26.7 C
Medan
Sunday, May 19, 2024

Puluhan Penyandang Kusta Demo ke Kantor Gubsu, Ada Apa?

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Puluhan penyandang kusta menggelar unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sumut, Jalan Pangeran Diponegoro Medan, Senin (26/9). Mereka menuntut Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi untuk memperhatikan nasib mereka yang sangat memperihatinkan.

Sebagai anaknya yang dibina oleh Dinas Provinsi Sosial Sumut berasal dari Panti berada Sicanang, Kecamatan Belawan, Kota Medan. Salah satu, penyandang kusta, Sukirman menjelaskan ada kebijakan yang hanya menambah penderitaan mereka, seperti bahan makanan yang diberikan kepada mereka distop satu persatu.

“Seperti jatah anak kami kalau sudah berkeluarga pas menikah baru disetop sekarang peraturannya begitu di Oktober ini. Begitu masuk usia 21 tahun gak dapat lagi. Dulu seumur hidup dapat kecuali kalau menikah. Tapi di bulan 10 ini diberhentikan, udah ada 30 yang diberhentikan,” sebut Sukirman kepada wartawan.

Kemudian sambung Irham salah satu penyandang kusta asal Sicanang juga mengatakan bila ada penyandang kusta yang meninggal dunia biasanya bantuannya hingga 3 bulan setelah meninggal dunia masih berjalan tapi sekarang tidak.

“Tujuannya itu kalau ada biaya berobat atau utang piutang bisa dibayarkan melalui itu. Tapi ini mau disetop. Begitu meninggal langsung disetop jatahnya. Jadi kami hadir di sini karena itu,” imbuhnya.

Sedangkan pengakuan Sukirman mengungkapkan bahwa masalah listrik diwajibkan sehingga mereka wajib pakai token yang selama ini memakai meteran dan ditanggung pemerintah.

“Sekarang diwajibkan pakai token kami tidak mau, kami tidak terima karena kami tidak mampu, kami nggak ada pekerjaan kan. Tolong perhatikan kami,” sebutnya dimana mereka saat ini ada berjumlah 200 orang sejak 2014 lalu.

Setelah menduduki depan Kantor Gubernur Sumut, akhirnya pihak diterima oleh Kadis Sosial Sumut, Basarin Yunus Tanjung beserta beberapa staf lainnya ke dalam Kantor Gubernur Sumut untuk melakukan audiensi mendengarkan tuntutan penyandang kusta.

Tidak lama menggelar aksinya, perwakilan pendemo untuk masuk dalam kantor Gubernur Sumut untuk langsung berdiskusi dengan Kepala Dinas Sosial Sumut, Basarin Yunus Tanjung.

Usai pertemuan itu, ia menjelaskan bahwa dari sejumlah tuntutan yang telah disampaikan memang ada kebijakan dari pemerintah.

“Ya, ada kebijakan dari pemerintah, salah satunya peralihan listrik, kan ada anjuran pemerintah untuk berhemat sumber daya. di Panti Sicanang rencana mau dibikin token dari pasca ke prabayar yaitu pemakaian token itu yang disampaikan,” sebut Basarin saat ditanya wartawan.

Selanjutnya, saat ditanyai mengenai jatah makan yang mana penyandang kusta berharap bisa hingga usia 21 tahun ke atas. Karena bila anak menikah maka jatah makan akan berhenti.

Namun, Basarin menjelaskan itu telah menjadi peraturan bahwa anak usia 21 tahun ke atas tidak lagi ditanggung, karena regulasinya pertanggungan ini tidak sampai 21 tahun ke atas dan akan menjadi tanggungan penyandang kusta.

“Sedangkan mereka (penyandang kusta) sampai meninggal ditanggung pemerintah. Kemudian ada permintaan mereka, kalau meninggal dunia penyandang kusta maka keluarganya mereka berharap 3 bulan bisa diteruskan bantuan itu. Nah, itu juga belum bisa kita pedomani karena itu kalau sudah meninggal penerimaan manfaatnya sudah  tidak lagi, kalau mereka kemudian berharap itu sudah lain lagi peruntukannya,” jelas Basarin.

Sehingga ditegaskan Basarin, penerima manfaat yang berhak menerima bantuan itu  karena kalau masih hidup penerimaan manfaatnya.”Itu kewajiban kita memfasilitasinya,” tuturnya.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala UPT Pelayanan Sosial Eks Kusta Binaan Sicanang, Lamhot Pasaribu menjelaskan terkait tuntutan dari penyandang kusta tersebut telah diterapkan dalam peraturan.

“Selama ini anak-anak mereka yang sehat tidak ditanggung. Sebenarnya sudah lama kita sosialisasi, tapi warga tidak terima mereka ingin seumur hidup. Padahal sehat. Jadi uda lama ini mereka protes seperti itu dan tidak terima,” jelas Lamhot.

Sementara itu, Lamhot juga membantah ada pengusiran kepada penyandang kusta. “Bahwa ada inventaris ada rumah yang di bangun di atas rumah negara ini yang kita tertibkan. Jadi gak ada kita usir masih kita data,” jelasnya.

Kebijakan soal kewajiban pembayaran listrik melalui token, tambah Lamhot, adalah untuk menindaklanjuti arahan Gubernur Edy untuk hemat energi.

“Dengan kebijakan itu, Pemprov Sumut bisa menghemat Rp 6 juta per bulan atau Rp 72 juta per tahun,” tandas Lamhot.(gus/ila)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Puluhan penyandang kusta menggelar unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sumut, Jalan Pangeran Diponegoro Medan, Senin (26/9). Mereka menuntut Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi untuk memperhatikan nasib mereka yang sangat memperihatinkan.

Sebagai anaknya yang dibina oleh Dinas Provinsi Sosial Sumut berasal dari Panti berada Sicanang, Kecamatan Belawan, Kota Medan. Salah satu, penyandang kusta, Sukirman menjelaskan ada kebijakan yang hanya menambah penderitaan mereka, seperti bahan makanan yang diberikan kepada mereka distop satu persatu.

“Seperti jatah anak kami kalau sudah berkeluarga pas menikah baru disetop sekarang peraturannya begitu di Oktober ini. Begitu masuk usia 21 tahun gak dapat lagi. Dulu seumur hidup dapat kecuali kalau menikah. Tapi di bulan 10 ini diberhentikan, udah ada 30 yang diberhentikan,” sebut Sukirman kepada wartawan.

Kemudian sambung Irham salah satu penyandang kusta asal Sicanang juga mengatakan bila ada penyandang kusta yang meninggal dunia biasanya bantuannya hingga 3 bulan setelah meninggal dunia masih berjalan tapi sekarang tidak.

“Tujuannya itu kalau ada biaya berobat atau utang piutang bisa dibayarkan melalui itu. Tapi ini mau disetop. Begitu meninggal langsung disetop jatahnya. Jadi kami hadir di sini karena itu,” imbuhnya.

Sedangkan pengakuan Sukirman mengungkapkan bahwa masalah listrik diwajibkan sehingga mereka wajib pakai token yang selama ini memakai meteran dan ditanggung pemerintah.

“Sekarang diwajibkan pakai token kami tidak mau, kami tidak terima karena kami tidak mampu, kami nggak ada pekerjaan kan. Tolong perhatikan kami,” sebutnya dimana mereka saat ini ada berjumlah 200 orang sejak 2014 lalu.

Setelah menduduki depan Kantor Gubernur Sumut, akhirnya pihak diterima oleh Kadis Sosial Sumut, Basarin Yunus Tanjung beserta beberapa staf lainnya ke dalam Kantor Gubernur Sumut untuk melakukan audiensi mendengarkan tuntutan penyandang kusta.

Tidak lama menggelar aksinya, perwakilan pendemo untuk masuk dalam kantor Gubernur Sumut untuk langsung berdiskusi dengan Kepala Dinas Sosial Sumut, Basarin Yunus Tanjung.

Usai pertemuan itu, ia menjelaskan bahwa dari sejumlah tuntutan yang telah disampaikan memang ada kebijakan dari pemerintah.

“Ya, ada kebijakan dari pemerintah, salah satunya peralihan listrik, kan ada anjuran pemerintah untuk berhemat sumber daya. di Panti Sicanang rencana mau dibikin token dari pasca ke prabayar yaitu pemakaian token itu yang disampaikan,” sebut Basarin saat ditanya wartawan.

Selanjutnya, saat ditanyai mengenai jatah makan yang mana penyandang kusta berharap bisa hingga usia 21 tahun ke atas. Karena bila anak menikah maka jatah makan akan berhenti.

Namun, Basarin menjelaskan itu telah menjadi peraturan bahwa anak usia 21 tahun ke atas tidak lagi ditanggung, karena regulasinya pertanggungan ini tidak sampai 21 tahun ke atas dan akan menjadi tanggungan penyandang kusta.

“Sedangkan mereka (penyandang kusta) sampai meninggal ditanggung pemerintah. Kemudian ada permintaan mereka, kalau meninggal dunia penyandang kusta maka keluarganya mereka berharap 3 bulan bisa diteruskan bantuan itu. Nah, itu juga belum bisa kita pedomani karena itu kalau sudah meninggal penerimaan manfaatnya sudah  tidak lagi, kalau mereka kemudian berharap itu sudah lain lagi peruntukannya,” jelas Basarin.

Sehingga ditegaskan Basarin, penerima manfaat yang berhak menerima bantuan itu  karena kalau masih hidup penerimaan manfaatnya.”Itu kewajiban kita memfasilitasinya,” tuturnya.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala UPT Pelayanan Sosial Eks Kusta Binaan Sicanang, Lamhot Pasaribu menjelaskan terkait tuntutan dari penyandang kusta tersebut telah diterapkan dalam peraturan.

“Selama ini anak-anak mereka yang sehat tidak ditanggung. Sebenarnya sudah lama kita sosialisasi, tapi warga tidak terima mereka ingin seumur hidup. Padahal sehat. Jadi uda lama ini mereka protes seperti itu dan tidak terima,” jelas Lamhot.

Sementara itu, Lamhot juga membantah ada pengusiran kepada penyandang kusta. “Bahwa ada inventaris ada rumah yang di bangun di atas rumah negara ini yang kita tertibkan. Jadi gak ada kita usir masih kita data,” jelasnya.

Kebijakan soal kewajiban pembayaran listrik melalui token, tambah Lamhot, adalah untuk menindaklanjuti arahan Gubernur Edy untuk hemat energi.

“Dengan kebijakan itu, Pemprov Sumut bisa menghemat Rp 6 juta per bulan atau Rp 72 juta per tahun,” tandas Lamhot.(gus/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/