Arief menjelaskan, dengan demikian, penerapan unsur kerugian negara harus benar-benar dibuktikan, dan tidak bisa menjadikan frasa “dapat” sebagai acuan. “Penerapan unsur merugikan keuangan dengan menggunakan konsepsi actual loss menurut mahkamah lebih memberi kepastian hukum yang adil dan berkesesuaian,” imbuhnya.
Namun, pendapat mahkamah terdapat kedua pasal tersebut tidaklah bulat, atau terjadi disseting opinions bagi empat hakim. Yakni I Gede Palguna, Suhartoyo, Aswanto dan Maria Farida Indrati. Mereka beralasan, menghilangkan frasa “dapat” akan mengubah kualifikasi delik dari formil menjadi delik materiil.
“Akibatnya, jika merugikan keuangan negara tidak terjadi meskipun unsur melawan hukum dan memperkaya diri telah terpenuhi, maka belum terjadi tindak pidana korupsi,” kata I Gede Palguna. Namun karena lima hakim lainnya bersepakat, mahkamah memutuskan pendapat terbanyak.
Untuk diketahui, gugatan JR kedua pasal tersebut diajukan oleh tujuh orang berprofesi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Yakni Firdaus, Yulius Nawasi, Imam Mardi, Hasdullah, Sudarno, Jamaludin dan Jempin Marbun. Ketujuhnya merasa menjadi korban kriminalisasi dengan adanya pasal tersebut. (far/jpg)