32 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Apartemen Center Point Tidak Punya Alas Hak dan IMB

Sementara itu, perwakilan PT ACK, Tika Rahayu selaku perwakilan pengembang mengatakan, pihaknya telah mengajukan permohonan IMB untuk rumah sakit, hotel, apartemen, perkantoran dan pertokoan. Namun, tidak diproses sampai saat ini. Padahal mereka sudah membayar PBB dan pajak lainnya termasuk pada 2016-2017. Bahkan mereka mempertanyakan tindak lanjut pengukuran lahan yang dilakukan Pemko Medan melalui instansi terkait.

“Permohonan kami tidak juga diproses. Padahal sudah berulangkali kami pertanyakan. Kami hanya butuh kejelasan. Sebab sampai saat ini kami belum bisa menyerahkan unit kepada konsumen yang sudah membayar DP (uang muka). Kami sudah menjual unit apartemen maupun pertokoan. Bahkan, sampai saat ini kami sudah disomasi beberapa pihak yang membeli unit,” ucapnya.

Menyikapi persoalan ini, pengamat dari USU Abdul Hakim Siagian mengatakan, jangankan di Indonesia atau di Medan, di seluruh dunia aturan menyangkut setiap pembangunan harus mengantongi IMB juga berlaku sama. Sebab salah satu fungsi negara atau pemerintahan, diberikan wewenang merencanakan berbagai aturan bagi masyarakatnya. “Salah satunya soal rencana pembangunan. Pemerintah atau negara wajib memastikan bahwa semua rencana itu sesuai dengan rencana nasional yang sinkron dengan rencana daerah. RPJMN sebagai patokan RPJMD salah satunya yakni RUTR (Rencana Umum Tata Ruang),” katanya.

RPJMD inipun, kata Hakim, erat berkaitan dengan keselamatan, keindahan dan estetika. Selanjutnya penting diatur regulasi tentang perizinan, termasuk mengenai kemacetan arus lalu lintas mesti dipastikan. “Izin ini akan berdampak banyak, seperti dokumen AMDAL, AMDAL Lalin, IMB yang turut berdampak pada lingkungan,” katanya.

Justru karena itu, sebelum geliat pembangunan atau investasi seperti ini, ia nilai harus taat hukum. Pihak pengembang, menurut dia, harus membuktikan bisa mengikuti segala ketentuan yang berlaku. “Bukan sebaliknya malah kebal hukum. Pertanyaannya, dimana peran Pemko dan instansi di bidang pengawasannya. Kita tidak pernah menolak pembangunan, tapi tentu harus yang taat hukum,” tegas akademisi Universitas Sumatera Utara itu.

Ia juga melihat, atas kondisi yang seperti ini ada aroma persekongkolan antara Pemko dengan pengembang. Karena tren baru persekongkolan itu ialah, sebut Hakim, membiarkan dan melindungi setiap pelanggaran yang terjadi. “Kalau ada pelanggaran, harusnya ada tindakan. Pertanyaannya, apakah memang Pemko seolah-olah gak tahu, lalu setelah tahu kenapa seolah-olah gak mau tahu. Kita juga perlu tahu apakah ada aroma KKN atas masalah ini,” katanya. (prn/adz)

Sementara itu, perwakilan PT ACK, Tika Rahayu selaku perwakilan pengembang mengatakan, pihaknya telah mengajukan permohonan IMB untuk rumah sakit, hotel, apartemen, perkantoran dan pertokoan. Namun, tidak diproses sampai saat ini. Padahal mereka sudah membayar PBB dan pajak lainnya termasuk pada 2016-2017. Bahkan mereka mempertanyakan tindak lanjut pengukuran lahan yang dilakukan Pemko Medan melalui instansi terkait.

“Permohonan kami tidak juga diproses. Padahal sudah berulangkali kami pertanyakan. Kami hanya butuh kejelasan. Sebab sampai saat ini kami belum bisa menyerahkan unit kepada konsumen yang sudah membayar DP (uang muka). Kami sudah menjual unit apartemen maupun pertokoan. Bahkan, sampai saat ini kami sudah disomasi beberapa pihak yang membeli unit,” ucapnya.

Menyikapi persoalan ini, pengamat dari USU Abdul Hakim Siagian mengatakan, jangankan di Indonesia atau di Medan, di seluruh dunia aturan menyangkut setiap pembangunan harus mengantongi IMB juga berlaku sama. Sebab salah satu fungsi negara atau pemerintahan, diberikan wewenang merencanakan berbagai aturan bagi masyarakatnya. “Salah satunya soal rencana pembangunan. Pemerintah atau negara wajib memastikan bahwa semua rencana itu sesuai dengan rencana nasional yang sinkron dengan rencana daerah. RPJMN sebagai patokan RPJMD salah satunya yakni RUTR (Rencana Umum Tata Ruang),” katanya.

RPJMD inipun, kata Hakim, erat berkaitan dengan keselamatan, keindahan dan estetika. Selanjutnya penting diatur regulasi tentang perizinan, termasuk mengenai kemacetan arus lalu lintas mesti dipastikan. “Izin ini akan berdampak banyak, seperti dokumen AMDAL, AMDAL Lalin, IMB yang turut berdampak pada lingkungan,” katanya.

Justru karena itu, sebelum geliat pembangunan atau investasi seperti ini, ia nilai harus taat hukum. Pihak pengembang, menurut dia, harus membuktikan bisa mengikuti segala ketentuan yang berlaku. “Bukan sebaliknya malah kebal hukum. Pertanyaannya, dimana peran Pemko dan instansi di bidang pengawasannya. Kita tidak pernah menolak pembangunan, tapi tentu harus yang taat hukum,” tegas akademisi Universitas Sumatera Utara itu.

Ia juga melihat, atas kondisi yang seperti ini ada aroma persekongkolan antara Pemko dengan pengembang. Karena tren baru persekongkolan itu ialah, sebut Hakim, membiarkan dan melindungi setiap pelanggaran yang terjadi. “Kalau ada pelanggaran, harusnya ada tindakan. Pertanyaannya, apakah memang Pemko seolah-olah gak tahu, lalu setelah tahu kenapa seolah-olah gak mau tahu. Kita juga perlu tahu apakah ada aroma KKN atas masalah ini,” katanya. (prn/adz)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/