29 C
Medan
Sunday, October 20, 2024
spot_img

Hadiah Terburuk bagi Koruptor, Tapi… Rahasiakan Identitas Pelapor Yaa

Foto: Ricardo/JPNN
Gedung Baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah diresmikan Presiden Joko Widodo, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (29/12) lalu. KPK berencana menaikkan fee pelapor korupsi menjadi 10 persen.

KIBUS BAKAL BERLOMBA

Di samping dukungan, wacana KPK menaikkan komisi ini juga mendapat kontra. Ada kekhawatiran, kebijakan itu akan dimanfaatkan oknum-oknum tertentu untuk mengambil keuntungan dan terkesan, KPK mengajari masyarakat perang terhadap korupsi dengan berharap imbalan bukan keikhlasan.

Pengamat hukum, Muslim Muis mengatakan, KPK harus mengkaji ulang rencana pemberian fee 10 persen itu. Karena ia menilai, KPK tidak mendidik masyarakat secara terbuka dan ikhlas memerangi korupsi di Tanah Air.

“Kalau dengan fee 10 persen, masyarakat atau ‘kibus’ KPK akan berlomba-lomba melaporkan kasus korupsi ke KPK. Namun, laporan itu bukan didasari keikhlasan dan kesadaran anti korupsi. Melainkan berharap upah atau fee yang akan diberikan KPK,” kata Muslim Muis saat dimintai pendapatnya oleh Sumut Pos, Rabu (26/4) siang.

Direktur Pusat Studi Hukum dan Pembaharuan serta Peradilan (Pushpa) ini juga menilai, dengan fee tersebut, KPK akan melemahkan kinerja penegak hukum di daerah. Dengan tergiur fee besar, masyarakat atau pelapor akan berbondong-bondong melapor ke KPK di Jakarta dengan tujuan imbal besar yang akan diperoleh dari laporan sebuah kasus korupsi di daerah.

Sementara itu, penegak hukum di daerah seperti kepolisian dan kejaksaan akan dilupakan masyarakat. Padahal, kedua institusi itu juga bisa mengusut kasus korupsi. Dikarenakan fee itu, masyarakat akan berjuang ke KPK untuk melaporkan sebuah kasus korupsi dengan upah yang besar yang akan didapatkan.

“Memang bisa semua laporan itu diusut KPK? Kita lihat saja banyak kasus korupsi jalan di tempat di KPK. Saya menilai, KPK harus objektif dan mengkaji ulang wacana itu. KPK harus mendidik masyakarat atau pelapor memerangi korupsi secara ikhlas. Bukan, karena imbal besar,” tegas Muslim.

Diakuinya, niat KPK menaikkan fee tersebut sebenarnya baik, tetapi dia tidak ingin ada oknum-oknum tertentu memanfaatkan kebijakan ini menjadi ‘mesin ATM’. “Banyak masyarakat yang melapor, pastinya banyak pula yang mengambil keuntungan. Untuk itu, terkait rencana menaikkan imbalan tersebut harus ada pengawasan yang baik tentang bagaimana progresnya,” tandas mantan Direktur LBH Medan ini.

Foto: Ricardo/JPNN
Gedung Baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah diresmikan Presiden Joko Widodo, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (29/12) lalu. KPK berencana menaikkan fee pelapor korupsi menjadi 10 persen.

KIBUS BAKAL BERLOMBA

Di samping dukungan, wacana KPK menaikkan komisi ini juga mendapat kontra. Ada kekhawatiran, kebijakan itu akan dimanfaatkan oknum-oknum tertentu untuk mengambil keuntungan dan terkesan, KPK mengajari masyarakat perang terhadap korupsi dengan berharap imbalan bukan keikhlasan.

Pengamat hukum, Muslim Muis mengatakan, KPK harus mengkaji ulang rencana pemberian fee 10 persen itu. Karena ia menilai, KPK tidak mendidik masyarakat secara terbuka dan ikhlas memerangi korupsi di Tanah Air.

“Kalau dengan fee 10 persen, masyarakat atau ‘kibus’ KPK akan berlomba-lomba melaporkan kasus korupsi ke KPK. Namun, laporan itu bukan didasari keikhlasan dan kesadaran anti korupsi. Melainkan berharap upah atau fee yang akan diberikan KPK,” kata Muslim Muis saat dimintai pendapatnya oleh Sumut Pos, Rabu (26/4) siang.

Direktur Pusat Studi Hukum dan Pembaharuan serta Peradilan (Pushpa) ini juga menilai, dengan fee tersebut, KPK akan melemahkan kinerja penegak hukum di daerah. Dengan tergiur fee besar, masyarakat atau pelapor akan berbondong-bondong melapor ke KPK di Jakarta dengan tujuan imbal besar yang akan diperoleh dari laporan sebuah kasus korupsi di daerah.

Sementara itu, penegak hukum di daerah seperti kepolisian dan kejaksaan akan dilupakan masyarakat. Padahal, kedua institusi itu juga bisa mengusut kasus korupsi. Dikarenakan fee itu, masyarakat akan berjuang ke KPK untuk melaporkan sebuah kasus korupsi dengan upah yang besar yang akan didapatkan.

“Memang bisa semua laporan itu diusut KPK? Kita lihat saja banyak kasus korupsi jalan di tempat di KPK. Saya menilai, KPK harus objektif dan mengkaji ulang wacana itu. KPK harus mendidik masyakarat atau pelapor memerangi korupsi secara ikhlas. Bukan, karena imbal besar,” tegas Muslim.

Diakuinya, niat KPK menaikkan fee tersebut sebenarnya baik, tetapi dia tidak ingin ada oknum-oknum tertentu memanfaatkan kebijakan ini menjadi ‘mesin ATM’. “Banyak masyarakat yang melapor, pastinya banyak pula yang mengambil keuntungan. Untuk itu, terkait rencana menaikkan imbalan tersebut harus ada pengawasan yang baik tentang bagaimana progresnya,” tandas mantan Direktur LBH Medan ini.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/