam sidang selanjutnya. Diluar persidangan, Sutini yang mengaku jadi korban pelecehan seksual sempat mengamuk dan meneriaki terdakwa sebagai penipu. “Penipu itu, masih banyak lagi korban-korbannya di luar sana,” teriaknya.

Usai persidangan, KH Wahfiuddin selaku Ketua Asosiasi Tarekat Mu’tabarah Indonesia, berharap jangan karena kasus ini membuat perpecahan antar umat Islam di tengah masyarakat.

“Saya mengharapkan agar jangan akibat dari kasus ini memperkeruh dan menimbulkan konflik antara umat Islam,” jelasnya. Dan dirinya juga berharap kasus ini dapat berjalan seadil-adilnya tanpa ada intervensi dari pihak manapun. “Kasus ini biarkan berjalan dengan apa adanya, dan jangan ada intervensi dari pihak manapun agar hukum dapat tegak seadil-adilnya,” terangnya.

Sementara itu, Heriansyah Wakil Ketua Forum Muslim Anti Aliran Sesat meminta hakim menahan terdakwa. “Terdakwa ini seharusnya ditahan. Karena masih terus memberikan ajarannya. Jangan sampai ada korban-korban yang lain,” terangnya.

Dalam dakwaan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nilma Lubis dan Kadlan Sinaga mengatakan, terdakwa melakukan penistaan terhadap agama Islam dan telah melakukan penyimpangan ajaran Islam melalui tarekat Tsamaniyah yang diajarkannya kepada para pengikutnya. Penyimpangan itu, kata jaksa, dapat menyebabkan seseorang keluar dari ajaran Islam atau murtad.

Jaksa mengatakan, tarekat Tsamaniyah dipelajari terdakwa dari Syekh Muda Abdul Qadim di Payakumbuh Sumatera Barat pada 1951. Setelah selesai belajar, terdakwa mengembangkan ilmu tarekat tersebut di daerah Padang Bulan Medan. Lalu, terdakwa memindahkan tarekatnya ke Jl. Karya Bakti Medan Johor pada tahun 1984. Terdakwa pun memiliki banyak murid/pengikut di seluruh Indonesia, 400 ribu di antaranya berada di Medan.

Namun, pada 18 Juni 2013, beberapa mantan murid terdakwa di antaranya Arssyad dan Sutini melaporkan ajaran terdakwa yang diduga menyimpang dari ajaran Islam ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumut. Atas laporan itu, MUI memanggil terdakwa untuk memberikan klarifikasi kepada Komisi Fatwa.

Setelah mendengarkan keterangan terdakwa yang memenuhi panggilan MUI Sumut pada 23 Juli 2013, Komisi Fatwa MUI Sumut akhirnya mengeluarkan keputusan nomor 03/KF/MUI-SU/IX/2013 tanggal 10 November 2013, di antaranya menyatakan beberapa paham terdakwa telah menyimpang dari ajaran Islam.

Penyimpangan ajaran Islam yang dilakukan terdakwa tersebut, diancam pidana yang diatur dalam Pasal 156 huruf A KUHP tentang penistaan agama dengan ancaman 5 tahun penjara.

“Kita mendakwa terdakwa melakukan penodaan agama, karena terdakwa menyebarkan ajaran Islam tidak sesuai dengan syariat Islam dan sunah Rasul,”  terang Jaksa.

Terkait dakwaan JPU tersebut, terdakwa yang duduk di kursi roda melalui penasihat hukumnya menyatakan akan menyampaikan keberatan atau eksepsi pada sidang yang akan digelar 23 Oktober mendatang. “Kami akan mengajukan eksepsi karena faktanya banyak yang tidak sesuai dengan yang disebutkan jaksa dalam dakwaannya,” terang Idris selaku penasihat hukum terdakwa.

Sementara itu, mantan murid terdakwa, Sutini meminta jaksa dan hakim agar menuntut dan menghukum terdakwa seberat-beratnya. Pasalnya, kata dia, terdakwa telah menyesatkan bahkan mencabuli cukup banyak muridnya.  “Bohong dia itu pakai kursi roda. Kalau dikasih wanita, normal dia itu,” teriak Sutini didampingi rekan-rekannya kepada terdakwa.

Selain meminta terdakwa dihukum seberat-beratnya, Sutini dan rekan-rekannya pun meminta pengajian Syekh Muda Ahmad Arifin ditutup. “Kami mau dia dipenjara dan pengajiannya ditutup biar tidak ada lagi korban yang jatuh,” katanya. (bay/deo)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/