Istanbul sedang bergairah. Dingin di Senin (23/5) pagi justru membuat ribuan orang bergegas ke Istanbul Convention Centre (ICC). Antri mengular, melewati penjagaan dan pemeriksaan ketat menuju venue pembukaan World Humanitarian Summit (WHS) di Hotel Hilton Istanbul.
———————————–
Suhendro Boroma
Dirut JPG, Istanbul
———————————–
PRESIDEN Turki Recep Tayyip Erdogan dan Sekjen PBB Ban Ki-moon menjadi ‘tuan rumah’. Keduanya sumringrah. Menyambut Kanselir Jerman Angela Merkel dan puluhan kepala negara/kepala pemerintahan dengan suka cita. Antusias mempersilakan ribuan anggota delegasi ratusan negara, lembaga-lembaga kemanusiaan, swasta, LSM, dan tokoh masyarakat semua usia mengikuti pertemuan tingkat tinggi itu.
Tujuh puluh tahun berdiri, inilah pertama kalinya PBB menggelar hajatan bertajuk World Humanitarian Summit. Para diplomat di Istanbul menuturkan, inilah summit yang tidak melalui pembicaraan dan kesepakatan antar kepala negara/kepala pemerintahan anggota PBB. Langsung diluncurkan Sekretariat Jenderal PBB, disambut Presiden Turki Tayyip Erdogan, dan didukung negara-negara Eropa.
Mungkin ganjil. Tapi bisa jadi sangat urgen. Krisis di Irak, Suriah, Yaman, Palestina, Nigeria, Afghanistan, dan Libanon yang berkepanjangan telah menimbulkan efek berantai di Eropa dan Amerika Serikat. Jutaan pengungsi dan pencari suaka kini hilir mudik di depan rumah mereka. Dengan segala risiko: tambahan beban hidup, juga berpindahnya medan perang: ancaman bom kepada penduduk sipil. Di rumah sendiri.
Dunia sudah punya kekayaan pengalaman panjang mengatasi berbagai konflik dan akibatnya bagi manusia. Tetapi migrasi beruntun dan bergelombang masuk ke Eropa baru pertama terjadi sejak perang dunia kedua. Sebuah masalah dan beban baru setelah masa penjajahan berakhir di pertengahan abad ke-20.
Di tahun 2006, konflik politik di berbagai belahan dunia telah menyeret 278 juta orang dalam pusaran masalah. Tahun 2015 naik jadi 409 juta orang. Data PBB menyebutkan, mereka yang terusir akibat berbagai konflik itu sebanyak 37 juta orang di tahun 2005, menjadi 60 juta orang pada 2014.
Belakangan dunia makin lekat dengan konflik senjata. Parahnya, 70% korbannya warga sipil, 90% konfik itu berkecamuk di wilayah sipil.
Turunan masalah ini mengalir hingga ke Eropa dan Amerika. Bukan cuma di meja perundingan dan gudang bantuan logistik. Tetapi menghadirkan masalah baru: manusia perahu, pengungsi dan pencari suaka.
Hingga pertengahan tahun 2016, sebanyak 60 juta orang terusir dari tempat tinggalnya. Mereka yang kehilangan tempat tinggal mencapai 38 juta, yang mengungsi 20 juta, dan yang sedang mencari suaka 2 juta orang.