Presiden Turki Tayyip Erdogan menyambar peluang ini. Sang presiden sedang memegang ‘kartu truff’ yang menakutkan bagi negara-negara Eropa: lebih dari 10 juta pengungsi. Istanbul mendapat dukungan Eropa untuk menjadi tuan rumah. PBB dan banyak negara menggelontorkan dana. Bukan sekadar untuk suksesnya WHS. Tapi untuk jangka panjang: tetap menahan selama mungkin lebih dari 10 juta pengungsi itu tak ke Eropa.
Erdogan, putra pelaut yang jadi politisi cemerlang itu kini di atas angin. Mantan Walikota Istanbul kelahiran 26 Februari 1954 itu punya senjata ampuh menekan Eropa: makin kuat untuk memperjuangkan Turki masuk anggota Uni Eropa.
Turki tidak sendirian. Dunia akan mendukungnya. Konselir Jerman Angela Merkel mungkin akan jadi motornya. Sekjen PBB Ban Ki-moon akan menggunakan pemgaruhnya.
Erdogan sedang menuju puncak. Suami dari Emine Gulbaran yang punya empat anak ini pernah hidup getir. Dia dipenjara empat bulan gara-gara penguasa tersinggung dengan puisinya. Saat alumnus Universitas Mannara Turki itu jadi Walikota Istanbul, kota bernama Konstantinopel di masa imperium Romawi Timur itu diubahnya hanya dalam lima tahun: bersih, tertib, hijau, indah, prostitusi diberantas, dan penjualan alkohol diberangus.
Setelah menjadi Perdana Menteri Turki, Erdogan memenangkan pemilihan presiden dengan suara 52% pemilih. Politisi cemerlang ini mengalahkan dua kandidat lain pada pilpres langsung pertama yang digelar di Turki.
Sudah lama Turki mendambakan diterima sebagai anggota European Union (EU). Selalu saja kandas. Baru sebatas diterima masuk Liga Champions dan Euro Cup di kompetisi sepakbola. Kini WHS memberi energi dan momentum bagi Erdogan.
Akan halnya Ban Ki-moon, mungkin ini tinta emas bagi mantan menteri luar negeri dan perdagangan Korsel itu. Melengkapi karir cemerlangnya yang sudah dua periode menjadi Sekjen PBB.
Saat alumnus Harvard University kelahiran 13 Juni 1944 ini berusia 6 tahun, dia mengirim surat kepada Sekjen PBB Dan Hannarskjold. Tak jelas suratnya sampai. Tahun 1962, Ban juara esay Palang Merah Dunia. Hadiahnya, dia tinggal beberapa bulan di San Francisco. Saat kunjungan itu Ban berkesempatan bertemu Presiden John F Kennedy. “Saya mau jadi diplomat,” katanya kala itu.
Sukses WHS mungkin akan membuatnya sebagai diplomat paripurna. Sekaligus mengharumkan nama Korea Selatan. Seperti Samsung, Hyundai dan berbagai produk elektronik Korsel yang kini merajai dunia.
WHS dan berbagai produk ikutannya, juga akan diterima dan dirasakan manfaatnya oleh warga dunia. Ban akan gembira di penghujung jabatannya tahun ini. Mungkin juga Erdogan. Turki kian tak terbentuk menjadi anggota Uni Eropa.
Sejak membuka WHS kemarin dan menutupnya hari ini, bahkan setelah itu, Ban dan Erdogan terus sumringah. Keduanya mempersembahkan sesuatu yang amat berharga bagi masa depan umat manusia. Sekaligus meraih keinginan dan kepentingan masing-masing.
Lewat momentum WHS. Sebuah event hasil kepedulian dan kreativitas tingkat tinggi. Campuran antara diplomasi dan ‘kiat dagang;. Merek Ban Erdogan. Cap Istanbul. (val)