Wiriya menjelaskan, program ini sebenarnya bukan mandeg, melainkan masyarakat tidak mampu menyediakan segala persyaratan administrasi yang dibutuhkan. “Pertama surat kepemilikan rumah itu harus jelas. Anggaran sebenarnya ada. Sisa anggaran yang masih ada itu tidak diikuti kesanggupan masyarakat menyiapkan administrasi sehingga mereka (Dinas Perkim-PR) tidak berani siapkan berkas,” katanya.
Dia menyebut, biaya rehab rumah warga itu Rp25 juta per orang, dimana sumber dana itu berasal dari APBN. “Defenisi mandeg itu bukan dari Dinas Perkim-PR, tetapi masyarakatnya tidak siap. Itu yang mereka tidak mau terima dana dari APBN. Dimaksudkan dana itu langsung dikasih ke masyarakat, tetapi kita yang menyiapkan dan bertanggungjawab. Tentu mana maulah orang itu (Perkim-PR),” ungkapnya menambahkan untuk pelaksanaan bedah rumah memakai APBD tetap berjalan sampai sekarang.
Diketahui, Pemko Medan melalui Dinas Perkim-PR mempunyai konsep dan strategi konkrit dalam menangani perumahan dan permukiman kumuh yang saat ini masih dalam tahap proses perencanaan penanganan kumuh yang tersebar 42 kelurahan di Kota Medan. Hal itu sesuai dengan keputusan Wali Kota Medan Nomor 640/039.K/I/2015 tentang penetapan lokasi lingkungan perumahan dan permukiman kumuh di Kota Medan. Adapun sesuai base line Program KOTAKU, tercatat terdapat 19.684 kepala keluarga di 42 kelurahan kawasan permukiman kumuh di Kota Medan.
“Proses pendataan dasar telah dilakukan dengan melibatkan aparatur kelurahan dan masyarakat melalui Program KOTAKU. Dan data yang diterima terus dilakukan kajian serta review pendataan setiap tahunnya. Namun dapat kami sampaikan bahwa pada 2017, Pemko Medan melalui Dinas Perkim-PR juga telah melakukan update data KOTAKU dengan membuat sistem informasi manajemen,” kata Wakil Wali Kota Medan Akhyar Nasution saat menyampaikan nota jawaban Wali Kota Medan atas Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi DPRD Medan terhadap ranperda tersebut, dalam sidang paripurna di DPRD Medan, Rabu (25/10). (prn/ila)